Denpasar (Antaranews Bali) - Pemerintah Kabupaten Buleleng, memperoleh alokasi dana desa sebesar Rp107 miliar dalam tahun 2018, Rp58,6 miliar di antaranya sudah terealisasi dalam pencairan tahap pertama dan kedua untuk menggarap berbagai proyek pembangunan di masing-masing desa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Buleleng, I Gede Sandiyasa, Kamis, mengatakan pencairan dana desa tahap pertama sebesar 20 persen atau Rp20 miliar. Jumlah dana untuk masing-masing desa bervariasi antara Rp600 juta hingga Rp1 miliar.
Ia mengatakan, untuk pencairan tahap kedua sebesar 40 persen yang sudah diterima oleh sebanyak 117 desa di Buleleng. Namun masih ada sebanyak 12 desa yang belum menerima karena masih melengkapi masalah administrasi.
Dengan demikian jumlah desa yang dananya sudah cair sebanyak 117 desa dengan anggaran sebesar Rp38,6 miliar. Pencairan tahap kedua ini paling cepat bulan Maret dan paling lambat bulan Juni.
I Gede Sandiyasa menjelaskan, pencairan dana desa dilakukan dalam tiga tahapan pada kurun waktu setahun. Untuk tahap pertama dilakukan paling cepat bulan Januari, tahap kedua bulan Maret dan tahap ketiga bulan Agustus.
Secara umum, pencairan dana desa di Kabupaten Buleleng berlangsung lancar. Jika terjadi penundaan, semua akibat masalah administrasi saja.
"Kami berharap dalam penggunaan dana desa dilakukan dengan tertib administarsi agar program pembangunan desa menjadi lancar," ujar I Gede Sandiyasa.
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Bali Ketut Lihadnyana dalam kesempatan terpisah sebelumnya mengingatkan, jajaran perangkat desa agar memanfaatkan dana desa untuk program padat karya tunai dengan memprioritaskan warga miskin dan pengangguran.
Program padat karya tunai yang dimaksud yakni pemanfaatan dana desa untuk pembangunan infrastruktur agar sedapat mungkin dilakukan dengan swakelola dan menggunakan tenaga kerja lokal di desa setempat.
Tenaga kerja yang dilibatkan, memprioritaskan warga miskin dan warga desa yang belum memiliki pekerjaan atau menganggur, serta sedapat mungkin dananya berputar di desa.
"Jikapun ternyata ada warga yang dilibatkan tidak berprofesi sebagai tukang, mereka itu dapat diminta untuk membantu mengangkut material. Intinya, agar dana ini dapat memberikan dampak untuk peningkatan produktivitas kerja masyarakat desa," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Buleleng, I Gede Sandiyasa, Kamis, mengatakan pencairan dana desa tahap pertama sebesar 20 persen atau Rp20 miliar. Jumlah dana untuk masing-masing desa bervariasi antara Rp600 juta hingga Rp1 miliar.
Ia mengatakan, untuk pencairan tahap kedua sebesar 40 persen yang sudah diterima oleh sebanyak 117 desa di Buleleng. Namun masih ada sebanyak 12 desa yang belum menerima karena masih melengkapi masalah administrasi.
Dengan demikian jumlah desa yang dananya sudah cair sebanyak 117 desa dengan anggaran sebesar Rp38,6 miliar. Pencairan tahap kedua ini paling cepat bulan Maret dan paling lambat bulan Juni.
I Gede Sandiyasa menjelaskan, pencairan dana desa dilakukan dalam tiga tahapan pada kurun waktu setahun. Untuk tahap pertama dilakukan paling cepat bulan Januari, tahap kedua bulan Maret dan tahap ketiga bulan Agustus.
Secara umum, pencairan dana desa di Kabupaten Buleleng berlangsung lancar. Jika terjadi penundaan, semua akibat masalah administrasi saja.
"Kami berharap dalam penggunaan dana desa dilakukan dengan tertib administarsi agar program pembangunan desa menjadi lancar," ujar I Gede Sandiyasa.
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Bali Ketut Lihadnyana dalam kesempatan terpisah sebelumnya mengingatkan, jajaran perangkat desa agar memanfaatkan dana desa untuk program padat karya tunai dengan memprioritaskan warga miskin dan pengangguran.
Program padat karya tunai yang dimaksud yakni pemanfaatan dana desa untuk pembangunan infrastruktur agar sedapat mungkin dilakukan dengan swakelola dan menggunakan tenaga kerja lokal di desa setempat.
Tenaga kerja yang dilibatkan, memprioritaskan warga miskin dan warga desa yang belum memiliki pekerjaan atau menganggur, serta sedapat mungkin dananya berputar di desa.
"Jikapun ternyata ada warga yang dilibatkan tidak berprofesi sebagai tukang, mereka itu dapat diminta untuk membantu mengangkut material. Intinya, agar dana ini dapat memberikan dampak untuk peningkatan produktivitas kerja masyarakat desa," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018