Jakarta (Antara Bali) - Koordinator nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menyatakan kekuatan anggaran yang disediakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk merekrut verifikator menjadi kunci keberhasilan proses verifikasi faktual dalam Pilkada 2017.
"Semakin besar jumlah dukungan, semakin dibutuhkan tenaga verifikator tambahan. Seberapa banyak tenaga verifikator yang direkrut oleh KPU akan sangat menentukan validitas dukungan calon perseorangan," ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Pendapat tersebut didasarkan pada fakta bahwa daerah berpenduduk padat dengan jumlah desa atau kelurahan yang sedikit, verifikasi faktual dihadapkan pada jumlah dukungan yang signifikan.
Sedangkan daerah berpenduduk sedikit dengan jumlah desa atau kelurahan yang banyak, verifikasi faktual dihadapkan pada kekuatan daya jangkau untuk menemui pendukung yang diwajibkan bertemu langsung.
Dengan mengambil data dari 31 provinsi di Indonesia selain Aceh, DIY, dan Kalimantan Utara, JPRR memperkirakan jumlah dokumen yang harus diverifikasi faktual di setiap desa atau kelurahan tidak lebih dari 400 dukungan.
Jika di DKI Jakarta tercatat per kelurahan rata-rata 2.000 dukungan, maka provinsi yang paling mendekati Jakarta yakni Banten dengan 386 dukungan, Jawa Barat dengan 360 dukungan, Bali dengan 349 dukungan, dan Kepulauan Riau dengan 328 dukungan.
Sementara provinsi dengan jumlah dokumen paling sedikit untuk diverifikasi faktual yaitu Nusa Tenggara Timur dengan 83 dukungan, Maluku Utara dengan 75 dukungan, Papua dengan 57 dukungan, dan Papua Barat dengan 46 dukungan.
Ketentuan verifikasi faktual bagi pendukung calon perseorangan diatur dalam Pasal 48 UU Pilkada dimana proses tersebut dilakukan oleh panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat desa atau kelurahan selama 14 hari melalui metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung.
Terhadap pendukung yang tidak dapat ditemui, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan yang bersangkutan di kantor PPS paling lambat tiga hari. Jika tetap tidak dapat menghadirkan dalam kurun waktu tersebut, maka dukungannya dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Pasal ini ditelah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mendasarkan pada beban PPS di Jakarta dalam verifikasi faktual dimana setiap kelurahan rata-rata mendapatkan jatah 1.993 dukungan yang harus selesai dalam total 17 hari.
"Jadi apakah MK akan membatalkan pasal 48 tersebut? Kita tunggu saja," kata Masykurudin. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Semakin besar jumlah dukungan, semakin dibutuhkan tenaga verifikator tambahan. Seberapa banyak tenaga verifikator yang direkrut oleh KPU akan sangat menentukan validitas dukungan calon perseorangan," ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Pendapat tersebut didasarkan pada fakta bahwa daerah berpenduduk padat dengan jumlah desa atau kelurahan yang sedikit, verifikasi faktual dihadapkan pada jumlah dukungan yang signifikan.
Sedangkan daerah berpenduduk sedikit dengan jumlah desa atau kelurahan yang banyak, verifikasi faktual dihadapkan pada kekuatan daya jangkau untuk menemui pendukung yang diwajibkan bertemu langsung.
Dengan mengambil data dari 31 provinsi di Indonesia selain Aceh, DIY, dan Kalimantan Utara, JPRR memperkirakan jumlah dokumen yang harus diverifikasi faktual di setiap desa atau kelurahan tidak lebih dari 400 dukungan.
Jika di DKI Jakarta tercatat per kelurahan rata-rata 2.000 dukungan, maka provinsi yang paling mendekati Jakarta yakni Banten dengan 386 dukungan, Jawa Barat dengan 360 dukungan, Bali dengan 349 dukungan, dan Kepulauan Riau dengan 328 dukungan.
Sementara provinsi dengan jumlah dokumen paling sedikit untuk diverifikasi faktual yaitu Nusa Tenggara Timur dengan 83 dukungan, Maluku Utara dengan 75 dukungan, Papua dengan 57 dukungan, dan Papua Barat dengan 46 dukungan.
Ketentuan verifikasi faktual bagi pendukung calon perseorangan diatur dalam Pasal 48 UU Pilkada dimana proses tersebut dilakukan oleh panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat desa atau kelurahan selama 14 hari melalui metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung.
Terhadap pendukung yang tidak dapat ditemui, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan yang bersangkutan di kantor PPS paling lambat tiga hari. Jika tetap tidak dapat menghadirkan dalam kurun waktu tersebut, maka dukungannya dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Pasal ini ditelah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mendasarkan pada beban PPS di Jakarta dalam verifikasi faktual dimana setiap kelurahan rata-rata mendapatkan jatah 1.993 dukungan yang harus selesai dalam total 17 hari.
"Jadi apakah MK akan membatalkan pasal 48 tersebut? Kita tunggu saja," kata Masykurudin. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016