Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika berupaya menekan penyebaran HIV dan AIDS dengan menjadwalkan penerbitan peraturan daerah atau peraturan gubernur tentang keberadaan kafe di wilayah Pulau Dewata.
"Upaya menekan penyebaran dalam bentuk regulasi itu karena diduga kafe menjadi salah satu tempat yang mendukung penularan penyakit mematikan itu," katanya usai peresmian SMAN Bali Mandara di Denpasar, Kamis.
Seperti diketahui, penularan terbesar virus HIV/AIDS di beberapa wilayah Bali, diduga terbanyak bermula dari perilaku penderita yang pernah berhubungan seksual dengan cewek kafe atau wanita pelayan tempat hiburan.
Namun gubernur belum bisa menjelaskan bentuk peraturan tersebut, apakah berbentuk moratorium atau penutupan keberadaan kafe. Sebab semuanya harus dikoordinasikan dengan pihak legislatif.
Upaya menekan penyebaran virus tersebut, tambah dia, adalah bentuk keprihatinan dengan semakin banyaknya jumlah penderita HIV dan AIDS, bahkan sudah menyebar di kalangan pelajar.
"Kondisi itu sangat memprihatinkan, oleh karena itu kami mengimbau perlu terus ditingkatkannya pendidikan karakter dan budi pekerti di kalangan pelajar," ujarnya.
Gubernur Pastika mengatakan, peningkatan pendidikan karakter itu diharapkan bisa membina perilaku para pelajar untuk menghindari kegiatan atau tindakan yang beresiko, seperti berhubungan seksual di luar nikah dan berganti-ganti pasangan.
Sementara ketika ditanya apakah akan ada peningkatan anggaran tentang masalah penyebaran HIV dan AIDS, gubernur menilai hal itu tidak terlalu penting sebab dana tersebut hanya digunakan untuk penyuluhan dan sosialisasi.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali Ketut Kariyasa Adyana mengatakan, jika pihak eksekutif ingin mengeluarkan Perda tentang kafe tentu harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan legislatif.
"Namun saya menilai sebenarnya peraturan tersebut tidak diperlukan, karena sudah jelas bahwa keberadaan kafe yang tersebar di kabupaten/kota itu sudah melanggar aturan karena tidak berizin sehingga harus ditindak dengan tegas," katanya.
Dia menilai yang menjadi masalah adalah kurangnya penindakan yang tegas oleh pemerintah kabupaten/kota.
"Kurang tegasnya penindakan tersebut kemungkinan pihak pemerintah daerah kurang berani karena biasanya tempat hiburan seperti itu dibantu oleh tokoh masyarakat setempat," ujarnya.
Keberadaan tokoh yang membantu atau mem-"backingi" kafe itu membuat sulit pemerintah bertindak sebab ditakutkan terjadi konflik.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Upaya menekan penyebaran dalam bentuk regulasi itu karena diduga kafe menjadi salah satu tempat yang mendukung penularan penyakit mematikan itu," katanya usai peresmian SMAN Bali Mandara di Denpasar, Kamis.
Seperti diketahui, penularan terbesar virus HIV/AIDS di beberapa wilayah Bali, diduga terbanyak bermula dari perilaku penderita yang pernah berhubungan seksual dengan cewek kafe atau wanita pelayan tempat hiburan.
Namun gubernur belum bisa menjelaskan bentuk peraturan tersebut, apakah berbentuk moratorium atau penutupan keberadaan kafe. Sebab semuanya harus dikoordinasikan dengan pihak legislatif.
Upaya menekan penyebaran virus tersebut, tambah dia, adalah bentuk keprihatinan dengan semakin banyaknya jumlah penderita HIV dan AIDS, bahkan sudah menyebar di kalangan pelajar.
"Kondisi itu sangat memprihatinkan, oleh karena itu kami mengimbau perlu terus ditingkatkannya pendidikan karakter dan budi pekerti di kalangan pelajar," ujarnya.
Gubernur Pastika mengatakan, peningkatan pendidikan karakter itu diharapkan bisa membina perilaku para pelajar untuk menghindari kegiatan atau tindakan yang beresiko, seperti berhubungan seksual di luar nikah dan berganti-ganti pasangan.
Sementara ketika ditanya apakah akan ada peningkatan anggaran tentang masalah penyebaran HIV dan AIDS, gubernur menilai hal itu tidak terlalu penting sebab dana tersebut hanya digunakan untuk penyuluhan dan sosialisasi.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali Ketut Kariyasa Adyana mengatakan, jika pihak eksekutif ingin mengeluarkan Perda tentang kafe tentu harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan legislatif.
"Namun saya menilai sebenarnya peraturan tersebut tidak diperlukan, karena sudah jelas bahwa keberadaan kafe yang tersebar di kabupaten/kota itu sudah melanggar aturan karena tidak berizin sehingga harus ditindak dengan tegas," katanya.
Dia menilai yang menjadi masalah adalah kurangnya penindakan yang tegas oleh pemerintah kabupaten/kota.
"Kurang tegasnya penindakan tersebut kemungkinan pihak pemerintah daerah kurang berani karena biasanya tempat hiburan seperti itu dibantu oleh tokoh masyarakat setempat," ujarnya.
Keberadaan tokoh yang membantu atau mem-"backingi" kafe itu membuat sulit pemerintah bertindak sebab ditakutkan terjadi konflik.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011