Denpasar (Antaranews Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengharapkan jajaran DPRD provinsi setempat dapat mengkaji lebih jauh mengenai substansi materi dalam Ranperda tentang Atraksi Budaya Tradisional Bali.

"Kaji lebih jauh, dengar pendapat semua pihak, apakah Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), budayawan dan lain-lain, semua harus didengar. Jadi, dikaji lagi lebih jauh lagi," kata Pastika usai menghadiri sidang paripurna DPRD Provinsi Bali, di Denpasar, Senin.

Terkait dengan salah satu atraksi budaya Bali mengenai sabung ayam yang masuk dalam substansi ranperda tersebut, ujar Pastika, juga tergantung bagaimana masyarakat menerima dan menyikapi itu.

"Mari kita dengarkan dululah masyarakat," ucap Pastika usai menghadiri sidang paripurna dengan agenda mengenai Pendapat Gubernur terhadap Ranperda tentang Atraksi Budaya Tradisional Bali tersebut.

Mantan Kapolda Bali itupun meminta Dewan setempat untuk melakukan kajian materi teknis terhadap materi-materi lain, terutama yang sangat bersentuhan dengan wilayah lain atau konsep Agama Hindu dan adat Bali.

Sementara itu, Ketua Pansus Ranperda Atraksi Budaya Tradisional Bali I Wayan Gunawan menegaskan bahwa dalam ranperda tersebut sama sekali tidak untuk melegalisasi tajen atau sabungan ayam dalam konteks judi.

"Kami tidak membahas judi, tetapi Tabuh Rah. Judi tidak boleh melekat di dalam aktivitas keagamaan dan adat Bali," ucap politisi dari Partai Golkar itu.

Gunawan menandaskan, yang diatur adalah mengenai Tabuh Rah atau sabung ayam sebagai salah satu bagian dari sistem religi umat Hindu di Bali.

"Yang diatur adalah Tabuh Rah, sabung ayam di luar itu masuk judi. Itu bukan ranah kami, tetapi ranah kepolisian untuk menindak," katanya.

Di sisi lain, melalui ranperda tersebut diharapkan ada definisi yang lebih tegas mengenai kesenian sakral dan profan. "Harus dipilah-pilah, simbol yang sakral jangan dibawa ke simbol yang profan, misalnya Tari Sanghyang yang sekarang justru bisa dipentaskan dalam kegiatan yang bersifat profan, tidak melihat ruang dan waktu, padahal kaitannya dengan upacara keagamaan," ujar Gunawan. (WDY)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018