Jakarta (Antara Bali) - Bank Indonesia menyebutkan pencetakan 11 pecahan uang rupiah baru tahun emisi 2016 sesuai dengan kebutuhan uang tunai dan layak edar di masyarakat, dan peredarannya menggantikan jumlah uang tunai yang ditarik.
"Dengan begitu pencetakan rupiah tidak menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat. Jumlah uang yang beredar di masyarakat tetap terjaga sesuai kebutuhan," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam siaran pers di Jakarta, Kamis malam.
Tirta mengatakan BI harus memastikan kebutuhan uang tunai setiap waktu dapat tersedia dalam jumlah yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar.
Jika ada pencetakan uang rupiah, termasuk uang rupiah baru tahun emisi 2016, hal itu untuk menggantikan uang tidak layak edar yang akan ditarik dari masyarakat.
"BI juga mengawasi bahwa jumlah uang yang ditarik dan dimusnahkan dari waktu ke waktu tidak pernah lebih dari yang dicetak dan diedarkan ke masyarakat," ujarnya.
Adapun proses pencetakan, peredaran dan penarikannya, Tirta menjamin, mekanisme tersebut dilakukan oleh BI, bukan oleh pihak lain yang melanggar ketentuan hukum.
Begitu juga dengan pencetakan 11 pecahan uang rupiah baru. Sesuai Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, BI menunjuk Badan Usaha Milik Negara yaitu Perum Peruri untuk mencetak seluruh uang tersebut.
"Prosesnya, BI menyerahkan bahan uang kepada Perum Peruri dalam jumlah tertentu. Perum Peruri kemudian melaksanakan pencetakan uang dan menyerahkannya kembali ke BI, dengan jumlah sesuai dengan bahan uang yang diserahkan oleh BI. Dalam proses ini, dilaksanakan pula verifikasi atau penghitungan ulang oleh BI," jelas Tirta.
Tirta mengatakan pengelolaan uang rupiah dilaporkan BI setiap tiga bulan kepada DPR. Badan Pemeriksa Keuangan juga mengaudit BI dua kali dalam setahun, yakni audit umum dan audit terkait pengelolaan uang. (WDY)