Jakarta (Antara Bali) - Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan,
wacana PT Freeport Indonesia mengajukan persoalan kontrak ke arbitrase
merupakan hak.
"Namun pemerintah berharap tidak berhadapan dengan siapapun secara
hukum, karena apapun hasilnya, dampak yang ditimbulkan akan kurang baik
dalam sebuah relasi kemitraan," katanya dalam pernyataan di Jakarta,
Sabtu.
Menurut dia, langkah arbitrase tersebut jauh lebih baik daripada
selalu menggunakan isu pemecatan pegawai sebagai alat menekan
pemerintah.
"Korporasi global selalu memperlakukan karyawan sebagai aset yang
paling berharga dan bukan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan
semata," ujarnya.
Jonan mengatakan, pemerintah telah dan akan terus berupaya maksimal
mendukung semua investasi di Indonesia baik asing maupun dalam negeri.
Dalam hal pertambangan mineral logam, pemerintah tetap berpegangan
pada UU Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
Saat ini, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) telah menyetujui
perubahan kontrak karya (KK) menjadi IUPK dan mendapatkan rekomendasi
ekspor. Namun Freeport menolak perubahan KK menjadi IUPK.
Padahal, sesuai hasil pembahasan yang melibatkan Kementerian ESDM,
Kementerian Keuangan dan Freeport, pemerintah telah memberikan hak yang
sama di dalam IUPK setara dengan yang tercantum di dalam KK selama masa
transisi perundingan stabilitas investasi dan perpajakan dalam enam
bulan sejak IUPK diterbitkan.
"Namun Freeport menyatakan tetap menolak IUPK dan menuntut KK tetap berlaku," katanya.
Menurut Jonan, Freeport telah mengajukan rekomendasi ekspor dan disetujui pemerintah.
Meski, menurut informasi yang beredar, Freeport juga menolak rekomendasi ekspor tersebut.
"Saya berharap kabar tersebut tidak benar karena pemerintah
mendorong Freeport agar tetap melanjutkan usahanya dengan baik, sambil
merundingkan persyaratan-persyaratan stabilisasi investasi, termasuk
perpanjangan izin, yang akan dikoordinasikan Ditjen Minerba Kementerian
ESDM, Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu dan BKPM," katanya.
Jonan juga berharap Freeport tidak alergi dengan divestasi hingga 51
persen sesuai tercantum dalam KK pertama antara Freeport dan Pemerintah
Indonesia dan juga ditegaskan dalam PP Nomor 1/2017.
Memang, kata Jonan, ada perubahan ketentuan divestasi menjadi 30 persen karena alasan pertambangan bawah tanah.
"Namun divestasi 51 persen adalah aspirasi rakyat Indonesia yang
ditegaskan Bapak Presiden agar Freeport dapat bermitra dengan pemerintah
sehingga jaminan kelangsungan usaha dapat berjalan dengan baik dan
rakyat Indonesia serta Papua khususnya juga ikut menikmati sebagai
pemilik tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia," ujarnya. (WDY)
Menteri ESDM: Hak Freeport Ajukan Arbitrase
Minggu, 19 Februari 2017 10:25 WIB