Denpasar (Antaranews Bali) - Terdakwa Wayan Sunada (44), kakak kandung mantan Wakil Ketua DPRD Bali, Jro Gede Komang Swastika, dituntut hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp800 juta, subsider enam bulan penjara karena melakukan pemufakatan jahat jual beli narkoba.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Wayan Sunada dengan pidana penjara selama sembilan tahun penjara dikurangi selama masa terdakwa dalam tahanan sementara dan pidana denda Rp800 juta subsidair enam bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Made Lovi di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Novitha Riama itu, terdakwa dijerat dengan Pasall 114 Ayat 1 jo Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Tuntutan ini dilakukan sesuai dengan beberapa pertimbangan JPU yakni pertimbangan memperberat hukuman karena perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan terhadap segala bentuk penyalahgunaan Narkotika.
Sementara hal yang meringankan karena terdakwa bersikap sopan dan mengakui secara terus terang perbuatannya sehingga memperlancar persidangan.
Menanggapi tuntutan itu, terdakwa bersama penasehat hukumnya langsung menyampaikan pembelaan secara lisan.
Terdakwa meminta kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini agar memutuskan seringan-ringannya dengan pertimbangan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.
"Mohon yang seringan-ringannya, yang mulia. Anak saya masih kecil-kecil," kata terdakwa. Atas pembelaan itu, JPU menyatakan tetap pada tuntutannya. Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda putusan dari mejelis hakim.
Divonis lima tahun
Sementara itu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, dalam sidang terpisah juga menghukum terdakwa Hariono (41), seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Denpasar, Bali, selama lima tahun penjara dan denda Rp800 juta, subsider dua bulan kurungan penjara.
Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 112 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, karena melakukan tindak pidana memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkoba golongan I bukan tanaman atau sabu-sabu seberat 1,14 gram, kata Ketua Majelis Hakim Partha Bhargawa.
Hakim menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan segala bentuk penyalahgunaan narkoba.
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, I Made Lovi Pusnawan dalam sidang sebelumnya yang menuntut hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp800 juta, subsider tiga bulan penjara.
Mendengar putusan hakim tersebut, terdakwa menerima putusan hakim dan JPU menyatakan pikit-pikir atas putusan hakim.
Penangakapan terdakwa bermula saat petugas sipir LP Kelas IIA Kerobokan, Denpasar, bernama Ade Januasyah melakukan kontrol (briping) di wisma Alas Kedaton, pada 1 Oktober 2017, Pukul 15.55 Wita.
Petugas sipir yang melihat terdakwa di luar wisma Alas Kedaton lembaga pemasyarakatan itu, mengeluarkan pipet kaca dari saku celanany dan terlihat panik saat dilihat petugas.
Dari gerak-gerik itulah, petugas sipir mendekati terdakwa dan memintanya mengeluarkan semua isi kantong celana yang dimilikinya. Saat itu, petugas sipir menemukan ada lipatan pada uang Rp10.000 yang dikeluarkan dari kantong celananya, telepon genggam dan pipet kaca.
Kemudian, petugas membawa terdakwa ke ruang kepala LP Kerobokan dan saat dibuka lipatan uang Rp10.000 itu, petugas menemukan satu klip plastik yang berisi kristal bening yang diduga sabu-sabu.
Selanjutnya, petugas melaporkan kejadian itu dan terdakwa diinterogasi lebih lanjut oleh petugas kepolisian dari Polsek Kuta Utara.
Saat dilakukan penimbangan dan pemeriksaan labolatorium pada 5 Oktober 2017, memang benar kristas bening yang berhasil diamankan petugas sipir dari tangan terdakwa mengandung sediaan metamfetamina atau sabu-sabu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Wayan Sunada dengan pidana penjara selama sembilan tahun penjara dikurangi selama masa terdakwa dalam tahanan sementara dan pidana denda Rp800 juta subsidair enam bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Made Lovi di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Novitha Riama itu, terdakwa dijerat dengan Pasall 114 Ayat 1 jo Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Tuntutan ini dilakukan sesuai dengan beberapa pertimbangan JPU yakni pertimbangan memperberat hukuman karena perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan terhadap segala bentuk penyalahgunaan Narkotika.
Sementara hal yang meringankan karena terdakwa bersikap sopan dan mengakui secara terus terang perbuatannya sehingga memperlancar persidangan.
Menanggapi tuntutan itu, terdakwa bersama penasehat hukumnya langsung menyampaikan pembelaan secara lisan.
Terdakwa meminta kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini agar memutuskan seringan-ringannya dengan pertimbangan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.
"Mohon yang seringan-ringannya, yang mulia. Anak saya masih kecil-kecil," kata terdakwa. Atas pembelaan itu, JPU menyatakan tetap pada tuntutannya. Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda putusan dari mejelis hakim.
Divonis lima tahun
Sementara itu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, dalam sidang terpisah juga menghukum terdakwa Hariono (41), seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Denpasar, Bali, selama lima tahun penjara dan denda Rp800 juta, subsider dua bulan kurungan penjara.
Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 112 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, karena melakukan tindak pidana memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkoba golongan I bukan tanaman atau sabu-sabu seberat 1,14 gram, kata Ketua Majelis Hakim Partha Bhargawa.
Hakim menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan segala bentuk penyalahgunaan narkoba.
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, I Made Lovi Pusnawan dalam sidang sebelumnya yang menuntut hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp800 juta, subsider tiga bulan penjara.
Mendengar putusan hakim tersebut, terdakwa menerima putusan hakim dan JPU menyatakan pikit-pikir atas putusan hakim.
Penangakapan terdakwa bermula saat petugas sipir LP Kelas IIA Kerobokan, Denpasar, bernama Ade Januasyah melakukan kontrol (briping) di wisma Alas Kedaton, pada 1 Oktober 2017, Pukul 15.55 Wita.
Petugas sipir yang melihat terdakwa di luar wisma Alas Kedaton lembaga pemasyarakatan itu, mengeluarkan pipet kaca dari saku celanany dan terlihat panik saat dilihat petugas.
Dari gerak-gerik itulah, petugas sipir mendekati terdakwa dan memintanya mengeluarkan semua isi kantong celana yang dimilikinya. Saat itu, petugas sipir menemukan ada lipatan pada uang Rp10.000 yang dikeluarkan dari kantong celananya, telepon genggam dan pipet kaca.
Kemudian, petugas membawa terdakwa ke ruang kepala LP Kerobokan dan saat dibuka lipatan uang Rp10.000 itu, petugas menemukan satu klip plastik yang berisi kristal bening yang diduga sabu-sabu.
Selanjutnya, petugas melaporkan kejadian itu dan terdakwa diinterogasi lebih lanjut oleh petugas kepolisian dari Polsek Kuta Utara.
Saat dilakukan penimbangan dan pemeriksaan labolatorium pada 5 Oktober 2017, memang benar kristas bening yang berhasil diamankan petugas sipir dari tangan terdakwa mengandung sediaan metamfetamina atau sabu-sabu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018