Singaraja (Antaranews Bali) - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng melarang sekolah untuk memungut iuran kepada siswa guna pengadaan sarana upacara (banten) saat piodalan di pura sekolah, purnama dan tilem, serta hari-hari besar keagamaan, seperti Hari Saraswati.

"Kami minta sekolah tidak memungut iuran untuk menghindari pungutan liat (pungli), terutama saat pelaksanaan piodalan sekolah yang memang memerlukan sarana upacara yang cukup banyak,” kata Kepala Disdikpora Buleleng, Gede Suyasa, di Singaraja, Buleleng, Bali, Jumat.

Selain dilarang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), iuran juga tidak ada dalam juknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sehingga kepala sekolah dan guru di sekolah diharapkan memahami dengan tepat dan benar penggunakaan anggaran dari BOS.

Suyasa mengatakan, selama ini pengadaan sarana upacara seperti banten memang memang sering membuat kepala skeolah bingung untuk mendapatkan dana. Apalagi di Bali, sekolah-sekolah tetap melakukan upacara seperti yang rutin dilakukan pada purnama tilem.

"Apalagi pada saat Hari Saraswati yang merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan, sekolah memang wajib menghaturkan banten dalam jumlah yang lebih besar dari upacara-upacara biasa, sedangkan juknis BOS tidak ada dana untuk pengadaan banten, karena juknis dibuat secara nasional," kata Suyasa.

Menurut Suyasa, pengadaan dan pembuatan banten atau sarana upacara lainnya sebenarnya dapat diambilkan dari dana BOS tanpa harus memungut iuran. Karena pembuatan banten merupakan aspek pendidikan muatan lokal yang juga harus diperhatikan dalam pendidikan, sehingga biaya pembuatan banten itu dapat dianggarkan dengan cara pengadaan bahan-bahan untuk membuat banten.

"Ini sama dengan pembelajaran muatan lokal lain seperti belajar membuat anyaman yang bahan keterampilanya disediakan sekolah dengan dana BOS. Jadi, pengadaannya jangan pembelian banten, jelas tidak ada dalam juknis BOS, tetapi pengadaan bahan pembuatan banten,  karena itu merupakan pendidikan muatan lokal dan itu ada dalam juknis BOS," katanya.

Dengan cara seperti itu, kata Suyasa, siswa dan guru menjadi lebih aktif untuk belajar bersama dalam proses pembuatan banten yang bisa digunakan piodalan dan Hari Saraswati, bahkan pihak sekolah bisa mendatangkan ahli banten yang kompeten dari luar dan dibayarkan honornya dari BOS.

Sebelumnya, ia sudah sempat mendiskusikan masalah itu kepada supervisor dari auditor BPK pusat. Sepanjang seluruh kegiatan itu tersebut dilaksanakan atas pengetahuan komite sekolah dan masuk dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). (ed)

Pewarta: Naufal Fikri Yusuf

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018