Jakarta (Antara Bali) - Pemerintah dan PT Newmont Nusa Tenggara
menandatangani kesepakatan poin-poin renegosiasi kontrak pertambangan di
Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat.
Direktur Utama Newmont Nusa Tenggara (NNT) Martiono Hadianto di Jakarta, Kamis mengatakan, pihaknya bisa kembali mengekspor konsentrat tembaga dan emas pascakesepakatan tersebut.
"Produksi segera mulai dan karyawan kembali bekerja," katanya.
Ia berharap ekspor konsentrat bisa dilakukan mulai pekan depan.
Kesepakatan yang ditandatangani pada Rabu (3/9) malam itu baru berupa nota kesepahaman (MOU) amandemen kontrak.
Nantinya, MOU akan dilanjutkan penandatanganan ijin usaha pertambangan khusus (IUPK) sebagai pengganti kontrak karya.
Martiono memperkirakan, pembahasan amandemen kontrak berlangsung selama enam bulan.
Isi MOU tersebut adalah kenaikan royalti emas, perak, dan tembaga dari sebelumnya masing-masing 1, 1, dan 3,5 persen menjadi 3,75, 3,25, dan 4 persen sesuai PP No 9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Newmont juga dikenakan membayar iuran tetap (deadrent) dua dolar AS per hektar.
Lalu, kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) disertai menyetor uang jaminan 25 juta dolar AS, pengurangan luas lahan dari 87.000 menjadi 66.422 ha, divestasi 51 persen, dan penggunaan komponen dalam negeri.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan, Newmont akan dikenakan bea keluar atas ekspor konsentrat sebesar 7,5 persen.
Tingkat bea keluar tersebut akan menurun menjadi lima persen jika kemajuan pembangunan smelter melampaui 7,5 persen dan 0 persen apabila kemajuan smelter di atas 30 persen.
"Tidak ada perubahan ketentuan-ketentuan kontrak karya selain dari bea keluar, jaminan keseriusan, royalti, dan iuran tetap sebagaimana di atas sebelum renegosiasi kontrak selesai," ujarnya.
Sebelumnya, NNT terpaksa menghentikan kegiatan produksi menyusul larangan ekspor konsentrat sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Perusahaan tambang asal AS itu juga mengajukan gugatan ke arbitrase internasional atas larangan ekspor.
Atas gugatan di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) tersebut, pemerintah mengancam tidak melanjutkan proses renegosiasi kontrak.
Akhirnya, NNT mencabut gugatannya dan melanjutkan proses renegosiasi.
NNT menandatangani Kontrak Karya Generasi IV yang pada 2 Desember 1986.
Sebanyak 56 persen sahamnya dimiliki oleh Nusa Tenggara Partnership BV yang dikuasai Newmont Mining Corporation dan Nusa Tenggara Mining Corporation of Japan.
Pemegang saham lainnya adalah PT Pukuafu Indah 17,8 persen, PT Multi Daerah Bersaing 24 persen, dan PT Indonesia Masbaga Investama 2,2 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Direktur Utama Newmont Nusa Tenggara (NNT) Martiono Hadianto di Jakarta, Kamis mengatakan, pihaknya bisa kembali mengekspor konsentrat tembaga dan emas pascakesepakatan tersebut.
"Produksi segera mulai dan karyawan kembali bekerja," katanya.
Ia berharap ekspor konsentrat bisa dilakukan mulai pekan depan.
Kesepakatan yang ditandatangani pada Rabu (3/9) malam itu baru berupa nota kesepahaman (MOU) amandemen kontrak.
Nantinya, MOU akan dilanjutkan penandatanganan ijin usaha pertambangan khusus (IUPK) sebagai pengganti kontrak karya.
Martiono memperkirakan, pembahasan amandemen kontrak berlangsung selama enam bulan.
Isi MOU tersebut adalah kenaikan royalti emas, perak, dan tembaga dari sebelumnya masing-masing 1, 1, dan 3,5 persen menjadi 3,75, 3,25, dan 4 persen sesuai PP No 9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Newmont juga dikenakan membayar iuran tetap (deadrent) dua dolar AS per hektar.
Lalu, kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) disertai menyetor uang jaminan 25 juta dolar AS, pengurangan luas lahan dari 87.000 menjadi 66.422 ha, divestasi 51 persen, dan penggunaan komponen dalam negeri.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan, Newmont akan dikenakan bea keluar atas ekspor konsentrat sebesar 7,5 persen.
Tingkat bea keluar tersebut akan menurun menjadi lima persen jika kemajuan pembangunan smelter melampaui 7,5 persen dan 0 persen apabila kemajuan smelter di atas 30 persen.
"Tidak ada perubahan ketentuan-ketentuan kontrak karya selain dari bea keluar, jaminan keseriusan, royalti, dan iuran tetap sebagaimana di atas sebelum renegosiasi kontrak selesai," ujarnya.
Sebelumnya, NNT terpaksa menghentikan kegiatan produksi menyusul larangan ekspor konsentrat sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Perusahaan tambang asal AS itu juga mengajukan gugatan ke arbitrase internasional atas larangan ekspor.
Atas gugatan di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) tersebut, pemerintah mengancam tidak melanjutkan proses renegosiasi kontrak.
Akhirnya, NNT mencabut gugatannya dan melanjutkan proses renegosiasi.
NNT menandatangani Kontrak Karya Generasi IV yang pada 2 Desember 1986.
Sebanyak 56 persen sahamnya dimiliki oleh Nusa Tenggara Partnership BV yang dikuasai Newmont Mining Corporation dan Nusa Tenggara Mining Corporation of Japan.
Pemegang saham lainnya adalah PT Pukuafu Indah 17,8 persen, PT Multi Daerah Bersaing 24 persen, dan PT Indonesia Masbaga Investama 2,2 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014