Denpasar (Antara Bali) - Dua orang saksi yang hadir dalam persidangan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi setempat mengaku pernah menerima uang setoran proyek.
"Ada uang yang masuk ke rekening perusahaan pada 2011 sebanyak dua kali," kata Direktur PT Kurnia Adi Wisesa, I Made Suarya, di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa.
PT Kurnia Adi Wisesa yang bergerak di bidang konstruksi diminta untuk mengerjakan proyek renovasi gedung rektorat dan beberapa pengerjaan lainya yang total nilai pengerjaannya Rp1,6 miliar oleh terdakwa Indera Maritim dengan cara meminjam bendera perusahaan.
Sejumlah uang tersebut akhirnya masuk ke rekening Made Suardika (saksi kedua selaku Direktur CV Inersia) dan ditransfer melalui cek kepada Indra Maritim.
Namun, Made Suarya mengaku tidak melihat isi kontrak dan tidak mengetahui jumlah nominal yang tertera di dalam dokumen kontrak tersebut.
Ia mangaku mendapat pengerjaan proyek itu dari Indra Maritim, namun ia mencairkan ceknya lewat Made Sudiasa dan mendapat "fee" atas proyek itu ebesar Rp5 juta.
Sementara itu, terdakwa, Indra Maritim mengatakan bahwa semua keterangan saksi benar. "Semua keterangnnya benar," ujarnya.
Menurut dia, dalam persetujuan penggarapan proyek tersebut Made Suarya tidak pernah ditunjukan masalah kontrak kerjanya karena mereka sepakat menggunakan sistem kas bon.
Semua pernyataan dari terdakwa dan saksi menjadi catatan sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Erli Soelistyorini dilanjutkan kembali pada Kamis (24/7) masih dengan agenda pemeriksaan saksi.
Kasus di IHDN Denpasar itu berawal dari Kejati Bali melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN tahun 2011 dan dikuatkan dengan 10 temuan Kementerian Agama berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.
Selain Made Titib dan Praptini, kasus itu juga menetapkan terdakwa lain, yakni Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, dan I Nyoman Suweca.
Pasal yang didakwakan adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Junto pasal 64 (1) KUHP.
Akibat kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan keuangan negara sebesar Rp20 miliar. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ada uang yang masuk ke rekening perusahaan pada 2011 sebanyak dua kali," kata Direktur PT Kurnia Adi Wisesa, I Made Suarya, di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa.
PT Kurnia Adi Wisesa yang bergerak di bidang konstruksi diminta untuk mengerjakan proyek renovasi gedung rektorat dan beberapa pengerjaan lainya yang total nilai pengerjaannya Rp1,6 miliar oleh terdakwa Indera Maritim dengan cara meminjam bendera perusahaan.
Sejumlah uang tersebut akhirnya masuk ke rekening Made Suardika (saksi kedua selaku Direktur CV Inersia) dan ditransfer melalui cek kepada Indra Maritim.
Namun, Made Suarya mengaku tidak melihat isi kontrak dan tidak mengetahui jumlah nominal yang tertera di dalam dokumen kontrak tersebut.
Ia mangaku mendapat pengerjaan proyek itu dari Indra Maritim, namun ia mencairkan ceknya lewat Made Sudiasa dan mendapat "fee" atas proyek itu ebesar Rp5 juta.
Sementara itu, terdakwa, Indra Maritim mengatakan bahwa semua keterangan saksi benar. "Semua keterangnnya benar," ujarnya.
Menurut dia, dalam persetujuan penggarapan proyek tersebut Made Suarya tidak pernah ditunjukan masalah kontrak kerjanya karena mereka sepakat menggunakan sistem kas bon.
Semua pernyataan dari terdakwa dan saksi menjadi catatan sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Erli Soelistyorini dilanjutkan kembali pada Kamis (24/7) masih dengan agenda pemeriksaan saksi.
Kasus di IHDN Denpasar itu berawal dari Kejati Bali melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN tahun 2011 dan dikuatkan dengan 10 temuan Kementerian Agama berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.
Selain Made Titib dan Praptini, kasus itu juga menetapkan terdakwa lain, yakni Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, dan I Nyoman Suweca.
Pasal yang didakwakan adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Junto pasal 64 (1) KUHP.
Akibat kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan keuangan negara sebesar Rp20 miliar. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014