Denpasar (Antara Bali) - Otoritas Jasa Keuangan mengimbau perbankan di Provinsi Bali untuk tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan selektif sebelum menyalurkan kredit khususnya di sektor yang dinilai mulai jenuh.

Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Zulmi di Denpasar, Sabtu, menjelaskan bahwa sektor yang mulai jenuh tersebut di antaranya properti (real estate) dan konstruksi.

"Kami imbau harus benar-benar selektif untuk menyalurkan (kredit) di sektor yang mulai jenuh," katanya.

Menurut dia, hal tersebut sebagai salah satu upaya menekan angka kredit tidak lancar atau "non-performing loan" (NPL).

Ia mengimbau apabila dari analisa kepada calon debitur ada indikasi spekulasi dan prospek usaha yang tidak bagus, maka perbankan berhak tidak mencairkan kredit.

Zulmi meminta kalangan perbankan, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat untuk memonitor perkembangan debitur yang sudah dibiayai.

"Kalau nasabah tidak mampu, (asetnya) ambil alih atau kalau ada prospek tetapi sekarang ada kendala bayar itu bisa direstrukturisasi," imbuhnya.

OJK mencatat realisasi kredit perbankan baik bank umum, bank syariah dan BPR pada triwulan pertama tahun 2016 mencapai Rp71,4 triliun atau melonjak 9,41 persen jika dibandingkan periode sama tahun 2015.

Sebagian besar kredit yang dikucurkan perbankan tersebut merupakan kredit modal kerja sebesar Rp28,7 triliun, konsumsi (Rp27,2 triliun) dan investasi (Rp15,5 triliun).

NPL bank umum dan BPR selama triwulan pertama 2016 tercatat mencapai 2,6 persen atau melonjak 1,04 persen jika dibandingkan periode sama tahun 2015 yang mencapai 1,56 persen.

Berdasarkan catatan OJK, NPL yang melonjak cukup drastis adalah di BPR mencapai 4,27 persen pada triwulan pertama 2016 atau naik dibandingkan posisi Desember 2015 yang mencapai 2,69 persen.

Penyumbang NPL tertinggi BPR itu di antaranya dari sektor jasa konstruksi dan properti atau real estate. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016