Denpasar (Antara Bali) - Tim Yustisi Pemkot Denpasar terdiri dari TNI, Polri, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Satpol PP Denpasar membongkar 15 bangunan liar di kawasan Pantai Padanggalak, Desa Kesiman Petilan, Kecamatan Denpasar Timur, Bali, Rabu.
Petugas melakukan pembongkaran terhadap 15 unit bangunan liar menggunakan dua alat berat yang juga dihadiri puluhan masyarakat desa setempat dengan berpakaian adat madya. Bangunan tersebut secara keseluruhan semi permanen.
"Langkah pembongkaran telah melalui prosedur melayangkan surat teguran satu hingga teguran dua kepada pemilik bangunan," kata Kepala Bidang Perundang-undangan Satpol PP Denpasar Made Poniman.
Poniman mengatakan bangunan yang berada di atas lahan empat hektare tersebut tidak terlepas dari status tanah, dan pendirian bangunan yang tidak dilengkapi dengan surat-surat pendirian bangunan di kawasan Pantai Padanggalak.
Ia mengatakan pemilik bangunan tersebut sama sekali tidak mengindahkan surat teguran, dan Tim Yustisi bersama masyarakat desa setempat melakukan tindakan tegas pembongkaran langsung bangunan liar tersebut.
Selain itu, kata dia, keberadaan Pantai Padanggalak sebagai kawasan suci dengan keberadaan bangunan tersebut ada indikasi dijadikan tempat lokalisasi baru dengan membangun tempat semi permanen.
"Langkah ini juga dilakukan bersama pihak Desa Kesiman Petilan dengan keputusan rapat (paruman) desa untuk memberhentikan dan membongkar 15 pembangunan liar itu," ujarnya.
Sementara Kepala Desa Kesiman Petilan, Wayan Mariana mengatakan langkah pembongkaran bangunan liar tersebut telah melalui proses dari Pemkot Denpasar serta Rapat Desa Kesiman Petilan.
"Masyarakat Desa Kesiman Petilan sangat mengeluhkan pembangunan liar ini, sehingga kami lakukan langkah koordinasi dengan Pemkot Denpasar dan melakukan tindakan pembongkaran kali ini," ucapnya.
Sekretaris Bendesa (Ketua) Adat Kesiman, I Nyoman Gede Widarsa mengatakan Pantai Padanggalak sebagai kawasan suci tempat ritual "melasti" bagi umat Hindu. Dari pembangunan semi permanen dan diduga akan dijadikan tempat prostitusi dengan tuntutan masyarakat Kesiman Petilan untuk segera melakukan pembongkaran.
"Warga mengeluhkan bangunan liar ini dan lewat keputusan parum desa kawasan ini dijadikan sebagai kawasan suci, sehingga langkah koordinasi dengan Pemkot dilanjutkan dengan pembongkaran," katanya.
Seorang warga Kesiman mengharapkan tidak sebatas melakukan pembongkaran bangunan di kawasan Pantai Padanggalak. Tetapi kenyataannya di kawasan tersebut juga masih banyak berdiri bangunan semi permanen untuk aktivitas prostitusi.
"Aparat Desa Kesiman Petilan maupun Pemkot Denpasar harus konsisten membongkar rumah semi permanen dan memberantas praktek prostitusi di kawasan Padanggalak maupun di Sanur. Jangan hanya seremonial saja agar kelihatan hebat di mata publik. Tapi mana berani kawasan prostitusi itu disentuh petugas. Buktinya tetap eksis sepanjang masa kegiatan esek-esek di Padanggalak," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Petugas melakukan pembongkaran terhadap 15 unit bangunan liar menggunakan dua alat berat yang juga dihadiri puluhan masyarakat desa setempat dengan berpakaian adat madya. Bangunan tersebut secara keseluruhan semi permanen.
"Langkah pembongkaran telah melalui prosedur melayangkan surat teguran satu hingga teguran dua kepada pemilik bangunan," kata Kepala Bidang Perundang-undangan Satpol PP Denpasar Made Poniman.
Poniman mengatakan bangunan yang berada di atas lahan empat hektare tersebut tidak terlepas dari status tanah, dan pendirian bangunan yang tidak dilengkapi dengan surat-surat pendirian bangunan di kawasan Pantai Padanggalak.
Ia mengatakan pemilik bangunan tersebut sama sekali tidak mengindahkan surat teguran, dan Tim Yustisi bersama masyarakat desa setempat melakukan tindakan tegas pembongkaran langsung bangunan liar tersebut.
Selain itu, kata dia, keberadaan Pantai Padanggalak sebagai kawasan suci dengan keberadaan bangunan tersebut ada indikasi dijadikan tempat lokalisasi baru dengan membangun tempat semi permanen.
"Langkah ini juga dilakukan bersama pihak Desa Kesiman Petilan dengan keputusan rapat (paruman) desa untuk memberhentikan dan membongkar 15 pembangunan liar itu," ujarnya.
Sementara Kepala Desa Kesiman Petilan, Wayan Mariana mengatakan langkah pembongkaran bangunan liar tersebut telah melalui proses dari Pemkot Denpasar serta Rapat Desa Kesiman Petilan.
"Masyarakat Desa Kesiman Petilan sangat mengeluhkan pembangunan liar ini, sehingga kami lakukan langkah koordinasi dengan Pemkot Denpasar dan melakukan tindakan pembongkaran kali ini," ucapnya.
Sekretaris Bendesa (Ketua) Adat Kesiman, I Nyoman Gede Widarsa mengatakan Pantai Padanggalak sebagai kawasan suci tempat ritual "melasti" bagi umat Hindu. Dari pembangunan semi permanen dan diduga akan dijadikan tempat prostitusi dengan tuntutan masyarakat Kesiman Petilan untuk segera melakukan pembongkaran.
"Warga mengeluhkan bangunan liar ini dan lewat keputusan parum desa kawasan ini dijadikan sebagai kawasan suci, sehingga langkah koordinasi dengan Pemkot dilanjutkan dengan pembongkaran," katanya.
Seorang warga Kesiman mengharapkan tidak sebatas melakukan pembongkaran bangunan di kawasan Pantai Padanggalak. Tetapi kenyataannya di kawasan tersebut juga masih banyak berdiri bangunan semi permanen untuk aktivitas prostitusi.
"Aparat Desa Kesiman Petilan maupun Pemkot Denpasar harus konsisten membongkar rumah semi permanen dan memberantas praktek prostitusi di kawasan Padanggalak maupun di Sanur. Jangan hanya seremonial saja agar kelihatan hebat di mata publik. Tapi mana berani kawasan prostitusi itu disentuh petugas. Buktinya tetap eksis sepanjang masa kegiatan esek-esek di Padanggalak," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017