Jakarta (Antara Bali) - KPK meyakini dapat menjerat korporasi, yang
melakukan tindak pidana korupsi, dengan menggunakan Peraturan Mahkamah
Agung (Perma) No 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara
Tindak Pidana oleh Korporasi.
"Kami kan tidak bisa menyebut target korporasi siapa, tidak bisa,
tapi yang jelas kami akan evaluasi sebetulnya kalau korporasi
undang-undangnya itu memungkinkan siapa pun orangnya termasuk korporasi
jadi bisa (dipidana). Perma itu tidak membatasi kapan kejadiannya karena
UU sudah menegaskan barang siapa artinya termasuk korporasi dan
pengurusnya. Kalau kami mau menuntut keterlibatan korporasi tahun 2015
juga bisa saja," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata seusai
konferensi pers "Capaian Kinerja KPK 2016" di gedung KPK Jakarta, Senin.
Pada 29 Desember 2016, MA menerbitkan Perma 13/2016 berisi pedoman
yang jelas dan tegas bagi penegak hukum dalam penanganan kejahatan
korporasi.
"Nanti akan kami evaluasi, masing-masing korporasi apa, (termasuk BUMN karya), itu juga tidak ada alasan," tegas Alexander.
Namun Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengakui bahwa menjerat BUMN
sedikit sulit terkait perhitungan kerugian keuangan negara.
"Tetapi untuk BUMN itu memang agak susah karena alibinya tricky
karena itu kan kerugian keuangan negara tetapi diterima oleh BUMN. BUMN
ini kan adalah bagian dari negara. Jadi, itu agak tricky kalau kami
mengambil dendanya. Jadi seperti mengambil dari kantong kanan masuk ke
kantong kiri," kata Laode.
Meski demikian, Laode meyakini bahwa individu-individu di dalam
BUMN ikut menikmati keuntungan dari saat melakukan tindak pidana korupsi
menggunakan nama BUMN.
"Sebenarnya kalau yang masuk ke BUMN itu saya yakin dinikmati oleh
individu-individu BUMN itu sendiri, bukan dari BUMN-nya. Saya yakin
seperti itu. Tetapi kalau pure korporasi itu coba kita cari, tetapi
sekarang itu kita ada patokannya supaya KPK lebih gampang bekerja,"
tambah Laode.
Meski demikian, Laode juga enggan menyampaikan apa saja korporasi yang sudah masuk dalam radar KPK.
"Yah tidak bisa kita bicara ini perusahaan yang mana, tetapi yah
kalau mereka melakukan tindak pidana korupsi kita akan tindak," ungkap
Laode singkat.
Perma No 13 tahun 2016 itu mengindentifkasi kesalahan korporasi
baik berbentuk kesengajaan maupun karena kelalaian yaitu Pertama,
apabila kejahatan dilakukan untuk memberikan manfaat atau keuntungan
maupun untuk kepentingan korporasi. Kedua, apabila korporasi membiarkan
terjadinya tindak pidana. Ketiga, apabila korporasi tidak melakukan
langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan termasuk
mencegah dampak yang lebih besar setelah terjadinya tindak pidana.
Bila penegak hukum menemukan bukti bahwa pemegang saham, atau
anggota direksi atau komisaris bahkan pegawai rendahan sekalipun
melakukan tindak pidana untuk kepentingan korporasi dan korporasi
menerima keuntungan dari tindakan tersebut maka dapat diindikasikan
korporasi telah melakukan tindak pidana.
Dalam Perma juga ditentukan penyesuaian identitas korporasi dalam
surat panggilan, surat dakwaan dan surat putusan terhadap korporasi,
sehingga proses penanganan korporasi lebih memberikan kepastian hukum.
Selanjutnya, aset korporasi yang digunakan sebagai alat atau dari hasil
kejahatan juga dapat segera dijual melalui lelang meskipun belum ada
putusan pengadilan.
Ketentuan ini tidak saja menguntungkan Penyidik atau jaksa penuntut
umum dalam mengelola barang sitaan namun juga menyelematkan tersangka
atau terdakwa dari risiko kerugian karena penurunan nilai ekonomis dari
barang yang digunakan sebagai jaminan pembayaran pidana denda atau uang
pengganti. (WDY)
KPK Yakin Jerat Korporasi Gunakan Perma
Selasa, 10 Januari 2017 9:49 WIB