Itulah konsep wisata ala Taman Nusa yang terletak di Desa Sidan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, yang berjarak tempuh sekitar satu jam ke arah timur dari Kota Denpasar.
Dengan lahan seluas 15 hektare, ada 60 lebih rumah adat dari seluruh penjuru Nusantara yang mayoritas sesuai dengan ukuran aslinya, kecuali Candi Borobudur yang bersifat miniatur tapi mirip.
Bahkan, saat memasuki gerbang Taman Nusa, maka yang tertangkap adalah suasana modern dengan petugas yang siap melayani pengunjung saat membeli tiket dengan menjawab pertanyaan pendek seputar Taman Nusa.
Ya, konsep modern namun dengan tetap mempertahankan citra alami terasa saat memasuki areal dalam Taman Nusa dengan jalan berpaving menuju aula, karena ada pemandangan sawah terasiring yang merupakan ciri khas pertanian di Bali.
Untuk itu, keluarga besar LKBN Antara Biro Bali saat melakukan "family gathering" di taman yang dibangun di "Bumi Seni" Gianyar itu (24/12) pun langsung menuju aula untuk mempererat keakraban sesama anak-anak dan orang tua karyawan LKBN Antara melalui berbagai permainan.
Baca Juga: Video Tentang ANTARA Biro Bali
Permainan yang disajikan pemandu sebelum berkeliling Taman Nusa antara lain lomba makan kerupuk, lari kelereng (berlari membawa kelereng dengan sendok di mulut sambil berjalan), lari dengan bakiak, dan sebagainya.
"Family gathering itu bermanfaat untuk menjalin silaturahim antarkaryawan, rekreasi keluarga, apalagi rutinitas jurnalis seringkali meninggalkan keluarga dengan waktu yang tidak menentu, sehingga muncul keakraban, saling memahami dan akhirnya saling mendukung," ucap Kepala Biro LKBN Antara Bali, Edy M Yakub.
Setelah "lomba keakraban" itu, pemandu wisata pun mengajak seluruh pengunjung untuk berpetualang guna menjelajahi budaya Nusantara dalam cuaca mendung yang menggelayut dan menaungi Taman Nusa.
"Petualangan" menjelajah Nusantara itu dimulai dengan memasuki gua yang ditata mengikuti "perjalanan" dari zaman batu (prasejarah) hingga masa perunggu, lalu keluar untuk bertemu "mahakarya" budaya Nusantara.
Selepas dari zaman prasejarah, pemandu wisata mengarahkan pengunjung ke miniatur Candi Borobudur yang batu untuk membuatnya didatangkan langsung dari Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
"Yang mengukir relief miniatur Candi Borobudur ini juga perajin dari daerah Muntilan, yang tidak jauh dari Candi Borobudur yang asli," kata pemandu wisata Taman Nusa, I Made Sumertayana.
Bila membandingkan Candi Borobudur yang asli dengan miniaturnya di Taman Nusa, maka hanya ukuran yang berbeda, sedangkan arsitektur, ukiran relief dan bahkan susunan batu dan stupa dibuat sangat mirip.
Halaman di depan miniatur candi itu juga relatif luas, sehingga dapat digunakan foto bersama untuk kenang-kenangan. Selain itu, pengunjung juga bisa naik ke tangga masuk candi untuk berswafoto.
Setelah mengitari candi terdapat tangga dan jalan menurun yang mengantarkan pengunjung ke puluhan rumah adat nusantara dari Papua hingga Aceh.
Rumah Adat Papua yang berjumlah tiga rumah itu dijaga 2-3 orang dari suku asli dari daerah tersebut, namun suku asli itu cukup ramah terhadap pengunjung yang ingin foto bersamanya.
Bahkan, mereka juga menawari pengunjung untuk memakai topi Papua dan senjata khas Papua untuk berswafoto, baik narsis maupun bersama suku asli Papua dari Asmat itu.
Hal yang sama juga dapat dilakukan pada sejumlah rumah adat yang ada, karena setiap rumah adat itu dijaga orang-orang yang memahami budaya dan tradisi yang ada.
Kegelisahan Budaya
Dari rumah adat Papua, susul menyusul berjajar rumah adat dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan hingga Jawa dan berakhir pada museum "mahakarya" bentuk lain.
