Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali mulai tahun ini akan menanggung pembiayaan para "sulinggih" atau pendeta Hindu untuk menjadi peserta mandiri program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Selain sulinggih, para `pemangku` atau pemimpin ritual di pura juga akan dibiayai APBD sebagai peserta mandiri JKN. Sulinggih dimasukkan sebagai peserta kategori kelas I dan pemangku menjadi peserta JKN kelas II," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya, di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, kebijakan tersebut diambil sebagai wujud komitmen Pemprov Bali ikut membantu tokoh-tokoh agama yang selama ini telah mengabdikan dirinya dengan tulus ikhlas melayani umat.
"Saat ini kami masih menunggu data sulinggih dan pemangku dari PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Bali. Berdasarkan informasi lisan yang kami terima, di Bali ada sekitar 1.200 sulinggih dan pemangku. Mudah-mudahan datanya segera dapat kami terima sehingga bisa segera dimasukkan sebagai peserta JKN," harapnya.
Terkait dengan persyaratan dalam pengumpulan data, tambah dia, sangat sederhana karena cukup melampirkan fotokopi KTP dan pas foto.
Di sisi lain, Suarjaya juga menyoroti masih minimnya jumlah masyarakat Bali yang mau menjadi peserta JKN secara mandiri. Terhitung dari Januari-Maret 2014, baru sekitar 5.200 orang yang masuk mandiri sebagai peserta JKN.
"Kelompok masyarakat yang secara finansial berkecukupan, hendaknya menjadi peserta JKN sehingga dapat mengurangi jumlah peserta JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara) yang selama ini preminya dibayarkan pemerintah provinsi bersama dengan pemerintah kabupaten/kota," katanya.
Dengan demikian, ucap dia, masyarakat yang benar-benar tidak mampu yang akan disubsidi pemerintah melalui JKBM. Untuk 2014 saja, total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp334,71 miliar.
"Dari jumlah tersebut, Pemprov Bali mengalokasikan lebih dari Rp183,68 miliar dan sisanya Rp151,03 miliar berasal dari dana pendampingan sembilan kabupaten/kota yang digunakan untuk menanggung 2.733.414 orang peserta JKBM, dengan perhitungan premi per jiwa setiap bulannya Rp10.000," katanya.
Suarjaya berpandangan keengganan masyarakat menjadi peserta JKN karena masih berada dalam zona nyaman dengan JKBM dan juga kurangnya pemahaman bahwa cakupan JKN lebih luas.
"Masuk JKN semua dijamin, sampai dirujuk di pusat juga dijamin, sedangkan JKBM sebenarnya masih ada dana yang harus dikeluarkan masyarakat untuk jenis penyakit yang masuk kelas berat," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Selain sulinggih, para `pemangku` atau pemimpin ritual di pura juga akan dibiayai APBD sebagai peserta mandiri JKN. Sulinggih dimasukkan sebagai peserta kategori kelas I dan pemangku menjadi peserta JKN kelas II," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya, di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, kebijakan tersebut diambil sebagai wujud komitmen Pemprov Bali ikut membantu tokoh-tokoh agama yang selama ini telah mengabdikan dirinya dengan tulus ikhlas melayani umat.
"Saat ini kami masih menunggu data sulinggih dan pemangku dari PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Bali. Berdasarkan informasi lisan yang kami terima, di Bali ada sekitar 1.200 sulinggih dan pemangku. Mudah-mudahan datanya segera dapat kami terima sehingga bisa segera dimasukkan sebagai peserta JKN," harapnya.
Terkait dengan persyaratan dalam pengumpulan data, tambah dia, sangat sederhana karena cukup melampirkan fotokopi KTP dan pas foto.
Di sisi lain, Suarjaya juga menyoroti masih minimnya jumlah masyarakat Bali yang mau menjadi peserta JKN secara mandiri. Terhitung dari Januari-Maret 2014, baru sekitar 5.200 orang yang masuk mandiri sebagai peserta JKN.
"Kelompok masyarakat yang secara finansial berkecukupan, hendaknya menjadi peserta JKN sehingga dapat mengurangi jumlah peserta JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara) yang selama ini preminya dibayarkan pemerintah provinsi bersama dengan pemerintah kabupaten/kota," katanya.
Dengan demikian, ucap dia, masyarakat yang benar-benar tidak mampu yang akan disubsidi pemerintah melalui JKBM. Untuk 2014 saja, total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp334,71 miliar.
"Dari jumlah tersebut, Pemprov Bali mengalokasikan lebih dari Rp183,68 miliar dan sisanya Rp151,03 miliar berasal dari dana pendampingan sembilan kabupaten/kota yang digunakan untuk menanggung 2.733.414 orang peserta JKBM, dengan perhitungan premi per jiwa setiap bulannya Rp10.000," katanya.
Suarjaya berpandangan keengganan masyarakat menjadi peserta JKN karena masih berada dalam zona nyaman dengan JKBM dan juga kurangnya pemahaman bahwa cakupan JKN lebih luas.
"Masuk JKN semua dijamin, sampai dirujuk di pusat juga dijamin, sedangkan JKBM sebenarnya masih ada dana yang harus dikeluarkan masyarakat untuk jenis penyakit yang masuk kelas berat," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014