Denpasar (Antaranews Bali) - Lima anggota Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali untuk periode 2018-2023 telah dilantik pada 25 Juli 2018 oleh Ketua Bawaslu Republik Indonesia. Dua dari lima pengawas pemilu tersebut, berstatus petahana, yakni Ketut Rudia dan I Wayan Widyardana Putra.

Namun, satu petahana yakni Ir I Ketut Sunadra MSi, harus berbesar hati, karena tak bisa kembali bergabung di Bawaslu Bali, meskipun dirinya telah masuk dalam 10 nama yang disetorkan tim seleksi untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Bawaslu RI.

"Dalam sebuah kompetisi, terpilih atau tak terpilih, itu mekanisme biasa. Sudah pasti ada standar-standar yang dipakai untuk menjaring dan menyaringnya, seperti kapabilitas, kapasitas, profesional, dan kompetensi, serta 'track record' sehingga akhirnya lima orang itu yang terpilih. Mereka terpilih sesuai asas-asas tersebut dan saya nilai Bawaslu RI sangat objektif," kata Sunadra.

Menurut dia, yang terpenting, ketidakterpilihan itu bukan karena faktor "track record" atau rekam jejak yang tercela maupun tak berintegritas. "Itu murni kompetensi saya di bidang ilmu hukum, yang mungkin dianggap belum memadai," ucapnya.

Sunadra berpandangan kelima orang yang terpilih yakni Ketut Rudia (Ketua Bawaslu Bali), I Wayan Widyardana Putra (anggota Bawaslu Bali), Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Bali),  Ketut Ariyani (Ketua Panwaslu Buleleng) dan anggota Panwaslu Tabanan I Wayan Wirka merupakan kader-kader dan putra-putri terbaik Bali.

"Mereka itu, kader-kader saya dalam arti sering berdiskusi, putra-putri terbaik Bali dan saya secara personal mendukung mereka yang terpilih, untuk memastikan tegaknya keadilan pemilu," ujarnya.

Walaupun harus "terpental" dari Bawaslu Bali, tak membuat Sunadra berkecil hati. Pria kelahiran 1 Desember 1959 itu mengaku akan kembali ke dunia akademik, dengan menjadi dosen di Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Denpasar.

Menjadi dosen, bagi Sunadra, sesungguhnya bukanlah hal yang baru, karena karirnya memang dimulai dari situ. Suami dari Luh Anggreni ini telah menjadi akademisi di Fakultas Pertanian Unwar sejak 10 Desember 1984.

Bahkan, sejumlah jabatan penting sebelumnya telah dipercayakan kepada Sunadra, mulai dari Wakil Dekan Fakultas Pertanian hingga menjadi Pembantu Rektor I di Universitas Warmadewa yang merupakan salah satu kampus swasta terbesar di Bali itu.

"Secara faktual, selama 2013-2018, saya sebagai anggota Bawaslu Provinsi Bali oleh Rektor Unwar dan Pengurus Yayasan Kesejahteraan Korpri Provinsi Bali berstatus diberikan izin, tanpa melupakan tugas-tugas pokok Tri Dharma Perguruan Tinggi," ucap pria yang pada awalnya bercita-cita ingin menjadi dokter tersebut

Oleh karena itu, ketika kini harus balik lagi ke kampus, bagi lulusan Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada itu  tidak akan sulit karena tinggal bersurat saja ke Dekan Fakultas Pertanian dan Rektor Unwar untuk kembali melaksanakan tugas-tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi dan kegiatan penunjang lainnya secara penuh dan sebagaimana mestinya.

Kawal Demokrasi

Meskipun sudah tidak lagi menjadi pengawas pemilu, Sunadra menegaskan dirinya tidak lantas "lari" dari dunia yang selama ini semakin melambungkan nama dan kiprahnya.

"Saya sudah tentu akan tetap berkontribusi untuk mengawal demokrasi, melalui forum-forum tertentu untuk mengingatkan semua pihak, termasuk kepada penyelenggara pemilu harus tetap netral dan profesional," ucap pria asal Desa Munggu, Kabupaten Badung itu.

Semua pihak, lanjut Sunadra, utamanya kalangan masyarakat luas, termasuk perguruan tinggi dan tokoh masyarakat seyogyanya peduli, untuk ikut serta membantu penyelenggara (termasuk pengawas pemilu) dalam memastikan penyelenggaraan demokrasi elektoral tersebut berlangsung secara prosedural dan sekaligus substansial.

"Semua lapisan masyarakat seyogyanya ikut serta untuk memastikan proses Pemilu 2019 berintegritas, dan hasilnya dipercaya publik untuk mewujudkan 'hope and need' masyarakat lima tahun ke depan. Di samping memastikan kontestasi melalui pemilu yang semakin berkualitas dan bermartabat," ujarnya.

Peserta Pemilu seyogyanya menaati hukum pemilu, jangan lagi ada janji-janji atau pemberian uang atau materi lainnya atau melakukan politik uang.

"Demikian juga klaim wilayah dengan warna tertentu. Jangan melibatkan ASN, anggota TNI-Polri, lembaga-lembaga dan perangkat desa/kelurahan atau desa adat, yang seyogyanya netral memberi semua kontestan untuk berkesempatan menyampaikan visi misi program kerjanya, apakah sebagai caleg, calon DPD atau Capres-Cawapres," katanya.

Penyelenggara pemilu, lanjut Sunadra, mesti berbenah di semua jenjang, terutama penyelenggara di tingkat desa atau kelurahan dan di tingkat tempat pemungutan suara.

"Oleh karenanya, di tingkatan itulah kedaulatan rakyat dipertaruhkan, sehingga penyelenggara pemilu harus memastikan merekrut personel yang selain netral juga perlalu diberikan pelatihan atau bimtek yang memadai untuk melaksanakan seluruh tahapan Pemilu 2019," tutur Sunadra. (ed)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018