Di dalam museum "mahakarya" bentuk lain itu antara lain ditampilkan baju khas dari berbagai daerah, seperti batik Jawa, batik Toraja, dan sebagainya.
Selain, seni pertunjukan, seperti wayang dalam berbagai bentuk, diantaranya wayang Jawa dan Betawi (wayang golek). Ada pula berbagai peninggalan sejarah, seperti perangko, koran/media, dan sebagainya.
"Objek wisata ini memang mengusung konsep pelestarian budaya Indonesia, yang menjadi kegelisahan dari pemilik taman ini, Santoso Senangsyah," kata General Manajer Taman Nusa I Nyoman Murjana.
Santoso adalah seorang pengusaha kebun sawit yang prihatin dan gelisah dengan budaya Indonesia yang mungkin saja bisa terlupakan atau dilupakan.
Pada tahun 2008, ia datang ke Bali untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali, yang akhirnya mengarahkan dirinya untuk merealisasikan cita-citanya dalam menyusun panorama perjalanan waktu Indonesia di Kabupaten Gianyar.
"Taman Nusa ini mulai dibuka untuk pengunjung Taman pada 10 Juli 2013. Tidak hanya berfungsi sebagai objek wisata, tapi juga semacam konservasi budaya Indonesia," tutur Murjana yang akrab disapa Muri.
Fungsi konservasi tersebut membawa banyak akademisi untuk melakukan riset di Taman Nusa dengan pendamping yang disiapkan untuk menjelaskan dengan fasih satu persatu bangunan budaya yang ada di lokasi tersebut dalam berbagai bahasa.
"Selain mahasiswa, pelajar setingkat SMA juga sering datang ke tempat ini, baik dari sini maupun luar Bali. Untuk pelajar kami berikan harga khusus tiket masuk dengan paket edukasi, karena tujuan kami memang untuk meningkatkan kepedulian terhadap pelestarian budaya Indonesia," paparnya.
Menyusuri Taman Nusa sekitar dua jam memang membuat kaki terasa pegal, namun rumah-rumah adat Nusantara yang berjajar dari awal hingga akhir perjalanan, membuat langkah enggan berhenti.
Apalagi, jalan berpaving, tanaman perdu, bambu, dan pepohonan rindang disela-sela rumah adat Nusantara adalah suasana teduh tambahan, yang turut mengurangi rasa lelah berkeliling Taman Nusa.
Selain itu, pengunjung yang membutuhkan air minum atau sekadar makanan ringan, pengelola menyedikan kafetaria di beberapa titik dengan konsep yang juga alami dan modern juga ada.
Tidak hanya itu, penjelasan Sumertayana (pemandu wisata) yang gamblang tentang rumah adat, yang beberapa diantaranya didatangkan langsung dari daerah asal dengan bahan konstruksi kayu yang sudah berusia ratusan tahun itu semakin membuat kagum wisatawan.
Ya, mereka kagum dengan kecerdasan nenek moyang bangsa ini dalam membangun budaya lewat rumah adat yang tak lekang dimakan waktu.
"Empat rumah adat didatangkan langsung dari daerah asal yaitu Toraja di Pulau Sulawesi, Mamasa di Provinsi Sulawesi Barat, rumah gadang dari Pulau Sumatera dan pilar rumah joglo dari Provinsi Jawa Tengah," ungkap Sumertayana.
Tidak hanya rumah adat dengan arsitektur yang mengagumkan tersebut, namun pengelola Taman Nusa juga menempatkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan masing-masing daerah di Indonesia mulai dari seni musik, anyaman, tenun hingga kerajinan lain dan diakhiri dengan museum "mahakarya" Nusantara itu.
Tak salah bila salah seorang pengunjung yang juga seorang guru, Alfina Laila, mengaku sangat tertarik untuk suatu saat membawa murid-muridnya ke Taman Nusa guna mengenal keragaman budaya Nusantara.
"Dengan datang kesini kebesaran dan keragaman budaya Indonesia bisa dilihat, sebuah pengetahuan yang sangat penting untuk membangun mental generasi muda Nusantara," kata salah seorang isteri karyawan LKBN Antara Biro Bali itu. (*)
Video oleh Edy M. Ya'kub