Tabanan (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengirimkan bantuan untuk pasangan tunanetra Wayan Wena (38) dan Ni Nyoman Namiasih (38) asal Desa Buwit, Kabupaten Tabanan.
"Kami menyerahkan bantuan sementara berupa sejumlah uang tunai dari Gubernur Bali. Sedangkan, untuk bantuan selanjutnya akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan instansi terkait," kata Kepala Sub Bagian Publikasi Media Elektronik Biro Humas Setda Provinsi Bali Ketut Yadnya Winarta di sela-sela menyerahkan bantuan tersebut, di Tabanan, Jumat.
Menurut Yadnya, lewat tindakan responsif ini diharapkan menggugah kepedulian masyarakat terhadap sesama yang membutuhkan.
Pada saat ditemui, Nyoman Namiasih menceritakan bahwa dirinya dan sang suami memang tidak bisa melihat sejak kecil, dan jalinan hubungan mereka dimulai sejak mereka mengikuti kursus di Panti Sosial Bina Netra Mahatmia beberapa tahun silam yang selanjutnya mengantarkan mereka menjadi sepasang suami istri.
Ia mengakui bahwa kehidupan mereka serba kekurangan, saat ini dirinya masih tinggal bersama mertua (I Ketut Mendra dan Ni Nyoman Senking).
Untuk kehidupan sehari-hari, pemenuhan kebutuhan diperoleh dari menjual porosan (perlengkapan upacara-red), yang hasilnya sekitar Rp50.000, hanya mampu memenuhi kebutuhan makan dan minum.
Namiasih menambahkan dengan berbekal tongkat, ia dan suami rela berjalan kaki menyusuri jalan sekitar rumah hingga sampai beberapa ruas jalan di Tabanan untuk mendapatkan pembeli porosan.
"Saya dan suami menjual porosan dengan berjalan kaki menyusuri jalan di sekitar rumah, kadang-kadang sampai di Canggu, Kabupaten Badung untuk mencari pembeli, dagangan kami kadang laku dan kadang juga tidak laku," katanya.
Namiasih juga menceritakan bahwa pada 2014, ia telah melahirkan seorang anak perempuan bernama Ni Luh Wina Lestari dengan kondisi normal, namun ketika sang anak baru berumur 1,5 bulan mengalami sesak nafas yang kemudian tidak dapat tertolong kerena penanganan medis yang lambat.
Pasangan ini berharap dapat membangun panti pijat, karena dia dan suaminya memiliki keahlian dalam memijat.
Dia berharap, pemerintah dapat membantunya mewujudkan keinginan tersebut sehingga ia dan suaminya tidak perlu lagi berjalan kaki menyusuri jalanan kota dengan risiko tinggi.
"Saya tidak meminta suatu hal yang lebih kepada pemerintah, saya hanya ingin dibantu untuk membangun panti pijat agar saya dan suami bisa mendapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Sementara itu, Tim Biro Humas yang didampingi oleh Perbekel Desa Buwit I Wayan Pugeh, membenarkan bahwa kedua pasangan tersebut masuk ke dalam Rumah Tangga Miskin (RTM).
Selama ini, dari pihak Pemkab Tabanan maupun pihak desa telah menyalurkan bantuan beras miskin serta memfasilitasi dalam pengurusan kartu Jaminan Kesehatan Bali Mandara.
Pugeh berharap pemerintah kabupaten maupun provinsi dapat mendukung agar kehidupan mereka menjadi lebih baik.
Dia mengatakan, selain pasangan Wayan Werna, di Desa Buwit sendiri masih terdapat RTM yang berjumlah 197 KK dari 639 KK yang ada di desa tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kami menyerahkan bantuan sementara berupa sejumlah uang tunai dari Gubernur Bali. Sedangkan, untuk bantuan selanjutnya akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan instansi terkait," kata Kepala Sub Bagian Publikasi Media Elektronik Biro Humas Setda Provinsi Bali Ketut Yadnya Winarta di sela-sela menyerahkan bantuan tersebut, di Tabanan, Jumat.
Menurut Yadnya, lewat tindakan responsif ini diharapkan menggugah kepedulian masyarakat terhadap sesama yang membutuhkan.
Pada saat ditemui, Nyoman Namiasih menceritakan bahwa dirinya dan sang suami memang tidak bisa melihat sejak kecil, dan jalinan hubungan mereka dimulai sejak mereka mengikuti kursus di Panti Sosial Bina Netra Mahatmia beberapa tahun silam yang selanjutnya mengantarkan mereka menjadi sepasang suami istri.
Ia mengakui bahwa kehidupan mereka serba kekurangan, saat ini dirinya masih tinggal bersama mertua (I Ketut Mendra dan Ni Nyoman Senking).
Untuk kehidupan sehari-hari, pemenuhan kebutuhan diperoleh dari menjual porosan (perlengkapan upacara-red), yang hasilnya sekitar Rp50.000, hanya mampu memenuhi kebutuhan makan dan minum.
Namiasih menambahkan dengan berbekal tongkat, ia dan suami rela berjalan kaki menyusuri jalan sekitar rumah hingga sampai beberapa ruas jalan di Tabanan untuk mendapatkan pembeli porosan.
"Saya dan suami menjual porosan dengan berjalan kaki menyusuri jalan di sekitar rumah, kadang-kadang sampai di Canggu, Kabupaten Badung untuk mencari pembeli, dagangan kami kadang laku dan kadang juga tidak laku," katanya.
Namiasih juga menceritakan bahwa pada 2014, ia telah melahirkan seorang anak perempuan bernama Ni Luh Wina Lestari dengan kondisi normal, namun ketika sang anak baru berumur 1,5 bulan mengalami sesak nafas yang kemudian tidak dapat tertolong kerena penanganan medis yang lambat.
Pasangan ini berharap dapat membangun panti pijat, karena dia dan suaminya memiliki keahlian dalam memijat.
Dia berharap, pemerintah dapat membantunya mewujudkan keinginan tersebut sehingga ia dan suaminya tidak perlu lagi berjalan kaki menyusuri jalanan kota dengan risiko tinggi.
"Saya tidak meminta suatu hal yang lebih kepada pemerintah, saya hanya ingin dibantu untuk membangun panti pijat agar saya dan suami bisa mendapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Sementara itu, Tim Biro Humas yang didampingi oleh Perbekel Desa Buwit I Wayan Pugeh, membenarkan bahwa kedua pasangan tersebut masuk ke dalam Rumah Tangga Miskin (RTM).
Selama ini, dari pihak Pemkab Tabanan maupun pihak desa telah menyalurkan bantuan beras miskin serta memfasilitasi dalam pengurusan kartu Jaminan Kesehatan Bali Mandara.
Pugeh berharap pemerintah kabupaten maupun provinsi dapat mendukung agar kehidupan mereka menjadi lebih baik.
Dia mengatakan, selain pasangan Wayan Werna, di Desa Buwit sendiri masih terdapat RTM yang berjumlah 197 KK dari 639 KK yang ada di desa tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016