Mendengar kata tuak mungkin yang terbayang adalah minuman tradisional mengandung alkohol yang membuat peminumnya mabuk berat.

Namun, Desa Munduk Bestala, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali, memiliki tuak murni dengan rasa yang manis yang tak membuat peminumnya menjadi mabuk, bahkan si peminum justru akan merasa segar bugar.

"Tuak di Munduk berbeda dengan minuman sejenis yang beralkohol, karena peminumnya dijamin tidak akan mabuk, tapi justru sehat," kata petani aren dari Desa Munduk Bestala, Putu Aryawan, di Singaraja, Buleleng (2/7).

Tuak manis itu merupakan produksi asli dari petani aren dari Desa Munduk Bestala yang disadap dari pohon aren yang tumbuh di desa itu.

Bahkan, minuman khas Desa Munduk Bestala itu sudah diproduksi dengan kemasan yang menarik serta diedarkan ke sejumlah wilayah, seperti Singaraja dan Denpasar.  

"Tuak yang dikemas itu adalah tuak segar yang baru dipanen dari pohon aren tanpa melalui proses pengolahan kembali dan sama sekali tak dicampur dengan zat atau bahan-bahan lain," kata Putu Aryawan.

Menurut petani yang giat memproduksi minuman tuak manis dalam kemasan itu, tuak yang disadap dari pohon aren itu cukup disaring agar bersih dan rasa manis dari tuak itu juga tetap terjaga.

"Di Desa Munduk Bestala memang tumbuh banyak pohon aren," katanya.

Pohon aren itu diambil air niranya, kemudian difermentasikan sehingga menjadi putih dan menimbulkan bau yang khas.

Menurut para ahli, tuak merupakan minuman yang memiliki kadar alkohol rendah, dan berguna untuk menekan syaraf sentral peminumnya, sehingga bisa lebih tenang.

Biasanya, aren itu dijadikan warga untuk gula merah atau gula aren yang cukup terkenal. Namun, dalam masa sekitar setahun lalu, harga gula aren merosot.

Merosotnya harga itu menginspirasi Putu Aryawan untuk beralih menjual tuak manis yang dikemas dalam botol dan dilabeli "Tuak manis dari pohon Aren Munduk Bestala".

"Rendahnya harga gula merah membuat saya mencoba menjual tuak manis yang dikemas dalam botol, dan ternyata banyak yang pesan. Jadi, usaha ini saya teruskan," ucapnya.

Bahkan, kata Aryawan yang membawakan sendiri pesanan itu ke sejumlah wilayah itu,  pesanan bisa datang dari Kota Denpasar.

Untuk pemasaran, ia melakukannya lewat daring/online dan melalui telepon.

Selain itu, ia juga menitipkan tuak manis kemasan itu pada sejumlah pedagang di objek wisata alam di Desa Pedawa, Buleleng.

Putu Aryawan memiliki sekitar 40 pohon aren di kebunnya. Dari pohon sebanyak itu, ia bisa menyadap tuak setiap hari dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi pesanan konsumen.

Rata-rata, ia memproduksi tuak manis sebanyak 200 botol/minggu, namun ia juga bisa memproduksi sesuai pesanan dengan jumlah melebihi produksi setiap minggunya.

"Sehari, kami sebenarnya bisa menyadap tuak untuk sekitar 40 hingga 50 botol, namun tak semua tuak itu saya kemas dalam botol," tutur Aryawan.

Ya, Aryawan tidak hanya memproduksi tuak manis, namun ia juga tetap mengolah aren menjadi gula merah. Keduanya menjadi kekhasan dari Desa Munduk Bestala yang tetap dijaganya. (ed)

Pewarta: Made Adnyana

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018