London (Antara Bali) - Indonesia dipandang sebagai mitra dunia yang berhasil dalam melakukan transformasi guna memperkuat regulasi dan penegakan hukum di bidang perlindungan hutan tropis serta pengakuan hak-hak masyarakat adat.
Hal itu tidak terlepas dari upaya koherensi kebijakan pada tingkat nasional, provinsi dan daerah serta kerja sama baik tingkat bilateral maupun internasional, kata Sekretaris Pertama/PF Ekonomi KBRI Oslo, Hartyo Harkomoyo kepada Antara London, Rabu.
Masalah tersebut mengemuka dalam salah satu tema pada Konferensi Oslo REDD Exchange 2016, perhelatan terbesar di dunia dalam pembahasan pengurangan emisi dari perusakan hutan (REDD+), yang sedang berlangsung di Oslo, Norwegia.
Dalam sambutannya, PM Norwegia, Erna Solberg yang membuka konferensi digelar selama dua hari itu mengingatkan kembali mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB yang menargetkan penghentian perusakan hutan pada tahun 2020 dan Persetujuan Iklim di Paris mencanangkan untuk membatasi kenaikan temperatur global di bawah 2°C. Untuk mencapai tujuan ini, kemitraan dari semua pemangku kepentingan sangat diperlukan, ujarnya.
PM Erna Solberg menyampaikan apresiasi kebijakan Presiden Joko Widodo dalam melakukan moratorium pemberian izin untuk usaha kehutanan dan lahan gambut.
Dubes RI untuk Norwegia, Yuwono A. Putranto yang menghadiri konferensi ini menjelaskan Oslo REDD Exchange 2016 dihadiri 500 delegasi yang terdiri dari para pembuat kebijakan dan praktisi di bidang REDD+ di seluruh dunia. Tercatat pula partisipasi di tingkat menteri dari sejumlah negara mitra REDD+.
Konferensi ini merupakan forum untuk saling bertukar pandangan, pengalaman dan gagasan ke depan mengenai langkah-langkah nyata mewujudkan sasaran penghentian deforestrasi dan target pembatasan kenaikan temperatur.
Lebih dari 60 wakil dari Indonesia menghadiri konferensi ini, yaitu dari Kementerian LHK, Badan Restorasi Gambut, Pemprov Sumsel, Kalbar, Kaltim, Papua Barat, KBRI Oslo, sektor swasta dan LSM.
Indonesia juga mengambil peran aktif dalam perhelatan akbar ini di antaranya Kepala Badan Restorasi Gambut, Nazir Foead, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK, Nur Masripatin dan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin serta Kepala Badan LH Kaltim, Riza Indra Riadi dan Tony Wenas, Kadin/Presiden Direktur APRIL.
Terdapat dua tema yang khusus membahas mengenai Indonesia, yaitu "Indonesia: Can business-as-usual deforestration be confronted and reserved" dan "Kalimantan, Indonesia: What are the prospects for transformational change in land-use".
Indonesia dan Norwegia memiliki kemitraan bilateral di bidang REDD+. Hubungan kedua negara di bidang kerja sama lingkungan hidup dan kehutanan mengalami peningkatan. Pada September tahun lalu Menteri LHK RI, Siti Nurbaya melakukan kunjungan kerja ke Norwegia.
Kunjungan itu dibalas oleh Menteri LH dan Iklim Norwegia Vidar Helgesen yang melawat ke Indonesia pada Februari 2016. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Hal itu tidak terlepas dari upaya koherensi kebijakan pada tingkat nasional, provinsi dan daerah serta kerja sama baik tingkat bilateral maupun internasional, kata Sekretaris Pertama/PF Ekonomi KBRI Oslo, Hartyo Harkomoyo kepada Antara London, Rabu.
Masalah tersebut mengemuka dalam salah satu tema pada Konferensi Oslo REDD Exchange 2016, perhelatan terbesar di dunia dalam pembahasan pengurangan emisi dari perusakan hutan (REDD+), yang sedang berlangsung di Oslo, Norwegia.
Dalam sambutannya, PM Norwegia, Erna Solberg yang membuka konferensi digelar selama dua hari itu mengingatkan kembali mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB yang menargetkan penghentian perusakan hutan pada tahun 2020 dan Persetujuan Iklim di Paris mencanangkan untuk membatasi kenaikan temperatur global di bawah 2°C. Untuk mencapai tujuan ini, kemitraan dari semua pemangku kepentingan sangat diperlukan, ujarnya.
PM Erna Solberg menyampaikan apresiasi kebijakan Presiden Joko Widodo dalam melakukan moratorium pemberian izin untuk usaha kehutanan dan lahan gambut.
Dubes RI untuk Norwegia, Yuwono A. Putranto yang menghadiri konferensi ini menjelaskan Oslo REDD Exchange 2016 dihadiri 500 delegasi yang terdiri dari para pembuat kebijakan dan praktisi di bidang REDD+ di seluruh dunia. Tercatat pula partisipasi di tingkat menteri dari sejumlah negara mitra REDD+.
Konferensi ini merupakan forum untuk saling bertukar pandangan, pengalaman dan gagasan ke depan mengenai langkah-langkah nyata mewujudkan sasaran penghentian deforestrasi dan target pembatasan kenaikan temperatur.
Lebih dari 60 wakil dari Indonesia menghadiri konferensi ini, yaitu dari Kementerian LHK, Badan Restorasi Gambut, Pemprov Sumsel, Kalbar, Kaltim, Papua Barat, KBRI Oslo, sektor swasta dan LSM.
Indonesia juga mengambil peran aktif dalam perhelatan akbar ini di antaranya Kepala Badan Restorasi Gambut, Nazir Foead, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK, Nur Masripatin dan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin serta Kepala Badan LH Kaltim, Riza Indra Riadi dan Tony Wenas, Kadin/Presiden Direktur APRIL.
Terdapat dua tema yang khusus membahas mengenai Indonesia, yaitu "Indonesia: Can business-as-usual deforestration be confronted and reserved" dan "Kalimantan, Indonesia: What are the prospects for transformational change in land-use".
Indonesia dan Norwegia memiliki kemitraan bilateral di bidang REDD+. Hubungan kedua negara di bidang kerja sama lingkungan hidup dan kehutanan mengalami peningkatan. Pada September tahun lalu Menteri LHK RI, Siti Nurbaya melakukan kunjungan kerja ke Norwegia.
Kunjungan itu dibalas oleh Menteri LH dan Iklim Norwegia Vidar Helgesen yang melawat ke Indonesia pada Februari 2016. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016