Denpasar (Antara Bali) - Seorang pengamat seni Kadek Suartaya, SSKar MSi, menilai khasanah seni tradisi Bali menjadi sumber mata air yang mengalirkan dahaga berkreasi dalam menggali, mengembangkan dan melestarikan seni budaya Pulau Dewata.
"Pengembangan kesenian kita itu berorientasi pada nilai-nilai estetika dan konsep artistik dari kesenian tradisi yang telah teruji dalam perkembangan zaman," kata Kadek Suartaya yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Sabtu.
Ia mencontohkan, tari gambuh yang bertransformasi menjadi tari arja dan legong mampu melahirkan beragam bentuk, sehingga mampu mengembangkan dan memperkaya nilai-nilai tradisi tersebut.
Demikian pula dalam seni kerawitan konsep dan pola-pola musikal untuk gamelan Gambuh mengejawantah dalam gamelan Semarapagulingan.
Sementara "repertoar" yang dimiliki gong gede disajikan lebih segar dan kreatif dalam gamelan gong kebyar.
"Kini di tengah dinamisnya perkembangan gong kebyar, tidak sedikit yang mengeksplorasi elemen-elemen yang terdapat dalam gamelan tua seperti gambang, slonding, atau gender wayang," tutur Kadek Suartaya.
Dengan demikian kesenian tradisi-klasik menyimpan nilai estetik yang sangat luhur, lebih-lebih yang telah terpuruk langka, patut digali, direkonstruksi, direvitalisasi dan dibanggakan di tengah lingkungan komunitasnya, harap Kadek Suartaya.
Pesta Kesenian Bali (PKB) aktivitas seni tahunan di Pulau Dewata menjadi wadah yang mampu memberikan ruang dan gerak yang sangat luas dan bebas dalam menyajikan hasil-hasil rekontruksi kesenian tradisi.
Untuk itu Pemerintah Provinsi Bali perlu memberikan penghargaan kepada berbagai pihak, terutama sekaa kesenian yang melakukan rekonstruksi dan merevitalisasi bentuk-bentuk seni tradisi.
"Hal itu merupakan peluang yang diharapkan mampu menggeliatkan kesenian yang tergolek merana dewasa ini untuk berangsur-angsur menyapa fenomena kehidupan yang selama ini kesenian tradisi selalu terpinggirkan," ujarnya.
Kenyataan selama ini di lapangan, sering wajah kusut dan aroma kesenian tradisi setelah direkonstruksi kembali segar dan wangi sekejap saat pementasan.
Hasil rekonstruksi sebuah kesenian langka yang diuji coba dalam pementasan, seusai dipertontonankan, umumnya kembali lunglai, akibat kontekstualisasi hasil rekonstruksi sebuah kesenian dengan komunitas pendukungnya tidak terjalin, tutur Kadek Suartaya.(*)