Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali membangun sinergi dengan Majelis Desa Adat (MDA) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) provinsi setempat untuk menyikapi maraknya konten di media sosial yang tak ramah anak.
"Banyak konten di media sosial yang menggunakan anak-anak sebagai model atau pelakon dan materi yang ditampilkan tak ramah dan tidak layak bagi anak-anak. Ini sangat merugikan anak-anak karena mereka menjadi korban eksploitasi dan kekerasan," kata Ketua KPPAD Bali Anak Agung Sagung Ani Asmoro di Denpasar, Kamis.
Baca juga: Kominfo: Literasi digital di Indonesia ibarat dua mata pisau
Ani Asmoro menyampaikan hal tersebut dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KPPAD Provinsi Bali dengan MDA dan KPID Provinsi Bali guna melakukan langkah-langkah meminimalisasi dampak negatif media sosial terhadap perkembangan anak.
"Ini persoalan serius yang harus disikapi oleh semua pihak. Kami berharap MoU yang ditandangani ini dapat memperkuat sinergi untuk melakukan edukasi dan melindungi anak-anak dari dampak negatif konten media sosial," ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra yang hadir mewakili gubernur mengatakan penandatanganan MoU ini sebagai momen yang penting di tengah beratnya tantangan yang dihadapi dalam upaya memerangi tindak kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak.
"Keberadaan media sosial belakangan banyak menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat. Mari kita jadikan sinergi tiga lembaga ini sebagai momentum menertibkan penggunaan media sosial. Kita berharap media sosial menjadi media edukasi, informatif dan mendidik," ucapnya.
Baca juga: Panglima TNI: media sosial dapat picu kerusuhan
Apresiasi terhadap penandatanganan MoU ini juga disampaikan Bendesa Agung MDA Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, Ketua KPID Bali I Made Sunarsa dan Ketua Komisi IV DPRD Bali Gusti Putu Budiarta.
Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet mengungkap, pada satu sisi kehadiran media sosial memberi banyak kemudahan bagi penggunanya. "Namun, belakangan saya malah berpikir, jangan-jangan bahayanya jauh lebih besar jika dibandingkan manfaatnya," ujarnya.
Sebagai lembaga yang menaungi seluruh krama (warga) adat di Bali, pihaknya sangat berkepentingan melindungi anak-anak dari paparan negatif konten media sosial.
Sementara itu, Ketua KPID Provinsi Bali I Made Sunarsa menyampaikan bahwa konten media sosial belum menjadi ranah lembaganya.
"Untuk sekarang ini, media sosial itu masuk dalam ranah UU ITE. Itu pun baru sebatas yang masuk tindak pidana," katanya.
Baca juga: Pakar: Anomali media sebabkan sulit bedakan kebenaran informasi
Sunarsa sependapat kalau konten media sosial belakangan sudah makin meresahkan dan banyak yang mengeksploitasi adat budaya Bali.
Sebagai langkah awal, KPID Bali akan mendorong optimalisasi peran lembaga penyiaran agar lebih banyak menyiarkan tayangan yang mengedukasi. Langkah berikutnya adalah mengundang para youtuber dan penyedia layanan media sosial untuk berdiskusi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Banyak konten di media sosial yang menggunakan anak-anak sebagai model atau pelakon dan materi yang ditampilkan tak ramah dan tidak layak bagi anak-anak. Ini sangat merugikan anak-anak karena mereka menjadi korban eksploitasi dan kekerasan," kata Ketua KPPAD Bali Anak Agung Sagung Ani Asmoro di Denpasar, Kamis.
Baca juga: Kominfo: Literasi digital di Indonesia ibarat dua mata pisau
Ani Asmoro menyampaikan hal tersebut dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KPPAD Provinsi Bali dengan MDA dan KPID Provinsi Bali guna melakukan langkah-langkah meminimalisasi dampak negatif media sosial terhadap perkembangan anak.
"Ini persoalan serius yang harus disikapi oleh semua pihak. Kami berharap MoU yang ditandangani ini dapat memperkuat sinergi untuk melakukan edukasi dan melindungi anak-anak dari dampak negatif konten media sosial," ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra yang hadir mewakili gubernur mengatakan penandatanganan MoU ini sebagai momen yang penting di tengah beratnya tantangan yang dihadapi dalam upaya memerangi tindak kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak.
"Keberadaan media sosial belakangan banyak menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat. Mari kita jadikan sinergi tiga lembaga ini sebagai momentum menertibkan penggunaan media sosial. Kita berharap media sosial menjadi media edukasi, informatif dan mendidik," ucapnya.
Baca juga: Panglima TNI: media sosial dapat picu kerusuhan
Apresiasi terhadap penandatanganan MoU ini juga disampaikan Bendesa Agung MDA Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, Ketua KPID Bali I Made Sunarsa dan Ketua Komisi IV DPRD Bali Gusti Putu Budiarta.
Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet mengungkap, pada satu sisi kehadiran media sosial memberi banyak kemudahan bagi penggunanya. "Namun, belakangan saya malah berpikir, jangan-jangan bahayanya jauh lebih besar jika dibandingkan manfaatnya," ujarnya.
Sebagai lembaga yang menaungi seluruh krama (warga) adat di Bali, pihaknya sangat berkepentingan melindungi anak-anak dari paparan negatif konten media sosial.
Sementara itu, Ketua KPID Provinsi Bali I Made Sunarsa menyampaikan bahwa konten media sosial belum menjadi ranah lembaganya.
"Untuk sekarang ini, media sosial itu masuk dalam ranah UU ITE. Itu pun baru sebatas yang masuk tindak pidana," katanya.
Baca juga: Pakar: Anomali media sebabkan sulit bedakan kebenaran informasi
Sunarsa sependapat kalau konten media sosial belakangan sudah makin meresahkan dan banyak yang mengeksploitasi adat budaya Bali.
Sebagai langkah awal, KPID Bali akan mendorong optimalisasi peran lembaga penyiaran agar lebih banyak menyiarkan tayangan yang mengedukasi. Langkah berikutnya adalah mengundang para youtuber dan penyedia layanan media sosial untuk berdiskusi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021