Denpasar (Antara Bali) - Keberadaan Perpolisian Masyarakat (Polmas) menjadi salah satu sarana untuk menangani berbagai tindakan radikal atau paham radikalisme yang semakin sering terjadi di Indonesia, kata Kasubdit Satpam dan Polsus Dit Binmas Polda Bali, AKBP Drs Moch Dasir, MA.
"Peran Polmas tak hanya menangani radikalisme, tetapi bermanfaat pula untuk menangani berbagai gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi di masyarakat," katanya di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, dengan adanya strategi operasional Polmas ini, masyarakat bukan hanya ditempatkan sebagai objek pembinaan dari petugas Polri dalam penyelenggaraan keamanan, tetapi juga sebagai mitra aktif dalam memelihara keamanan dan ketertiban di lingkungannya masing-masing.
"Aman dan tertib menjadi kebutuhan kita semua, jadi hal itu hendaknya diwujudkan secara bersama-sama antara masyarakat dan kepolisian," ujarnya.
Dikatakan, kepolisian sebagai lembaga negara yang bertugas menjaga keamanan negara memang telah berupaya semaksimal mungkin, namun dengan segala keterbatasan yang ada Polri tidak mungkin dapat menguasai dan menjangkau seluruh tempat.
"Inilah pentingnya kemitraan dengan masyarakat untuk saling bersinergi guna bersama-sama menanggulangi segala bentuk gangguan yang ada dalam bentuk pelanggaran dan kejahatan, termasuk pula yang diakibatkan oleh radikalisme dalam wujud anarkhisme," katanya.
Khususnya di Bali, kata Dasir, berdasarkan fakta aktual yang ada, kasus yang berbau adat, seperti yang terjadi di Desa Lemukih Buleleng dan penganiayaan warga "kasepekang" (dikucilkan) di Karangasem serta kasus adat lainnya, jika tak segera diselesaikan dengan tuntas dapat menjadi bibit tindakan radikal.
Ia mengatakan, dengan adanya deteksi dini oleh masyarakat, peluang potensi gangguan menjadi lebih sedikit.
"Mengapa selama ini sampai terjadi pencurian dan perampokan, itu pula karena kurangnya cegah kesempatan. Ini sudah dipelajari oleh pelaku kejahatan," ucapnya.
Menurutnya, Polmas pada hakikatnya diwujudkan dalam konsep sistem keamanan swakarsa pada tingkat masyarakat.
Konsep keamanan ini, kata dia, terbagi menjadi tiga yakni keamanan swakarsa lingkungan kerja (diwujudkan dalam bentuk satpam), keamanan swakarsa lingkungan perumahan (adanya pos kamling), dan keamanan swakarsa lingkungan sekolah (adanya patroli keamanan sekolah).
"Untuk kesuksesan pelaksanaan Polmas, diharapkan petugas kepolisian dapat menghormati dan sensitif terhadap permasalahan semua warga, memiliki komitmen untuk bekerja sama menyelesaikan masalah sosial, serta tak lupa menghormati adat-istiadat atau kearifan lokal di daerah setempat," katanya.
Di sisi lain, sebagai upaya mendekatkan pelayanan kepolisian kepada masyarakat, di Provinsi Bali sendiri, kata Dasir, telah terdapat 723 Babinkamtibmas yang bertugas di setiap desa di seluruh Bali.
"Jumlah keseluruhan desa di Bali sebanyak 716, rata-rata satu Babinkamtibmas untuk satu desa. Hanya beberapa desa saja yang lebih dari satu petugas," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Peran Polmas tak hanya menangani radikalisme, tetapi bermanfaat pula untuk menangani berbagai gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi di masyarakat," katanya di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, dengan adanya strategi operasional Polmas ini, masyarakat bukan hanya ditempatkan sebagai objek pembinaan dari petugas Polri dalam penyelenggaraan keamanan, tetapi juga sebagai mitra aktif dalam memelihara keamanan dan ketertiban di lingkungannya masing-masing.
"Aman dan tertib menjadi kebutuhan kita semua, jadi hal itu hendaknya diwujudkan secara bersama-sama antara masyarakat dan kepolisian," ujarnya.
Dikatakan, kepolisian sebagai lembaga negara yang bertugas menjaga keamanan negara memang telah berupaya semaksimal mungkin, namun dengan segala keterbatasan yang ada Polri tidak mungkin dapat menguasai dan menjangkau seluruh tempat.
"Inilah pentingnya kemitraan dengan masyarakat untuk saling bersinergi guna bersama-sama menanggulangi segala bentuk gangguan yang ada dalam bentuk pelanggaran dan kejahatan, termasuk pula yang diakibatkan oleh radikalisme dalam wujud anarkhisme," katanya.
Khususnya di Bali, kata Dasir, berdasarkan fakta aktual yang ada, kasus yang berbau adat, seperti yang terjadi di Desa Lemukih Buleleng dan penganiayaan warga "kasepekang" (dikucilkan) di Karangasem serta kasus adat lainnya, jika tak segera diselesaikan dengan tuntas dapat menjadi bibit tindakan radikal.
Ia mengatakan, dengan adanya deteksi dini oleh masyarakat, peluang potensi gangguan menjadi lebih sedikit.
"Mengapa selama ini sampai terjadi pencurian dan perampokan, itu pula karena kurangnya cegah kesempatan. Ini sudah dipelajari oleh pelaku kejahatan," ucapnya.
Menurutnya, Polmas pada hakikatnya diwujudkan dalam konsep sistem keamanan swakarsa pada tingkat masyarakat.
Konsep keamanan ini, kata dia, terbagi menjadi tiga yakni keamanan swakarsa lingkungan kerja (diwujudkan dalam bentuk satpam), keamanan swakarsa lingkungan perumahan (adanya pos kamling), dan keamanan swakarsa lingkungan sekolah (adanya patroli keamanan sekolah).
"Untuk kesuksesan pelaksanaan Polmas, diharapkan petugas kepolisian dapat menghormati dan sensitif terhadap permasalahan semua warga, memiliki komitmen untuk bekerja sama menyelesaikan masalah sosial, serta tak lupa menghormati adat-istiadat atau kearifan lokal di daerah setempat," katanya.
Di sisi lain, sebagai upaya mendekatkan pelayanan kepolisian kepada masyarakat, di Provinsi Bali sendiri, kata Dasir, telah terdapat 723 Babinkamtibmas yang bertugas di setiap desa di seluruh Bali.
"Jumlah keseluruhan desa di Bali sebanyak 716, rata-rata satu Babinkamtibmas untuk satu desa. Hanya beberapa desa saja yang lebih dari satu petugas," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011