Denpasar (Antara Bali) - Terdakwa korupsi pengelolaan dana retribusi parkir Bandara Ngurah Rai, Bali, senilai Rp28,01 miliar Mikhael Maksi merasa diintimidasi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II-A Denpasar di Kerobokan, Kabupaten Badung.
"Di dalam LP saya mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Senin.
Atas adanya tekanan dan ancaman tersebut penasihat hukum terdakwa Simon Nahak meminta kepada Ketua Majelis Hakim Gunawan Tribudiono untuk dipindahkan tempat penahanannya.
"Kami mohon yang mulia mengijinkan pemindahan ke tahanan Polda Bali atau Rumah Tahanan Negara Kabupaten Gianyar," katanya.
Melalui perundingan majelis hakim dan jaksa akhirnya diputuskan terdakwa ditempatkan di tahanan Polda Bali. "Untuk berkas pemindahannya bisa menyusul," kata Gunawan.
Dalam persidangan tersebut terdakwa membacakan pembelaan di luar pembelaan yang dilakukan oleh penasehat hukumnya. Dalam membacakan pembelaan tersebut Mikhael Maksi yang merupakan Manager Operasional PT Penata Sarana Bali (PSB) menangis
"Saya tidak mengetahui tentang program komputer pemotongan parkir untuk laporan pendapatan parkir ke PT Angkasa Pura saya yang menandatangi diinstruksikan oleh General Manager dan diketahui oleh Dirut PSB," kata terdakwa sambil menahan tangis.
Karena terlihat tidak bisa membaca pembelaannya disebabkan menahan tangis, Ketua Majelis Hakim Gunawan Tribudiono akhirnya meminta surat pembelaan yang dibaca terdakwa tersebut. "Kami minta surat yang terdakwa baca tersebut," kata Gunawan.
Selain Mikhael Maksi kasus tersebut telah menetapkan empat terdakwa lain, yakni Chris Sridana (Dirut PSB), Indra Purabarnoza (Manager PSB), Rudi Jhonson Sitorus (staf administrasi PSB), dan seorang tersangka baru Silvia Kunti (Manager Keuangan PSB).
Sebelumnya terdakwa dituntut dengan pidana penjara selama 14,5 tahun denda Rp1 miliar subsider dua bulan kurungan dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 8, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Di dalam LP saya mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Senin.
Atas adanya tekanan dan ancaman tersebut penasihat hukum terdakwa Simon Nahak meminta kepada Ketua Majelis Hakim Gunawan Tribudiono untuk dipindahkan tempat penahanannya.
"Kami mohon yang mulia mengijinkan pemindahan ke tahanan Polda Bali atau Rumah Tahanan Negara Kabupaten Gianyar," katanya.
Melalui perundingan majelis hakim dan jaksa akhirnya diputuskan terdakwa ditempatkan di tahanan Polda Bali. "Untuk berkas pemindahannya bisa menyusul," kata Gunawan.
Dalam persidangan tersebut terdakwa membacakan pembelaan di luar pembelaan yang dilakukan oleh penasehat hukumnya. Dalam membacakan pembelaan tersebut Mikhael Maksi yang merupakan Manager Operasional PT Penata Sarana Bali (PSB) menangis
"Saya tidak mengetahui tentang program komputer pemotongan parkir untuk laporan pendapatan parkir ke PT Angkasa Pura saya yang menandatangi diinstruksikan oleh General Manager dan diketahui oleh Dirut PSB," kata terdakwa sambil menahan tangis.
Karena terlihat tidak bisa membaca pembelaannya disebabkan menahan tangis, Ketua Majelis Hakim Gunawan Tribudiono akhirnya meminta surat pembelaan yang dibaca terdakwa tersebut. "Kami minta surat yang terdakwa baca tersebut," kata Gunawan.
Selain Mikhael Maksi kasus tersebut telah menetapkan empat terdakwa lain, yakni Chris Sridana (Dirut PSB), Indra Purabarnoza (Manager PSB), Rudi Jhonson Sitorus (staf administrasi PSB), dan seorang tersangka baru Silvia Kunti (Manager Keuangan PSB).
Sebelumnya terdakwa dituntut dengan pidana penjara selama 14,5 tahun denda Rp1 miliar subsider dua bulan kurungan dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 8, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014