Kuta (Antara Bali) - Sebuah perusahaan ekspor ikan hias di Bali PT Dinar Darum Lestari mengurangi ekspor batu karang dari alam untuk menjaga kelestarian biota laut.

"Komposisi ekspor karang dari kami 70 persen buatan dan hanya 30 persen dari alam," kata Made Mara Adi, mewakili Direksi PT Dinar Darum Lestari di Kerobokan, Kuta, Kabupaten Badung, Kamis.

Dengan mengurangi volume ekspor batu karang dari alam tersebut, pihaknya tidak lagi mengandalkan kuota ekspor dari pemerintah.

"Justru kuota batu karang dari alam kami kembangkan di perusahaan ini untuk transplantasi. Hasil transplantasi itulah yang kami ekspor," ujarnya ditemui di sela-sela menerima kunjungan tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Selama ini, ia mengaku mendapatkan batu karang dari perairan laut di utara Pulau Bali, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Sumatera Utara.

"Karang dari alam itu kami tanam di sini untuk kami jadikan anakan. Anakan itu kami budidayakan lagi agar bisa jadi indukan. Kemudian hasil transplantasinya kami ekspor," kata Mara Adi.

Dalam sebulan PT Dinar mampu menghasilkan devisa senilai Rp3 miliar dengan komposisi 55 persen ekspor batu karang hias buatan dan 45 persen sisanya ikan hias air laut dengan negara tujuan utama Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, Tiongkok, Rusia, dan beberapa negara di Amerika Latin serta Timur Tengah.

Sebagian besar produksi budi daya ikan hias dan karang buatan PT Dinar untuk ekspor. "Karena dari segi harga, akuarium ikan air laut itu tiga sampai empat kali lipat dari harga akuarium air tawar, maka jarang sekali masyarakat mampu membeli. Oleh sebab itu, produk kami lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan ekspor," katanya.

Mengingat karang dan ikan hias didatangkan dari berbagai wilayah di Indonesia, ia mengaku akses transportasi masih menjadi kendala utama.

"Sekitar 95 persen kebutuhan kami menggunakan angkutan udara. Tidak banyak penerbangan langsung dari wilayah pemasok ke Bali," kata Mara Adi.

Meskipun demikian, pihaknya tidak akan memindahkan lokasi produksinya dari Bali. "Bagaimana pun di Bali ini masih banyak penerbangan langsung ke negara-negara tujuan ekspor," katanya beralasan.

Sementara untuk mengatasi kesulitan mendapatkan air laut seiring dengan padatnya permukiman dan pembangunan akomodasi pariwisata di kawasan Kerobokan selama beberapa tahun terakhir, pihak perusahaan menyiasatinya dengan menggunakan teknologi sinar ultra violet dan menerapkan sistem "bio security".

"Dulu dari sini ke pantai dekat. Namun sekarang sudah beda, banyak rumah dan hotel," kata Mara mengenai perusahaan ekspor ikan hias khusus air laut yang berdiri sejak 1987 itu.

Dengan menggunakan teknologi sinar UV itu, penggunaan air laut untuk kegiatan produksi dan budi daya ikan hias serta batu karang dapat dihemat.

Sementara itu, Kepala Sub-Direktorat Pengembangan Industri Ditjen Pengembangan Produk Non-Konsumsi KKP, Dwi Yulianto, mengakui bahwa PT Dinar sebagai satu-satunya perusahaan ekspor ikan hias yang mampu mengurangi ekspor batu karang dari alam.

"Seharusnya eksporter lain mengikuti jejak PT Dinar ini demi kelestarian biota laut. Jangan seenaknya saja ekspor batu karang dari alam," ujarnya. (WDY)

Pewarta: Oleh M. Irfan Ilmie

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014