Denpasar (Antara Bali) - Pesamuhan Madya Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menolak rencana pembangunan proyek saluran udara tegangan ekstra tinggi listrik "Bali Crossing" di kawasan hutan Segara Rupek, Kabupaten Buleleng.

"Kalau PHDI menolak, semestinya pemerintah juga sejalan," kata Ketua PHDI Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana usai acara pesamuhan (rapat) tersebut, di Denpasar, Selasa.

Berdasarkan hasil keputusan Pesamuhan Madya PHDI Bali itu disebutkan bahwa rencana pembangunan pembangkit listrik Bali Crossing tidak sesuai dengan bhisama kesucian pura karena lokasinya sangat dekat dengan Pura Segara Rupek, tempat "ngaturang pakelem" atau ritual menenggelamkan hewan kurban dan pura lainnya di sekitar areal tersebut, serta pura lainnya di beberapa kabupaten yang dilalui SUTETT Bali Crossing itu.

Dengan adanya penolakan berdasarkan hasil pesamuhan madya PHDI Bali yang dihadiri oleh unsur PHDI dari kabupaten/kota se-Bali itu, berarti melengkapi deretan sejumlah penolakan yang sebelumnya disampaikan PHDI Kabupaten Buleleng, PHDI Kabupaten Jembrana, PHDI Kabupaten Tabanan, lembaga Hindu se-Kabupaten Buleleng, sejumlah LSM lingkungan, dan Pemerintah Kabupaten Buleleng.

"Yang jelas, kami tidak menginginkan pura itu terganggu kesuciannya," ucap Sudiana sembari menambahkan bahwa untuk pembangunan infrastruktur yang dinilai tidak ramah lingkungan, memang sebaiknya tidak dilakukan.

Apalagi, tambah dia, rencana Bali Crossing menurut para ahli lingkungan juga dikatakan belum cocok.

Terkait dengan hasil pesamuhan madya tersebut akan ditembuskan ke Presiden, Menteri ESDM, PHDI Pusat, Gubernur Bali, MUDP Bali, Kanwil Agama, termasuk Bupati/Wali Kota se-Bali.

Sementara itu, Ketua Dharma Upapati PHDI Bali Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari mengatakan kesucian pura memang harus ditegakkan karena hal itu sudah diatur dalam Bhisama PHDI dan juga tertuang dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali No 16 tahun 2009.

"Kami dari sulinggih, tidak masuk dalam pro dan kontra, tetapi memberikan payung kesucian. Semua pembangunan jika sampai melanggar kesucian harus ditegakkan," ucapnya.

Menurut dia, seharusnya para investor maupun para pengembang jika ingin membangun Bali harus menyesuaikan dengan kondisi Bali untuk menjaga keajegan Bali.

Dalam pesamuhan itu juga diputuskan terkait ritual "Ngaben Ngelanus". Hal ini dilatarbelakangi karena Ngaben masih dianggap sebagai ritual yang mahal di masyarakat, bahkan sampai ada umat yang berhutang.

"Jadi jangan dibuat umat bahwa hidup susah, meninggal pun susah," ujar Ida Pedanda sembari mengatakan setelah ini akan dibuatkan buku pedoman tafsir Ngaben Ngelanus.

Ngaben Ngelanus selama ini sudah berjalan praktiknya di masyarakat, tetapi penerapannya berbeda-beda tergantung "sulinggih" atau pendeta Hindu dan desa pakraman (desa adat) masing-masing. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017