Singaraja (Antaranews Bali) - Kabupaten Buleleng, Bali menduduki peringkat pertama sebagai daerah penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri tahun 2018 untuk tingkat Provinsi Bali.
"Hal itu, terlihat di tahun 2017 sudah ada 984 orang menjadi TKI dan angka itu diprediksi meningkat tahun 2018 seiring dengan minat masyarakat Buleleng yang tinggi untuk bekerja ke luar negeri, baik di kapal pesiar maupun spa," kata anggota DPR RI asal Kabupaten Buleleng, Tutik Kusuma Wardhani, di Singaraja, Minggu.
Dari jumlah tersebut, khusus untuk tenaga kesehatan, utamanya perawat masih sangat minim, padahal pasar kerja untuk tenaga kesehatan di luar negeri utamanya di Jepang, sangat besar.
Oleh karena itu, ia bersama Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melakukan Sosialisasi dan Edukasi tentang Literasi Keuangan bagi Calon Tenaga Kerja ke Jepang di aula STIKES Buleleng pada Sabtu (24/3).
Tutik Kusuma Wardhani mengatakan, sosialisasi ini dilakukan untuk memberi pemahaman kepada calon tenaga kerja, khususnya dari mahasiswa STIKES yang siap bekerja di luar negeri, meski modal masyarakat untuk bisa bekerja ke luar negeri masih minim.
"Kami libatkan OJK, karena OJK punya kewajiban, kan ada perbankan. Perbankan harus ada terobosan, ini yang saya sesalkan karena tidak ada terobosan ini," kata Tutik.
Sementara itu, Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Denpasar, Ilham Ahmad mengatakan untuk di Buleleng rata-rata ada 600 calon tenaga kerja ke luar negeri.
Namun, ia mengaku masih mencoba untuk menyosialisasikan TKI bidang kesehatan ini kepada masyarakat luas, karena pasar Singapura, Kuwait, Jepang, Thailand masih belum terisi kuotanya, padahal penawaran banyak sekali. Gaji kisaran dari Rp9 juta sampai dengan Rp13 juta.
Kendati begitu, masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh para TKI Buleleng di luar negeri. Hampir 80 persen yang bermasalah itu, menyangkut tentang dokumen yang belum lengkap dari desa TKI itu sendiri.
Menyikapi persoalan itu, Tutik kembali menegaskan, pihaknya selaku anggota DPR RI tentunya mempunyai peran untuk menjembatani setiap permasalahan TKI yang ada, untuk mencari solusi.
"Saya tanya Disnaker bahwa belum pernah ada sosialisasi, karena belum ada itu, tidak ada solusi. Saya berharap sosialisasi yang telah dilakukan ini membuat masyarakat bisa lebih memahami regulasi yang ada," katanya.
Hal terpenting, pemerintah daerah harus memberi kemudahan bagi masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri, tentu dengan syarat dan dokumen lengkap dan resmi. "Aturan yang berbelit itu harus dipangkas, buat kemudahan bagi masyarakat," jelas Tutik.
Sementara, Ketua STIKES Buleleng, Made Sundayana berharap agar BP3TKI bersama pemerintah daerah secara rutin menggelar sosialisasi untuk memberi pemahaman kepada calon TKI itu sendiri.
"Dulu akses belum ada, tetapi dengan ini mereka ada akses untuk mewujudkan mimpinya. Dengan begitu, ketika alumni tamat, mereka bisa bekerja bukan saja di daerah lokal melainkan ke luar negeri," kata Sunadayana. (ed)