Pengusaha hotel, restoran, dan ritel di Bali akan menawarkan diskon besar-besaran mulai Oktober 2019 sebagai bagian dari program "Great Bali Xperience 2019" untuk mengakselerasi kunjungan wisatawan ke Pulau Dewata.
"Jika Great Bali Xperience (GBX) 2019 ini bisa dilakukan efektif, kami yakin akan menaikkan okupansi hotel di Bali yang saat ini berkisar 50-60 persen," kata Ketua Umum Masyarakat Sadar Pariwisata Panca R Sarungu di sela-sela sosialisasi GBX 2019 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan setiap tahun ada beberapa pola "low season" kunjungan wisatawan ke Bali. Namun, selama ini tidak banyak yang bisa dilakukan kalangan industri.
"Padahal, sebenarnya banyak hal yang dilakukan dengan kolaborasi industri-industri di Bali. Bagaimana kita bersama-sama mau melepas ego dan 'ngayah' berkontribusi untuk mendorong pariwisata," ucapnya yang juga sebagai Inisiator bersama GBX 2019 itu.
Panca mengingatkan betapa besarnya "multiplier effect" dari sektor pariwisata bagi sektor lainnya. Seperti yang diakui pengusaha ritel bahwa kenaikan atau penurunan okupansi hotel, telah berdampak pada "spending" atau tingkat pengeluaran masyarakat.
"Kalau okupansi bagus pada kuartal ketiga, 'spend' masyarakat di kuartal keempat juga meningkat. Tetapi kalau okupansi pada kuartal keempat menurun, spend pada kuartal pertama tahun berikutnya juga menurun. Karena kebanyakan masyarakat Bali memang mendapatkan penghasilan dari sektor pariwisata," ujarnya pada acara yang dihadiri kalangan industri pariwisata, restoran dan ritel itu.
Baca juga: Paket wisata Indonesia terjual di Ho Chi Minh senilai Rp83,6 miliar
Diskon atau potongan harga yang bisa dinikmati konsumen dalam GBX 2019 yang dimulai dari Oktober hingga awal Desember 2019 dapat mencapai 50 persen. Untuk peluncurannya direncanakan pada akhir September oleh Gubernur Bali Wayan Koster. "Diskon yang ditawarkan ritel, khususnya pada produk-produk yang berhubungan dengan sektor pariwisata," katanya.
Yang jelas, lanjut Panca, dengan GBX 2019 itu tak hanya untuk menjaring wisatawan asing, namun juga wisatawan domestik yang mudah diberikan "impulse buying" atau pembelian tanpa rencana.
"Wisatawan domestik yang sebelumnya tidak mau berwisata ke suatu tempat, tetapi setelah melihat murah, akan menyiapkan perjalanannya.
Orang Indonesia tidak seperti orang Eropa yang menyiapkan perjalanannya 5-6 bulan sebelumnya, sedangkan kita kalau ada diskon, ada murah, langsung berangkat," ujarnya.
Demikian juga ketika ada barang yang didiskon, meskipun tidak dibutuhkan akan dibeli. "Wisatawan domestik yang potensial menjadi targert dari kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang, apalagi dengan didukung infrastruktur yang semakin baik," kata Panca.
Baca juga: Dispar Bali ajak kelompok sadar wisata berperan aktif
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Jika Great Bali Xperience (GBX) 2019 ini bisa dilakukan efektif, kami yakin akan menaikkan okupansi hotel di Bali yang saat ini berkisar 50-60 persen," kata Ketua Umum Masyarakat Sadar Pariwisata Panca R Sarungu di sela-sela sosialisasi GBX 2019 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan setiap tahun ada beberapa pola "low season" kunjungan wisatawan ke Bali. Namun, selama ini tidak banyak yang bisa dilakukan kalangan industri.
"Padahal, sebenarnya banyak hal yang dilakukan dengan kolaborasi industri-industri di Bali. Bagaimana kita bersama-sama mau melepas ego dan 'ngayah' berkontribusi untuk mendorong pariwisata," ucapnya yang juga sebagai Inisiator bersama GBX 2019 itu.
Panca mengingatkan betapa besarnya "multiplier effect" dari sektor pariwisata bagi sektor lainnya. Seperti yang diakui pengusaha ritel bahwa kenaikan atau penurunan okupansi hotel, telah berdampak pada "spending" atau tingkat pengeluaran masyarakat.
"Kalau okupansi bagus pada kuartal ketiga, 'spend' masyarakat di kuartal keempat juga meningkat. Tetapi kalau okupansi pada kuartal keempat menurun, spend pada kuartal pertama tahun berikutnya juga menurun. Karena kebanyakan masyarakat Bali memang mendapatkan penghasilan dari sektor pariwisata," ujarnya pada acara yang dihadiri kalangan industri pariwisata, restoran dan ritel itu.
Baca juga: Paket wisata Indonesia terjual di Ho Chi Minh senilai Rp83,6 miliar
Diskon atau potongan harga yang bisa dinikmati konsumen dalam GBX 2019 yang dimulai dari Oktober hingga awal Desember 2019 dapat mencapai 50 persen. Untuk peluncurannya direncanakan pada akhir September oleh Gubernur Bali Wayan Koster. "Diskon yang ditawarkan ritel, khususnya pada produk-produk yang berhubungan dengan sektor pariwisata," katanya.
Yang jelas, lanjut Panca, dengan GBX 2019 itu tak hanya untuk menjaring wisatawan asing, namun juga wisatawan domestik yang mudah diberikan "impulse buying" atau pembelian tanpa rencana.
"Wisatawan domestik yang sebelumnya tidak mau berwisata ke suatu tempat, tetapi setelah melihat murah, akan menyiapkan perjalanannya.
Orang Indonesia tidak seperti orang Eropa yang menyiapkan perjalanannya 5-6 bulan sebelumnya, sedangkan kita kalau ada diskon, ada murah, langsung berangkat," ujarnya.
Demikian juga ketika ada barang yang didiskon, meskipun tidak dibutuhkan akan dibeli. "Wisatawan domestik yang potensial menjadi targert dari kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang, apalagi dengan didukung infrastruktur yang semakin baik," kata Panca.
Baca juga: Dispar Bali ajak kelompok sadar wisata berperan aktif
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019