Jakarta (ANTARA News) - Festival sastra dan budaya harmoni atau "Ubud Writers & Readers Festival (UWRF)" tahun ini akan mengangkat tema "Jagadhita", sebuah filosofi Hindu kuno yang berbicara mengenai kebahagiaan dan kesejahteraan.
"Terjemahan dari Jagadhita adalah kebahagiaan di jagat raya sebagai sebuah tujuan hidup, yang kemudian ditafsirkan ulang dalam UWRF 2018 sebagai dunia yang kita ciptakan (The World We Create)," kata Pendiri dan Direktur UWRF Janet DeNeefe dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin.
Tema ini masih berkaitan dengan tema UWRF tahun lalu yaitu "Sangkan Paraning Dumadi", yang bertujuan mengingatkan manusia untuk berbagi nilai-nilai kemanusiaan.
"Di saat sekarang ini, saat perbedaan memisahkan kita hingga melupakan persamaan yang kita miliki, kami akan menanyakan bagaimana kesejahteraan dan harmoni akan dicari tahun ini," kata Janet DeNeefe.
Ia menambahkan, "Jagadhita akan mengajak kita semua untuk berhenti sejenak dan merenungi arti dan makna hidup yang selama ini kita jalani, dan bagaimana kita sebagai manusia dapat mengantarkan hal-hal positif di dunia yang kita ciptakan," ujar Janet.
Bersamaan dengan peluncuran tema itu, UWRF meluncurkan poster resmi UWRF 2018 hasil karya seniman asli pulau Bali Budi Agung Kuswara yang dikenal di komunitas seni dengan nama Kabul.
Karya seni yang dinamakan "Anonymous Ancestors" itu adalah sebuah upaya Kabul memaknai ulang satu momen dan merangkainya kembali menjadi sebuah pernyataan terkait situasi kehidupan saat ini.
"Saat melihat wajah-wajah di foto dari Bali era 1930-an membawa saya pada satu pertanyaan mengenai siapa wajah-wajah itu," ungkap Kabul mengenai inspirasi di balik poster UWRF 2018.
"Anonymous Ancestors" adalah bentuk apresiasi untuk wajah-wajah di foto tersebut yang pastinya adalah leluhur masyarakat Bali zaman modern ini. Mereka adalah pelaku industri pariwisata, yang mana sekarang menjadi bagian dari proses kehidupan baik secara ekonomi maupun spiritual.
Kabul menambahkan karya seninya untuk UWRF 2018 adalah upaya dirinnya memaknai Jagadhita sebagai sebuah kemakmuran yang bukan hanya sekedar akumulasi angka-angka dan memaknai kemakmuran bukan tentang upaya bertahan hidup.
Pandangan Kabul akan konsep Jagadhita itu sejalan dengan apa yang akan digali dan dibedah di UWRF, yaitu konsep kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi manusia di jagat raya.
Sejak pertama kali diadakan pada 2004 di Ubud oleh Yayasan Mudra Swari Saraswati, UWRF kini dikenal sebagai festival sastra terbesar di Asia Tenggara dan sejajar dengan festival-festival sastra dunia lainnya yang telah memiliki banyak penggemar.
Festival ini telah menjadi sebuah wadah untuk membawa sastra dan seni Indonesia ke hadapan dunia, sekaligus menjadi ruang yang mengajak pengunjungnya mengenali isu-isu terkini di berbagai belahan dunia.
Tahun 2018 adalah penyelenggaraan ke-15 UWRF, dan akan dihadiri para penulis, seniman, cendekiawan, dan pegiat dari berbagai penjuru Indonesia dan negara lain yang telah memberikan kontribusi besar dalam menjaga harmoni dan kesejahteraan. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Terjemahan dari Jagadhita adalah kebahagiaan di jagat raya sebagai sebuah tujuan hidup, yang kemudian ditafsirkan ulang dalam UWRF 2018 sebagai dunia yang kita ciptakan (The World We Create)," kata Pendiri dan Direktur UWRF Janet DeNeefe dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin.
Tema ini masih berkaitan dengan tema UWRF tahun lalu yaitu "Sangkan Paraning Dumadi", yang bertujuan mengingatkan manusia untuk berbagi nilai-nilai kemanusiaan.
"Di saat sekarang ini, saat perbedaan memisahkan kita hingga melupakan persamaan yang kita miliki, kami akan menanyakan bagaimana kesejahteraan dan harmoni akan dicari tahun ini," kata Janet DeNeefe.
Ia menambahkan, "Jagadhita akan mengajak kita semua untuk berhenti sejenak dan merenungi arti dan makna hidup yang selama ini kita jalani, dan bagaimana kita sebagai manusia dapat mengantarkan hal-hal positif di dunia yang kita ciptakan," ujar Janet.
Bersamaan dengan peluncuran tema itu, UWRF meluncurkan poster resmi UWRF 2018 hasil karya seniman asli pulau Bali Budi Agung Kuswara yang dikenal di komunitas seni dengan nama Kabul.
Karya seni yang dinamakan "Anonymous Ancestors" itu adalah sebuah upaya Kabul memaknai ulang satu momen dan merangkainya kembali menjadi sebuah pernyataan terkait situasi kehidupan saat ini.
"Saat melihat wajah-wajah di foto dari Bali era 1930-an membawa saya pada satu pertanyaan mengenai siapa wajah-wajah itu," ungkap Kabul mengenai inspirasi di balik poster UWRF 2018.
"Anonymous Ancestors" adalah bentuk apresiasi untuk wajah-wajah di foto tersebut yang pastinya adalah leluhur masyarakat Bali zaman modern ini. Mereka adalah pelaku industri pariwisata, yang mana sekarang menjadi bagian dari proses kehidupan baik secara ekonomi maupun spiritual.
Kabul menambahkan karya seninya untuk UWRF 2018 adalah upaya dirinnya memaknai Jagadhita sebagai sebuah kemakmuran yang bukan hanya sekedar akumulasi angka-angka dan memaknai kemakmuran bukan tentang upaya bertahan hidup.
Pandangan Kabul akan konsep Jagadhita itu sejalan dengan apa yang akan digali dan dibedah di UWRF, yaitu konsep kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi manusia di jagat raya.
Sejak pertama kali diadakan pada 2004 di Ubud oleh Yayasan Mudra Swari Saraswati, UWRF kini dikenal sebagai festival sastra terbesar di Asia Tenggara dan sejajar dengan festival-festival sastra dunia lainnya yang telah memiliki banyak penggemar.
Festival ini telah menjadi sebuah wadah untuk membawa sastra dan seni Indonesia ke hadapan dunia, sekaligus menjadi ruang yang mengajak pengunjungnya mengenali isu-isu terkini di berbagai belahan dunia.
Tahun 2018 adalah penyelenggaraan ke-15 UWRF, dan akan dihadiri para penulis, seniman, cendekiawan, dan pegiat dari berbagai penjuru Indonesia dan negara lain yang telah memberikan kontribusi besar dalam menjaga harmoni dan kesejahteraan. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018