Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali memastikan seluruh fasilitas kesehatan dibekali dengan kemampuan deteksi penyakit tuberkulosis atau TBC.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Bali Nyoman Sudiasa di Denpasar, Kamis, menyampaikan ini sebagai strategi mendukung program prioritas Presiden Prabowo.
“Harus sadar diri ke pelayanan kesehatan kalau sudah batuk tidak sembuh-sembuh, jangan dipaksa minum obat warung,” kata dia.
“Datang ke pelayanan kesehatan, puskesmas kita semua sudah bisa deteksi, semua fasilitas kesehatan sudah dibekali untuk berperan menemukan kasus itu, termasuk dokter praktik mandiri,” sambung Sudiasa.
Untuk mendukung percepatan penanganan tuberkulosis, Dinkes Bali menegaskan bahwa pengidap akan dibiayai BPJS kesehatan atau donor dari Global Fund sehingga tak perlu ragu berobat.
Tingkat kesembuhan dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini juga tinggi, sebab obatnya sudah ada, namun pengidap wajib disiplin selama proses pengobatan sekitar 6 bulan.
Baca juga: Kemenkes minta masyarakat gencar kampanyekan pencegahan TBC
“Untuk beberapa pemeriksaan dicakup BPJS, tapi yang tidak punya BPJS pun dilayani, bisa klaim dana Global Fund, tidak ada masalah yang penting mau ke fasilitas kesehatan, disiplin minum obat, mau punya BPJS atau tidak tetap difasilitasi,” ujar Sudiasa.
Provinsi Bali sendiri tidak masuk dalam lima besar kasus tuberkulosis tertinggi di Indonesia, namun pemerintah pusat tetap menaruh target agar pemerintah daerah sebanyak-banyaknya menemukan pengidap.
Tahun ini, Dinkes Bali diberi target 90 persen dari 6.497 jumlah kasus ditemukan, sementara hingga Oktober mereka baru menemukan 69 persen kasus.
Untuk menemukan sekitar 4 ribu kasus ini mereka sudah melakukan beberapa aksi seperti menelusuri kontak erat tiap pasien, pemeriksaan di tempat khusus seperti lapas dan asrama, hingga mendatangi kantung-kantung potensial di tiap kabupaten/kota.
Hingga Oktober 2024 juga, Pemprov Bali mendata kasus TBC terbanyak berada di Kota Denpasar dengan 1.599 kasus, diikuti Buleleng 881 kasus, dan Badung 652 kasus.
Baca juga: PPTI Kota Denpasar: kasus TBC fluktuatif selama tiga tahun terakhir
Sudiasa menegaskan kasus Tuberkulosis didata berdasarkan lokasi pengidap bukan daerah asal, sehingga yang menjadi tantangan banyaknya pasien dengan KTP luar daerah yang tidak menetap di satu kabupaten/kota tersebut.
“Banyak yang dari luar, kalau yang menetap di Bali jelas KTP-nya mudah kami pengawasan, yang berat yang kos pindah sana sini, jadi kenapa di Denpasar banyak karena banyak penduduk, banyak mobilitas, TBC mudah terjadi di daerah kumuh dan padat penduduk,” kata dia.
Adapun kasus di Bali tahun ini mulai menyerang anak usia 3 tahun, namun paling didominasi pasien usia 25-40 tahun.
Untuk mendukung program prioritas pemerintahan terbaru, Dinkes Bali menargetkan untuk menemukan sebanyak-banyaknya kasus sehingga ketika semua ditemukan dan ditangani maka rantai penularannya dapat diputus.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Bali Nyoman Sudiasa di Denpasar, Kamis, menyampaikan ini sebagai strategi mendukung program prioritas Presiden Prabowo.
“Harus sadar diri ke pelayanan kesehatan kalau sudah batuk tidak sembuh-sembuh, jangan dipaksa minum obat warung,” kata dia.
“Datang ke pelayanan kesehatan, puskesmas kita semua sudah bisa deteksi, semua fasilitas kesehatan sudah dibekali untuk berperan menemukan kasus itu, termasuk dokter praktik mandiri,” sambung Sudiasa.
Untuk mendukung percepatan penanganan tuberkulosis, Dinkes Bali menegaskan bahwa pengidap akan dibiayai BPJS kesehatan atau donor dari Global Fund sehingga tak perlu ragu berobat.
Tingkat kesembuhan dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini juga tinggi, sebab obatnya sudah ada, namun pengidap wajib disiplin selama proses pengobatan sekitar 6 bulan.
Baca juga: Kemenkes minta masyarakat gencar kampanyekan pencegahan TBC
“Untuk beberapa pemeriksaan dicakup BPJS, tapi yang tidak punya BPJS pun dilayani, bisa klaim dana Global Fund, tidak ada masalah yang penting mau ke fasilitas kesehatan, disiplin minum obat, mau punya BPJS atau tidak tetap difasilitasi,” ujar Sudiasa.
Provinsi Bali sendiri tidak masuk dalam lima besar kasus tuberkulosis tertinggi di Indonesia, namun pemerintah pusat tetap menaruh target agar pemerintah daerah sebanyak-banyaknya menemukan pengidap.
Tahun ini, Dinkes Bali diberi target 90 persen dari 6.497 jumlah kasus ditemukan, sementara hingga Oktober mereka baru menemukan 69 persen kasus.
Untuk menemukan sekitar 4 ribu kasus ini mereka sudah melakukan beberapa aksi seperti menelusuri kontak erat tiap pasien, pemeriksaan di tempat khusus seperti lapas dan asrama, hingga mendatangi kantung-kantung potensial di tiap kabupaten/kota.
Hingga Oktober 2024 juga, Pemprov Bali mendata kasus TBC terbanyak berada di Kota Denpasar dengan 1.599 kasus, diikuti Buleleng 881 kasus, dan Badung 652 kasus.
Baca juga: PPTI Kota Denpasar: kasus TBC fluktuatif selama tiga tahun terakhir
Sudiasa menegaskan kasus Tuberkulosis didata berdasarkan lokasi pengidap bukan daerah asal, sehingga yang menjadi tantangan banyaknya pasien dengan KTP luar daerah yang tidak menetap di satu kabupaten/kota tersebut.
“Banyak yang dari luar, kalau yang menetap di Bali jelas KTP-nya mudah kami pengawasan, yang berat yang kos pindah sana sini, jadi kenapa di Denpasar banyak karena banyak penduduk, banyak mobilitas, TBC mudah terjadi di daerah kumuh dan padat penduduk,” kata dia.
Adapun kasus di Bali tahun ini mulai menyerang anak usia 3 tahun, namun paling didominasi pasien usia 25-40 tahun.
Untuk mendukung program prioritas pemerintahan terbaru, Dinkes Bali menargetkan untuk menemukan sebanyak-banyaknya kasus sehingga ketika semua ditemukan dan ditangani maka rantai penularannya dapat diputus.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024