Denpasar (Antaranews Bali) - Garapan seni bertajuk "Langoning Idep" persembahan Rumah Budaya Penggak Men Mersi yang berkolaborasi dengan Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar, menutup Pentas Seni Bali Mandara Nawanatya yang telah berlangsung sejak Maret 2018.
"Gagasan karya ini adalah ingin mewujudkan sebuah garapan seni yang tidak hanya berfungsi untuk memahami seni dalam konteks sains dan estetika semata, melainkan juga diharapkan dapat naik ke level kesadaran dan kebijaksanaan," kata Kelian (ketua) Penggak Men Mersi, Kadek Wahyudita, disela-sela pentas garapan tersebut, di Taman Budaya, Denpasar, Sabtu malam.
Artinya, lanjut Wahyudita, pemahaman yang ingin disampaikan oleh Penggak Men Mersi dan grup Gamelan Singapraga dalam pementasan Langoning Idep ini adalah seni tidak hanya berfungsi sebagai alat pemenuhan rasa estetis manusia semata.
"Tetapi, di tengah dunia yang sedang karut marut ini, seni juga dapat difungsikan lebih mulia daripada itu. Seni dapat dijadikan sebagai media pengaduan kepada Sang Maha Pencipta," ujarnya.
Wahyudita yang juga pengamat seni itupun berharap segala sesuatu tentang kekaryaan seni musik Bali saat ini agar terus berkembang dan melahirkan hal -hal baru untuk diwacanakan.
"Semoga dalam perhelatan di masa mendatang, akan tumbuh generasi seniman muda Bali yang melahirkan kekaryaan yang tiada henti untuk dipertontonkan," ucap Wahyudita.
Garapan apik "Langoning Idep" dengan durasi sekitar 45 menit itu melibatkan puluhan penabuh dan seniman tari dari Penggak Men Mersi berkolaborasi dengan jajaran Fakultas Pendidikan Agama dan Seni Universitas Hindu Indonesia, Denpasar. Sebagai penata tabuh ( komposer) I Wayan (Pacet) Sudiarsa, konseptor Kadek Wahyudita, dalang I Gede Anom Ranuara, dan pimpinan produksi Dwi Puri Sukmawati.
Penata musik I Wayan Pacet Sudiarsa mengatakan konsep untuk tata musik pengiring dan lantunan nada-nada semesta (ding dong deng dung dang) dari Gamelan Singapraga, terpadu dengan syair-syair mistis, yang selanjutnya diungkap menjadi lima bagian (struktur) karya.
"Ada lima garapan yang terstruktur yaitu Prana Yuga, Genta Hrdaya, Budhi Satyam, Prabha Semara, dan Prabhawa Buwana. Karya kolaborasi ini dibingkai oleh alunan tabuh Gamelan Singapraga," ucap Wayan Pacet yang juga dosen Unhi Denpasar ini.
Gamelan Singapraga, tambah dia, merupakan sebuah wujud gamelan baru yang terinspirasi dari Gamelan Selonding dan Gamelan Gong Luang.
Dalam konteks garapan ini, Gamelan Singapraga digarap dengan konsep musik membangun kesadaran. Lewat konsep inilah diharapkan akan terjadi pencarian pola garap yang mampu bermain di tingkat frekuensi sehingga dapat berpengaruh terhadap gelombang otak.
Frekuensi yang dimaksud adalah pergerakan dari gelombang Gamma (25 hz-40hz) menuju gelombang Alpha (8hz-12hz) dan berakhir di gelombang Theta (4hz-8hz). (ed)