Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Buleleng, Bali melestarikan permainan rakyat "mejaran-jaranan" yang merupakan salah satu permainan tradisional khas Pulau Dewata itu sebagai salah satu pembentuk karakter anak.
"Kami melakukan program kegiatan ekshibisi permainan 'mejaran-jaranan' sebagai langkah pengenalan ke generasi milenial yang menyasar anak-anak Sekolah Dasar di wilayah Kelurahan Banyuning," kata Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Ir. Nyoman Widarma bertempat di Wantilan Pura Dalem, Banyuning Timur, Kecamatan Buleleng, Kamis.
Mejaran-jaranan sendiri merupakan permainan rakyat dari Desa Adat Banyuning. Biasanya permainan itu akan dimainkan pada akhir piodalan (hari suci) di Pura Gede Pemayun, Desa Adat Banyuning, Buleleng. Permainan itu dilaksanakan sebagai tanda syukur bahwa piodalan berjalan dengan lancar.
Widarma menambahkan, permainan "mejaran-jaranan" telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada 2022 lalu oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Baca juga: Kemendikbud: Festival Permainan Rakyat Bali kokohkan karakter anak
Menurut dia, penetapan itu akan memastikan perlindungan bagi permainan tradisional yang ada dan nantinya menjaga kelestarian permainan tradisional tersebut sebagai media pengajaran nilai-nilai kepada anak-anak di daerah itu.
Sementara itu, Lurah Banyuning Nyoman Mulyawan mengungkapkan bahwasannya permainan mejaran-jaranan ini merupakan permainan asli dimiliki oleh Desa Banyuning terutama Banyuning Tengah, biasanya permainan itu akan dimainkan pada akhir Piodalan di Pura Gede Pemayun Desa Adat Banyuning.
"Sebenarnya dulu yang memainkan banyak karena lantainya masih tanah liat. Tapi, sekarang sudah dipaving bisa membahayakan peserta. Oleh karena itu, saya bongkar lagi pavingnya agar tradisi permainan ini bisa terus berjalan," ungkapnya.
Mulyawan menjelaskan secara teknis permainan mejaran-jaranan dilakukan dalam bentuk dua kelompok. Setiap kelompok akan terdiri dari beberapa orang. Dimana dua orang akan berperan sebagai kuda, dua orang lainnya sebagai pelana untuk kaki, dua orang menggotong, dan seorang lagi sebagai jokinya.
Baca juga: Pemkot Denpasar sosialisasikan budaya literasi lewat permainan tradisional
Sebelum memulai permainan, peserta akan mengelilingi tempat permainan sambil bernyanyi, kemudian setiap kelompok akan saling beradu, joki siapa yang terlebih dahulu jatuh, maka kelompok tersebut akan dinyatakan kalah.
"Jadi dalam permainan ini saya harapkan peserta harus bermain secara tertib dan sportif agar tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan. Satu lagi, jangan ada yang jahil," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Kami melakukan program kegiatan ekshibisi permainan 'mejaran-jaranan' sebagai langkah pengenalan ke generasi milenial yang menyasar anak-anak Sekolah Dasar di wilayah Kelurahan Banyuning," kata Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Ir. Nyoman Widarma bertempat di Wantilan Pura Dalem, Banyuning Timur, Kecamatan Buleleng, Kamis.
Mejaran-jaranan sendiri merupakan permainan rakyat dari Desa Adat Banyuning. Biasanya permainan itu akan dimainkan pada akhir piodalan (hari suci) di Pura Gede Pemayun, Desa Adat Banyuning, Buleleng. Permainan itu dilaksanakan sebagai tanda syukur bahwa piodalan berjalan dengan lancar.
Widarma menambahkan, permainan "mejaran-jaranan" telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada 2022 lalu oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Baca juga: Kemendikbud: Festival Permainan Rakyat Bali kokohkan karakter anak
Menurut dia, penetapan itu akan memastikan perlindungan bagi permainan tradisional yang ada dan nantinya menjaga kelestarian permainan tradisional tersebut sebagai media pengajaran nilai-nilai kepada anak-anak di daerah itu.
Sementara itu, Lurah Banyuning Nyoman Mulyawan mengungkapkan bahwasannya permainan mejaran-jaranan ini merupakan permainan asli dimiliki oleh Desa Banyuning terutama Banyuning Tengah, biasanya permainan itu akan dimainkan pada akhir Piodalan di Pura Gede Pemayun Desa Adat Banyuning.
"Sebenarnya dulu yang memainkan banyak karena lantainya masih tanah liat. Tapi, sekarang sudah dipaving bisa membahayakan peserta. Oleh karena itu, saya bongkar lagi pavingnya agar tradisi permainan ini bisa terus berjalan," ungkapnya.
Mulyawan menjelaskan secara teknis permainan mejaran-jaranan dilakukan dalam bentuk dua kelompok. Setiap kelompok akan terdiri dari beberapa orang. Dimana dua orang akan berperan sebagai kuda, dua orang lainnya sebagai pelana untuk kaki, dua orang menggotong, dan seorang lagi sebagai jokinya.
Baca juga: Pemkot Denpasar sosialisasikan budaya literasi lewat permainan tradisional
Sebelum memulai permainan, peserta akan mengelilingi tempat permainan sambil bernyanyi, kemudian setiap kelompok akan saling beradu, joki siapa yang terlebih dahulu jatuh, maka kelompok tersebut akan dinyatakan kalah.
"Jadi dalam permainan ini saya harapkan peserta harus bermain secara tertib dan sportif agar tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan. Satu lagi, jangan ada yang jahil," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023