Kepala Seksi Statistik Distribusi BPS Buleleng I Nyoman Giri Putra menegaskan bahwa tingkat inflasi di Buleleng tidak terpengaruh oleh wabah COVID-19 dan masih terkendali dengan angka 0,15 persen pada bulan Maret 2020.

"Angka 0,15 persen pada bulan Maret 2020 tersebut berdasarkan survei biaya hidup di perkotaan. Namun, survei mencakup sampai dengan Seririt," katanya dalam keterangan pers yang diterima, Jumat.

Menurut dia, ada sebelas kelompok pengeluaran yang disurvei untuk tingkat inflasi. Dari sebelas tersebut, enam mengalami inflasi, tiga kelompok mengalami deflasi, dan dua kelompok yang stagnan.

"Yang paling besar ada pada kelompok perlengkapan rumah tangga dan juga laundry. Laundry paling besar sebanyak 25 persen penyumbang inflasi," katanya.

Untuk wabah COVID-19 ini pastinya ada pengaruhnya, namun survei hanya dilakukan tiga minggu di lapangan. Minggu 1, 2 dan 3 bulan Maret memang melakukan survei langsung dan minggu keempat Maret menggunakan data sekunder.

Data sekunder digunakan karena adanya penerapan social distancing sehingga terbatas pada keluarga pegawai BPS Buleleng yang kebetulan berbelanja dan juga tanpa wawancara tatap muka. "Data sekunder ini masih valid dan bisa dipertanggungjawabkan," kata Giri Putra.

Baca juga: BI Bali: Waspadai tekanan inflasi karena distribusi terlambat

Merespons hal itu, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Buleleng, Ni Made Rousmini, mengatakan lembaga yang berwenang menghitung tingkat inflasi adalah Badan Pusat Statistik (BPS) yang ada di masing-masing kabupaten.

Dari data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Buleleng, memang angka inflasi berada di 0,15 persen pada bulan Maret 2020, sedangkan untuk inflasi nasional sebesar 0,10 persen. "Ini masih dikategorikan terkendali dan wabah COVID-19 tidak mempengaruhi," katanya.

Namun, dengan semakin merebaknya wabah COVID-19, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng tetap melakukan upaya-upaya pengendalian dan mempertahankan angka tersebut. Salah satu upayanya adalah terjun langsung ke lapangan memantau harga di pasar-pasar bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Buleleng.

"Perusahaan Daerah (PD) Pasar pun ikut mengawasi harga-harga yang sudah ada saat ini maupun ikut mengendalikan inflasi yang terjadi. Tetap dengan memperhatikan pola yang dianjurkan pemerintah yaitu menjaga jarak (social distancing), dengan tim yang terbatas memantau harga-harga di pasar dan mengendalikan inflasi," ujar Rousmini.

Rousmini mengatakan yang sangat menentukan besaran angka inflasi adalah ketersediaan komoditas, daya beli masyarakat, dan kelancaran distribusi. Tiga hal tersebut yang menyebabkan terbentuknya angka tingkat inflasi.

"Seperti contoh komoditas bawang putih. Buleleng masih sangat tergantung dengan Kabupaten Bangli. Tentunya ini sangat berpengaruh kelancaran distribusinya karena masing-masing kabupaten memiliki kebijakan tersendiri terkait pendistribusian barang," ucapnya.

Baca juga: Sekda Bali : Tantangan pengendalian inflasi makin berat

Sementara itu, Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra menyerahkan 150 buah masker N95 dan 16 boks sarung tangan berbagai ukuran kepada RSUD Buleleng (2/4) yang diterima secara simbolis oleh Kepada Direktur RSUD Buleleng dr. Gede Wiartana, M.Kes.

"Bantuan ini merupakan langkah nyata PMI Buleleng untuk turut berkolaborasi bersatu padu, bergotong royong dalam sebuah gerakan memerangi Virus Corona (COVID-19). Dengan adanya bantuan masker N95 dan sarung tangan ini, semoga para pahlawan kesehatan yang berada di garda terdepan terlindungi dan lebih percaya diri dalam menangani pasien," ujarnya.

 

Pewarta: Made Adnyana

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020