Kota Batu (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali ingin membangkitkan kejayaan produktivitas jeruk keprok tejakula setelah sebelumnya tidak berkembang optimal akibat terserang penyakit dari bakteri yang disebut "Citrus Vein Phloem Degeneration" (CVPD). 

 "Dulu ada jeruk keprok tejakula tetapi sekarang semakin langka karena terserang penyakit. Bagaimana cara dan teknologinya apa bisa dikembangkan di Bali," kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi Bali I Dewa Putu Eka Wijaya Wardana ketika mengunjungi Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) di Kota Batu, Jawa Timur, Kamis. 

Selain itu pihaknya juga ingin mengaplikasikan teknologi yang dikembangkan Balitjestro yakni teknologi buah berjenjang sepanjang tahun atau "bujang seta". Teknologi tersebut dapat menjamin keberlanjutan produksi sehingga tidak ada kekhawatiran pascapanen dari petani dan konsumen. 

Sementara itu Kepala Seksi Pelayanan Teknis dan Jasa Penelitian Balitjestro Dr Anang Triwiratno mengatakan bahwa Provinsi Bali masih memiliki potensi yang besar untuk membangkitkan kembali dan mengembangkan pertanian jeruk keprok tejakula.

 "Bali masih potensial untuk pengembangan keprok terutama di daerah pantai sampai dataran medium di bawah 400 meter," kata Anang kepada awak media dari Pulau Dewata dalam kegiatan Media Informasi Pembangunan itu. 

 Lebih lanjut Anang menjelaskan jeruk keprok tejakula dapat dikatakan punah di daerah asal mulanya yakni di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng karena terserang CVPD atau "huanglongbing", penyakit yang disebabkan patogen bakteri yang ditularkan oleh serangga kutu loncat jeruk. 

 Bakteri itu, lanjut dia, menyerang pembuluh yang terdapat pada kulit batang yang berfungsi untuk mengangkut bahan makanan, yang diolah tanaman pada daun, ke seluruh bagian tanaman. Jika pembuluh itu mengalami kerusakan maka bahan makanan tertumpuk pada daun sehingga bagian lainnya mengalami kekurangan makanan sehingga pertumbuhan tanaman mati secara pelan-pelan.

 Menurut dia, pihak terkait di Bali harus mempersiapkan infrastruktur, pelatihan kepada kelompok tani, hingga penyediaan bibit jeruk keprok yang sudah ada di Balai Benih Induk Luwus di Kabupaten Tabanan.

 "Pohon induk sudah ada di Luwus, tinggal bagaimana kelompok tani berlatih kembali. Kami tunggu berlatih di Luwus atau di Balitjestro untuk membangkitkan kembali keprok tejakula yang sudah terkenal," ucapnya sembari menambahkan pihaknya siap menyiapkan bibit. 

 Pihaknya mengatakan bahwa benih tersebut saat ini tidak lagi ditanam di Kecamatan Tejakula di Buleleng Timur tetapi ditanam di Kecamatan Gerokgak Buleleng Barat yang dianggap masih aman dari penyakit CVPD. 

Balitjestro menyebutkan sampai dengan tahun 2015, populasi jeruk keprok tejakula mencapai 672.753 pohon, setara dengan 1.681 hektare atau sekitar 400 pohon per hektare. Ketika masa keemasannya, jeruk keprok tejakula bahkan tidak hanya memenuhi pasar lokal di Bali tetapi sudah merambah pasar nasional dan menembus ekspor. 

Saat ini, kata Anang, varietas jeruk keprok tejakula malah lebih banyak dikembangkan di 12 provinsi di Indonesia di antaranya Sulawasi Selatan dan Jawa Timur. Jeruk keprok tejakula, ujar Anang, merupakan satu dari 242 varietas jeruk Nusantara yang tumbuh seluruh Indonesia. 

Sementara itu terkait teknologi "bujang seta", Anang menjelaskan siklus jeruk dirubah lima hingga sepuluh kali setahun dari sebelumnya tiga hingga lima kali. 

Selain itu cara perawatan juga bertambah seperti ketika pemupukan dari tiga kali menjadi 12 kali setiap bulan,  pengairan nuga 12 kali setiap bulan dengan tetap mengantisipasi perkembangan hama penyakit.(Dwa)

Video oleh Dewa Wiguna


Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017