Denpasar (Antara Bali) - Sanggar tari dan tabuh Ardhanareswari membangkitkan seni Palegongan klasik dengan menampilkan hasil rekonstruksi cerita Calonarang dalam ajang Pesta Kesenian Bali ke-39, di Taman Budaya Denpasar, Jumat.
"Legong Calonarang ini sekitar 1950-an pernah ada orang menggarap, namun tidak berlanjut," kata Ketua Sanggar Tari dan Tabuh Ardhanareswari I Gusti Made Agus Wira Aditama, di sela-sela pementasan tersebut.
Menurut dia, oleh karena Legong Calonarang itu dulu pernah ada, dan maestro Ni Ketut Arini masih ingat beberapa penokohannya, sehingga sanggarnya berusaha untuk merekonstruksi kembali dalam waktu sekitar tujuh bulan.
"Lewat pementasan ini, kami juga berusaha mengemas kesenian Calonarang semenarik mungkin tanpa meninggalkan pakem-pakem yang ada, supaya para seniman dapat kembali tertarik dengan kesenian klasik ini," ujar Wira.
Pihaknya merekonstruksi Palegongan klasik yang pernah ada agar jangan sampai hilang akibat kurangnya minat seniman untuk menarikannya.
Semua karakter tokoh dalam cerita Calonarang, ujar dia, tetap ditampilkan, hanya saja yang membedakan tariannya diubah dengan format Legong. Pakem-pakem dari Calonarang tidak ditinggalkan.
Legong Calonarang yang dipentaskan di Kalangan (panggung) Ayodya, Taman Budaya Denpasar, kesemuanya ditarikan oleh seniman laki-laki, namun dengan riasan seperti Legong pada umumnya yang dibawakan oleh penari perempuan. Ada 14 penari yang dilibatkan untuk membawakan kisah cerita Legong Calonarang.
Dalam pementasan ini, penari dari Sanggar Ardhanareswari membawakan Palegongan Calonarang dengan judul "Rarung Duta". Singkatnya menceritakan tokoh Ni Rarung yang diutus oleh ratu sakti mandraguna dari Kerajaan Dirah bergelar Walu Nateng Dirah untuk membalas dendam pada Kerajaan Kediri. Ni Rarung adalah murid kesayangan Walu Nateng Dirah yang tidak kalah saktinya.
Walu Nateng Dirah marah karena ada yang menyebar fitnah dari Kerajaan Kediri yang mengatakan bahwa dirinya mempelajari ilmu hitam, membunuh orang-orang tak berdosa, dan menyebarkan penyakit. Akibat fitnah ini membuat putrinya yang bernama Ratna Manggali tidak ada yang melamar, padahal sang putri sangat cantik bagaikan bidadari.
Ni Rarung dan murid-murid Walu Nateng Dirah membalas dendam ke Kerajaan Kediri dengan cara menebar penyakit, setan bergentayangan dan banyak warga meninggal. Akhirnya dari pihak Kerajaan Kediri mengutus Patih Madri untuk menyelidiki teror tersebut.
Dalam perjalanan Patih Madri bertemu dengan seorang wanita yang mengaku bidadari, yang tidak lain adalah Ni Rarung yang menyamar. Terjadilah pertempuran antara Ni Rarung dan Patih Madri, Ni Rarung berubah menjadi burung garuda dan mematuk Patih Madri. (WDY)