Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Anak Agung Gde Agung mengharapkan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Tabanan agar menyiarkan dakwah yang menyejukkan, tidak saja untuk umat Muslim, tetapi juga bagi semua umat beragama.
"Yang menjadi spirit saya adalah pesan Bung Karno. Kalau Hindu, jangan jadi orang India. Kalau Muslim jangan jadi orang Arab, kalau Kristen jangan jadi Yahudi. Jadilah manusia Nusantara," kata Gde Agung di Kabupaten Badung, Minggu.
Anggota Komite III DPD itu menyampaikan pernyataan tersebut saat menerima kunjungan rombongan DPD LDII Tabanan, bertempat di kediamannya di Puri Ageng Mengwi, Badung.
Gde Agung yang sebelumnya merupakan Bupati Badung periode 2005-2015 ini dikenal sebagai pemimpin yang bisa diterima semua umat beragama. Sikap merangkul sesama tetap melekat dalam dirinya, meski sudah tidak lagi menjadi orang nomor satu di Pemkab Badung.
Baca juga: Menag: Tanpa toleransi tidak akan ada kerukunan
Ia menceritakan kerap kali dihadapkan pada dilema yang menantang, misalnya saat Hari Raya Nyepi jatuh pada hari Jumat dan Minggu. Seperti diketahui, umat Muslim diwajibkan menggelar Salat Jumat, sedangkan Catur Brata Penyepian juga wajib ditaati oleh semua orang yang tinggal di Bali.
"Akhirnya saya kumpulkan tokoh-tokoh Muslim, ada juga unsur PHDI untuk mencari solusi. Kita sepakati. Semua bisa berjalan dengan beberapa ketentuan yang saling menghormati," ujarnya mengenang.
Demikian pula saat Nyepi di hari Minggu, yang mana umat Kristiani harus melaksanakan ibadah di gereja. Dengan komunikasi yang humanis, ia bisa menciptakan suasana tentram tanpa saling merugikan. "Ternyata agama pasti memberi jalan keluar, asalkan kita melepaskan ego sektoral masing-masing," ujarnya
Peristiwa Bom Bali I dan II juga tak kalah menantang. Gde Agung mengaku sempat dipanggil Gubernur Bali Dewa Beratha, kala itu untuk membahas bagaimana upaya meminimalkan potensi konflik antarumat Hindu dan Islam sebagai dampak lanjutan.
Baca juga: Wapres: Kehidupan beragama di Indonesia mulai dilirik dunia
Oknum wartawan nasional pun sempat menyodorkan pertanyaan soal potensi "balas dendam" orang Bali (Hindu) dengan Islam. Namun ia dengan tegas memotong, bahwa peristiwa tersebut murni tindakan terorisme yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam. Terorisme bisa terjadi di mana-mana sebagai kejahatan murni dari kelompok tertentu.
Tak berhenti sampai di sana, seorang tokoh Muslim berpengaruh di Jakarta ternyata termakan informasi hoaks yang menyebut adanya "sweping" sejumlah masjid di Bali.
Ia saat itu bertindak cepat agar peristiwa tidak melebar dan segera mengirim dua tokoh Muslim Bali untuk meluruskan hoaks tersebut ke Jakarta dan akhirnya berhasil.
Berdasarkan sejumlah peristiwa itu, ia berpesan agar LDII mampu mencegah paham-paham radikal yang berpotensi memecah belah bangsa Indonesia.
Sebaliknya, ia ingin LDII Tabanan menggali paham-paham Nusantara yang mengandung nilai luhur. "Jadi tidak hanya barang impor yang harus kita kurangi, tetapi paham impor juga harus disetop," ucapnya.
Baca juga: BNPT tekankan toleransi guna eliminasi terorisme di daerah
Sementara itu, Ketua LDII Tabanan Maulana Sandijaya mengaku apa yang disampaikan tokoh puri yang masih energik di usia 73 tahun itu sebagai suplemen dalam menjalankan visi-misi organisasinya. Sejatinya, LDII Tabanan telah melaksanakan dakwah menyejukkan yang menjunjung tinggi kearifan lokal Bali.
Ia mengemukakan, LDII Tabanan memiliki program LDII Mareresik, Ngejot serta Majenukan. "Program kami adalah langkah nyata untuk menjaga keharmonisan sesama manusia tanpa memandang suku, ras, agama dan kepercayaan, serta keharmonisan dengan lingkungan," ucapnya.
Pihaknya terus memberikan pengarahan bagi anggotanya agar tidak menyampaikan dakwah provokatif atau bertentangan dengan "local genius" masyarakat setempat.
