Denpasar (Antaranews Bali) - Ketua KPU Kabupaten Buleleng Gede Suardana berpandangan kesadaran politik masyarakat di daerah tersebut perlu terus dikuatkan, menyusul rendahnya tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Bali 2018.

"Tingkat partisipasi pemilih di Buleleng untuk Pilkada Bali sebesar 58,4 persen. Ada peningkatan empat persen dibandingkan saat Pemilihan Bupati Buleleng pada 2017 yang partisipasinya 54,4 persen," kata Suardana, di Denpasar, Rabu.

Berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilih Kabupaten Buleleng, jumlah pemilih yang datang ke TPS sebanyak 324.560 orang. Sedangkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 555.555 orang.

Suardana menambahkan, saat itu jika dilihat dari penyebaran formulir C6, yang tidak tersebar hanya dua persen yakni karena ada yang meninggal dunia, pindah alamat, pemilihnya tidak ditemukan atau tidak dikenal dan sebagainya.

"Penyebaran sudah kami lakukan maksimal, artinya 98 persen pemilih di DPT sudah mendapat C6. Dari C6 yang sudah tersebar, yang tidak menggunakan hak pilihnya sekitar 40 persen," ujarnya.

Sosialisasi pilkada juga telah dilakukan masif di 148 desa yang terjangkau, di tingkat kabupaten juga beberapa kali sosialisasi, maupun menyasar segmen perempuan, disabilitas, kelompok agama dan sebagainya.

Pihaknya memprediksi penyebab banyaknya pemilih di Buleleng tidak ke TPS karena ada kantong-kantong daerah yang penduduknya bekerja di Denpasar, sehingga mereka tidak pulang menggunakan hak pilihnya, walaupun di desa dan kecamatan tersebut merupakan areal tempat tinggal salah satu pasangan calon.

"Ini kami amati berlaku hampir setiap perhelatan pemilu maupun pilkada. Ada juga tidak menggunakan hak pilihnya karena pilihan politiknya berbeda, mereka tidak tertarik dengan visi misi yang ditawarkan pasangan calon atau program yang ditawarkan tidak sesuai dengan masyarakat," ucap Suardana.

Sedangkan kalau dilihat dalam Pemilihan Bupati dan Wabup Buleleng 2017, penyebab rendahnya partisipasi pemilih selain karena masyarakat urban, tidak sedikit masyarakat saat itu ada pekerjaan di tempat lain seperti memetik cengkih.

"Itupun tidak tanggung-tanggung memetiknya di Kabupaten Jembrana, sehingga mereka enggan pulang untuk pemilih," katanya.

Selain itu, kedua paslon saat itu punya latar belakang partai yang sama, sehingga pemilih yang mempunyai pilihan politik berbeda, lebih memilih tidak menggunakan hak pilihnya. "Namun, untuk mengetahui lebih jelas penyebab rendahnya partisipasi pemilihan dalam Pilkada Bali perlu dilakukan riset," ucapnya.

Ke depan, untuk Pemilu 2019, menurut Suardana, yang penting bukan sosialisasi cara mencoblos, bukan juga sosialisasi hari dan tanggal pemungutan, tetapi pendidikan politik agar mereka lebih sadar menggunakan hak politiknya.

"Penguatan pendidikan politik yang dilakukan ini tentu harus sinergi dari para pemangku kepentingan terkait, seperti penyelenggara, parpol, tim kampanye hingga para akademisi," kata Suardana. (WDY)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018