Jakarta (Antara Bali) - Greenpeace Indonesia menginginkan Presiden Joko
Widodo dapat mempertegas sikapnya untuk memperkuat konsensus bersama
para pemimpin global serta mempertegas komitmen nasional Indonesia untuk
mengatasi fenomena perubahan iklim.
"Kami sangat yakin bahwa memperkuat kerjasama global, regional dan
juga antar daerah merupakan cara terbaik untuk membela kepentingan warga
Indonesia dalam konteks mengatasi akar masalah perubahan iklim ini,"
kata Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak dalam rilis, Senin.
Menurut Leonard Simanjuntak, hal tersebut dapat dilakukan pemerintah
Republik Indonesia antara lain dengan meperpanjang dan memperkuat
moratorium ijin konsesi di kawasan hutan dan lahan gambut, memperkuat
moratorium ekspansi perkebunan sawit, menolak pembahasan RUU
Perkelapasawitan.
Selain itu, ujar dia, pemerintah dinilai perlu menghasilkan
kebijakan-kebijakan konkret, termasuk dalam bentuk paket ekonomi,
seperti untuk pengembangan secara masif energi baru dan terbarukan
menghentikan ekspansi penggunaan batubara dalam program elektrifikasi
35.000 megawatt (MW).
"Tegaskan kembali komitmen Indonesia untuk dengan cepat
mengimplementasikan Perjanjian Paris dan sasaran-sasaran Agenda 2030,
yang seluruhnya merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah
konflik, maupun ancaman-ancaman keamanan lainnya dan juga terjadinya
migrasi secara paksa," katanya.
Ia juga menginginkan pemerintah menyambut dan mendukung
peluang-peluang ekonomi dan lapangan kerja yang terbuka luas, yang
ditawarkan oleh proses dekarbonisasi sistem energi, serta bersedia untuk
meninjau kembali dan mempertajam sasaran-sasaran energi bersih dan
terbarukan yang ada di Indonesia.
Hal tersebut, lanjutnya, dapat dilakukan berdasarkan
terobosan-terobosan dan kecenderungan-kecenderungan terbaru pada ekonomi
riil, yang telah memungkinkan transisi yang jauh lebih cepat dari
energi fosil ke energi baru dan terbarukan.
"Ambil langkah-langkah kongkrit untuk memastikan regulasi sektor
keuangan juga konsisten dengan sasaran-sasaran Perjanjian Paris, dan
memastikan pemenuhan komitmen-komitmen G20 yang disepakati di Pittsburgh
pada Oktober 2009, dan menyepakati sebuah kerangka waktu untuk
sepenuhnya mengakhiri subsidi bahan bakar fosil pada tahun 2020,"
paparnya.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) menggencarkan pencarian energi baru
terbarukan (EBT) sebagai pengganti fosil.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
(Dirjen EBTKE), Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan ketersediaan
bahan bakar fosil saat ini semakin menipis salah satunya karena
tingginya pemakaian BBM untuk transportasi.
"Di sisi lain, bahan bakar merupakan salah satu elemen yang
menggerakkan industri transportasi dan industri lainnya. Oleh karena
itu, saat ini pemerintah menggencarkan upaya untuk mencari energi baru
terbarukan yang diharapkan bisa menggantikan bahan bakar fosil sekaligus
mendorong upaya-upaya konservasi energi tanpa menghambat kegiatan
industri dan ekonomi," katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan kerja sama internasional mutlak
dilaksanakan karena revolusi teknologi energi bersih merupakan
keniscayaan global, dan hubungan serta kepercayaan internasional secara
timbal balik di bidang energi menjadi hal yang tidak terelakkan lagi
bagi keberlangsungan ke depan. (WDY)
Greenpeace Ingin Presiden Jokowi Pertegas Komitmen Iklim
Senin, 26 Juni 2017 17:29 WIB