"Kami akan lakukan arahan Bapak AA Gde Agung. Nanti pas bulan puasa, kami undang Beliau. Kami buktikan bahwa kami bisa merangkul sesama manusia," kata Sandijaya yang juga jurnalis itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Yang menjadi spirit saya adalah pesan Bung Karno. Kalau Hindu, jangan jadi orang India. Kalau Muslim jangan jadi orang Arab, kalau Kristen jangan jadi Yahudi. Jadilah manusia Nusantara," kata Gde Agung di Kabupaten Badung, Minggu.
Anggota Komite III DPD itu menyampaikan pernyataan tersebut saat menerima kunjungan rombongan DPD LDII Tabanan, bertempat di kediamannya di Puri Ageng Mengwi, Badung.
Gde Agung yang sebelumnya merupakan Bupati Badung periode 2005-2015 ini dikenal sebagai pemimpin yang bisa diterima semua umat beragama. Sikap merangkul sesama tetap melekat dalam dirinya, meski sudah tidak lagi menjadi orang nomor satu di Pemkab Badung.
Baca juga: Menag: Tanpa toleransi tidak akan ada kerukunan
Ia menceritakan kerap kali dihadapkan pada dilema yang menantang, misalnya saat Hari Raya Nyepi jatuh pada hari Jumat dan Minggu. Seperti diketahui, umat Muslim diwajibkan menggelar Salat Jumat, sedangkan Catur Brata Penyepian juga wajib ditaati oleh semua orang yang tinggal di Bali.
"Akhirnya saya kumpulkan tokoh-tokoh Muslim, ada juga unsur PHDI untuk mencari solusi. Kita sepakati. Semua bisa berjalan dengan beberapa ketentuan yang saling menghormati," ujarnya mengenang.
Demikian pula saat Nyepi di hari Minggu, yang mana umat Kristiani harus melaksanakan ibadah di gereja. Dengan komunikasi yang humanis, ia bisa menciptakan suasana tentram tanpa saling merugikan. "Ternyata agama pasti memberi jalan keluar, asalkan kita melepaskan ego sektoral masing-masing," ujarnya
Peristiwa Bom Bali I dan II juga tak kalah menantang. Gde Agung mengaku sempat dipanggil Gubernur Bali Dewa Beratha, kala itu untuk membahas bagaimana upaya meminimalkan potensi konflik antarumat Hindu dan Islam sebagai dampak lanjutan.
Baca juga: Wapres: Kehidupan beragama di Indonesia mulai dilirik dunia
Oknum wartawan nasional pun sempat menyodorkan pertanyaan soal potensi "balas dendam" orang Bali (Hindu) dengan Islam. Namun ia dengan tegas memotong, bahwa peristiwa tersebut murni tindakan terorisme yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam. Terorisme bisa terjadi di mana-mana sebagai kejahatan murni dari kelompok tertentu.
Tak berhenti sampai di sana, seorang tokoh Muslim berpengaruh di Jakarta ternyata termakan informasi hoaks yang menyebut adanya "sweping" sejumlah masjid di Bali.
Ia saat itu bertindak cepat agar peristiwa tidak melebar dan segera mengirim dua tokoh Muslim Bali untuk meluruskan hoaks tersebut ke Jakarta dan akhirnya berhasil.
Berdasarkan sejumlah peristiwa itu, ia berpesan agar LDII mampu mencegah paham-paham radikal yang berpotensi memecah belah bangsa Indonesia.
Sebaliknya, ia ingin LDII Tabanan menggali paham-paham Nusantara yang mengandung nilai luhur. "Jadi tidak hanya barang impor yang harus kita kurangi, tetapi paham impor juga harus disetop," ucapnya.
Baca juga: BNPT tekankan toleransi guna eliminasi terorisme di daerah
Sementara itu, Ketua LDII Tabanan Maulana Sandijaya mengaku apa yang disampaikan tokoh puri yang masih energik di usia 73 tahun itu sebagai suplemen dalam menjalankan visi-misi organisasinya. Sejatinya, LDII Tabanan telah melaksanakan dakwah menyejukkan yang menjunjung tinggi kearifan lokal Bali.
Ia mengemukakan, LDII Tabanan memiliki program LDII Mareresik, Ngejot serta Majenukan. "Program kami adalah langkah nyata untuk menjaga keharmonisan sesama manusia tanpa memandang suku, ras, agama dan kepercayaan, serta keharmonisan dengan lingkungan," ucapnya.
Pihaknya terus memberikan pengarahan bagi anggotanya agar tidak menyampaikan dakwah provokatif atau bertentangan dengan "local genius" masyarakat setempat.
"Kami akan lakukan arahan Bapak AA Gde Agung. Nanti pas bulan puasa, kami undang Beliau. Kami buktikan bahwa kami bisa merangkul sesama manusia," kata Sandijaya yang juga jurnalis itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022