Denpasar (Antara Bali) - Project Manager Organisasi Internasional untuk Migrasi atau International Organization for Migration/IOM Nurul Qoiriah mengatakan, pemerintah kesulitan memberantas perdagangan manusia, karena berbagai faktor di antaranya terbatasnya anggaran negara dan melibatkan mafia jaringan internasional.

"Pemerintah Indonesia cukup sulit memberantas perdagangan manusia, karena berbagai kendala dihadapinya, seperti keterbatasan dana dalam memberantas jaringan mafia tersebut," kata Nurul pada pembukaan Workshop Gereja Katolik Keuskupan Bali dan Nusra di Denpasar, Selasa malam.

Nurul mengatakan berdasarkan data Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), United Nations Office on Drugs (UN ODC) bisnis ini sangat menguntungkan nomor dua setelah narkoba.

Nurul memastikan bisnis perdagangan manusia (human trafficking) tersebut pasti ada mafianya dan berjaringan. Tidak hanya di kampung-kampung di NTT dan NTB, tetapi juga di daerah atau negara penempatan.

"Tak hanya masyarakat biasa, tapi juga yang berseragam, kalau boleh saya sebutkan sebagai oknum, banyak sekali. Hanya ini sebuah proses yang harus dibongkar, agar bisa melihat mata rantai jaringan pelaku itu. Kita perlu keberanian, fakta, dan alat bukti, yang sering kali alat bukti tersebut dihilangkan. Ini jadi persoalan kita," ucapnya.

Kenapa TKI sering mengalami korban perdagangan manusia? Nurul mengatakan di sana ada logika eksploitasi manusia dalam proses penyaluran tenaga kerja.

"Tenaga kerja kita cukup banyak tapi yang tidak terlatih dan pendidikan mereka juga rendah. Sementara tenaga kerja kita di negara penempatan begitu tinggi, sehingga posisi-posisi pekerjaan yang cenderung kita isi di negara penempatan itu tiga D yakni `dirty` (kotor), `dangerous` (berbahaya), dan `difining` (tidak layak)," ucapnya

Nurul mengatakan hanya negara Hong Kong, satu-satunya di negara Asia dan Pasifik yang mengakui pembantu rumah tangga (PRT) adalah buruh. Makanya, dilindungi oleh UU Perburuhan.

"Di sisi lain PRT kita lebih dominan dikirim ke Malaysia, Saudi Arabia dan Timur Tengah. Sementara di tiga ini tidak mengakui PRT sebagai buruh. Sehingga mereka tidak dilindungi," katanya.

Uskup Denpasar, Mgr Dr Silvester San menegaskan Gereja Katolik berusaha dengan segala upaya menghentikan perdagangan manusia, karena praktek itu merendahkan martabat manusia. Gereja lokal melalui Komisi Keadilan dan Perdamaian (KKP) terus mendorong, daerah yang menjadi kantong-kantong perekrutan tenaga kerja diadvokasi dan diperingatkan sedini mungkin bahaya dari perekrutan tenaga kerja secara ilegal.

"Langkah kongkret yang telah dilakukan Gereja Katolik, adalah pertama, gereja sedang melakukan animasi dan sosialisasi di paroki-paroki dan keuskupan orang yang jadi korban perdagangan manusia, Kedua, gereja melakukan pendampingan rohani, ketiga advokasi korban yang mengalami human traffiking," katanya. (WDY/i018)

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015