Denpasar (Antara Bali) - Anggota Panitia Khusus (Pansus) DPRD Bali untuk air bawah tanah, Wayan Rawan Atmaja, mengatakan, dalam waktu dekat akan melakukan inspeksi mendadak kepada kepemilikan restoran dan hotel yang mengambil air tersebut.
"Kami akan segera melakukan inspeksi mendadak atau sidak ke lapangan terhadap restoran, hotel dan perusahaan yang mengambil air bawah tanah itu," kata Rawan Atmaja di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, sidak ini bertujuan untuk mendapatkan jalan ke luar antara pemerintah dan pihak perusahaan yang selama ini masih terjadi tarik ulur untuk pengenaan tarif air bawah tanah.
"Pemerintah Provinsi Bali melalui peraturan gubernur menaikkan tarif pajak air bawah tanah sebesar 1.000 persen. Namun disisi lain, kalangan pengusaha merasa keberatan dengan kenaikkan tarif tersebut," katanya.
Dengan adanya permasalahan tersebut, kata dia, pihaknya berupaya mencarikan jalan keluar, sehingga pengenaan kenaikkan tarif hingga 1.000 persen sama-sama merasa diuntungkan.
"Pemprov Bali menaikkan tarif air bawah tanah hingga 1.000 persen bertujuan untuk menjaga keseimbangan ketersediaan air, namun di sisi lain perusahaan daerah air minum (PDAM) belum sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan air itu," katanya.
Dikatakan, sidak tersebut selain melakukan pengecekan lapangan jumlah sumur yang dimiliki hotel, restoran dan usaha lainnya, juga untuk mengecek sejauh mana pemanfaatan air bawah tanah oleh kalangan usaha.
Ia mengatakan, kalangan praktisi pariwisata sepakat dengan niat pemerintah untuk menaikkan pajak air bawah tanah. Tetapi di satu sisi, pemerintah juga belum bisa menyiapkan kebutuhan air bersih yang memenuhi kebutuhan pihak hotel atau restoran.
"Kebijakan menaikkan pajak ABT adalah untuk mencegah terjadinya penggunaan air secara sewenang-wenang atau berlebihan, tetapi di satu sisi pemerintah dalam hal ini PDAM belum mampu memenuhi kebutuhan air bersih untuk pihak hotel dan restoran. Inilah yang mestinya dicari solusinya," katanya.
Ditanya mengenai adanya indikasi hotel atau restoran memiliki jumlah sumur lebih dari jumlah yang dibolehkan sesuai aturan, Rawan Atmaja mengatakan, indikasi itu bisa saja ada, tetapi untuk kepastiannya harus melakukan pengecekan lapangan.
"Kesewenang-wenangan penggunaan air itu, misalnya penggunaan air bersih dari PDAM untuk menyiram tanaman. Saya tidak menuduh, tetapi bahwa indikasi hotel atau restoran memiliki jumlah sumur lebih dari satu bisa saja. Untuk kepastiannya akan kita cek ke lapangan," kata politisi Partai Golkar itu.
Dikatakan, dari data yang dimilikinya, di Bali ada sekitar 306 unit usaha penginapan yang masuk kategori losmen, hotel bintang satu, dua dan tiga sebanyak 36 unit serta hotel bintang empat dan lima sebanyak 31 unit.
"Ini belum termasuk restoran, usaha garmen dan usaha lainnya yang menggunakan ABT. Untuk sidak rumah makan dan usaha lainnya selain hotel, akan kita acak," ucapnya.
Rawan Atmaja mengatakan, jika penggunaan air secara sewenang- wenang selain berdampak terhadap menurunnya kapasitas air bawah tanah juga akan menyebabkan permukaan tanah turun seperti kondisi di DKI Jakarta.
"Misalnya di Jakarta. Di mana-mana dibuat sumur bor untuk air bawah tanah. Saat sumurnya kering, terjadi korosi, akibatnya permukaan tanah amblas. Inilah yang kita tidak inginkan terjadi di Pulau Dewata," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Kami akan segera melakukan inspeksi mendadak atau sidak ke lapangan terhadap restoran, hotel dan perusahaan yang mengambil air bawah tanah itu," kata Rawan Atmaja di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, sidak ini bertujuan untuk mendapatkan jalan ke luar antara pemerintah dan pihak perusahaan yang selama ini masih terjadi tarik ulur untuk pengenaan tarif air bawah tanah.
"Pemerintah Provinsi Bali melalui peraturan gubernur menaikkan tarif pajak air bawah tanah sebesar 1.000 persen. Namun disisi lain, kalangan pengusaha merasa keberatan dengan kenaikkan tarif tersebut," katanya.
Dengan adanya permasalahan tersebut, kata dia, pihaknya berupaya mencarikan jalan keluar, sehingga pengenaan kenaikkan tarif hingga 1.000 persen sama-sama merasa diuntungkan.
"Pemprov Bali menaikkan tarif air bawah tanah hingga 1.000 persen bertujuan untuk menjaga keseimbangan ketersediaan air, namun di sisi lain perusahaan daerah air minum (PDAM) belum sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan air itu," katanya.
Dikatakan, sidak tersebut selain melakukan pengecekan lapangan jumlah sumur yang dimiliki hotel, restoran dan usaha lainnya, juga untuk mengecek sejauh mana pemanfaatan air bawah tanah oleh kalangan usaha.
Ia mengatakan, kalangan praktisi pariwisata sepakat dengan niat pemerintah untuk menaikkan pajak air bawah tanah. Tetapi di satu sisi, pemerintah juga belum bisa menyiapkan kebutuhan air bersih yang memenuhi kebutuhan pihak hotel atau restoran.
"Kebijakan menaikkan pajak ABT adalah untuk mencegah terjadinya penggunaan air secara sewenang-wenang atau berlebihan, tetapi di satu sisi pemerintah dalam hal ini PDAM belum mampu memenuhi kebutuhan air bersih untuk pihak hotel dan restoran. Inilah yang mestinya dicari solusinya," katanya.
Ditanya mengenai adanya indikasi hotel atau restoran memiliki jumlah sumur lebih dari jumlah yang dibolehkan sesuai aturan, Rawan Atmaja mengatakan, indikasi itu bisa saja ada, tetapi untuk kepastiannya harus melakukan pengecekan lapangan.
"Kesewenang-wenangan penggunaan air itu, misalnya penggunaan air bersih dari PDAM untuk menyiram tanaman. Saya tidak menuduh, tetapi bahwa indikasi hotel atau restoran memiliki jumlah sumur lebih dari satu bisa saja. Untuk kepastiannya akan kita cek ke lapangan," kata politisi Partai Golkar itu.
Dikatakan, dari data yang dimilikinya, di Bali ada sekitar 306 unit usaha penginapan yang masuk kategori losmen, hotel bintang satu, dua dan tiga sebanyak 36 unit serta hotel bintang empat dan lima sebanyak 31 unit.
"Ini belum termasuk restoran, usaha garmen dan usaha lainnya yang menggunakan ABT. Untuk sidak rumah makan dan usaha lainnya selain hotel, akan kita acak," ucapnya.
Rawan Atmaja mengatakan, jika penggunaan air secara sewenang- wenang selain berdampak terhadap menurunnya kapasitas air bawah tanah juga akan menyebabkan permukaan tanah turun seperti kondisi di DKI Jakarta.
"Misalnya di Jakarta. Di mana-mana dibuat sumur bor untuk air bawah tanah. Saat sumurnya kering, terjadi korosi, akibatnya permukaan tanah amblas. Inilah yang kita tidak inginkan terjadi di Pulau Dewata," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010