"Cukup mengesankan, jadi dengan Janger massal kita melihat visi yang baru tentang Janger," kata pengamat seni Dr I Nyoman Astita MA di sela-sela pementasan Janger massal tersebut di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Denpasar, Minggu malam.
Pementasan Janger massal Sanggar Ratu Kinasih dari Nusa Lembongan dan Sanggar Kekeran Budaya, Denpasar itu berhasil menghipnotis penonton.
Sanggar Ratu Kinasih mempersembahkan Janger bertajuk Tari Janger Indonesia Indah yang menceritakan sebuah cara untuk tetap mempersatukan bangsa dengan diselingi gending-gending bertemakan cinta Tanah Air. Sebanyak 200 orang penari terlibat dalam pementasan ini.
Sedangkan Sanggar Kekeran Budaya, Denpasar Selatan memadukan Janger dengan dolanan (permainan tradisional), yang bertajuk Kedis Sangsiah.
Menurut Astita, secara umum pementasannya sudah tertata dengan baik. Tetapi yang perlu dikritisi, yakni memasukkan unsur bondres (lelucon) karena bondres sering "mencuri" panggung.
Dia berpandangan penampilan bondres biasanya kurang menyatu dengan alur Janger dan juga alur cerita. "Ini perlu hati-hati kalau kita berkolaborasi dengan bondres, apalagi tidak disutradarai dengan baik. Hal ini karena penampilan bondres selalu menjadi sub dari alur pementasan tetapi dia terlalu dominan," ujarnya.
Dominasi itu terjadi, pertama karena egoismenya bondres. Yang kedua karena dia tidak mau luluh dengan alur Janger yang ada. "Jadi, di sini kita kelihatan tidak menata dengan baik," ucapnya.
Menurut Astita, saat pembinaan mereka tidak menampilkan bagian bondres, sehingga tim pembinaan tidak dapat memberikan arahan.
Kalau pementasan bukan di Ardha Candra dan acara sejenis Nawanatya, pementasan itu dinilainya baik-baik saja karena masyarakat juga menikmati. Tetapi secara alur pementasan itu perlu ada batasan-batasan supaya masing-masing dari unsur pementasan itu menyatu.
Meskipun dinilai mempersembahkan janger dengan maksimal, namun selaku pengempu Sanggar Ratu Kinasih IAA Yuliaswathi Manuaba menuturkan sanggarnya tak hanya bergerak pada tari janger saja. "Tidak khusus Janger, kami juga bergerak di tari sakral topeng, tari kekebyaran dan lainnya," ucapnya.
Ia menuturkan untuk Janger sendiri, sanggar yang berdomisili di Nusa Lembongan, Klungkung ini pun telah empat tahun bergelut dalam jejangeran.
Penampil kedua, yakni Sanggar Kekeran Budaya, Denpasar Selatar. Putu Vinka Paramaditya dari Sanggar Kekeran Budaya sengaja memadukan dengan dolanan agar anak-anak yang tampil dapat menikmati pementasan dan lebih akrab dengan penonton," ucapnya.
Dirinya yang turut melatih anak-anak Sanggar Kekeran Budaya pun merasa bahagia, akhirnya anak didiknya dapat menampilkan janger yang maksimal. "Senang lihat anak-anak tampil, sebab ini bagian dari pelestarian budaya dan mereka sudah menjadi kader pelestari khususnya dalam jejangeran," ujarnya. (WDY)