Jakarta (Antara Bali) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
mengatakan proses negosiasi kontrak pertambangan kepada PT Freeport
merupakan bentuk pelaksanaan dari UU Minerba agar operasional perusahaan
menjadi lebih transparan dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
"Saya menganggap ini adalah proses negosiasi transisi, agar semangat untuk mengelola seluruh pertambangan menjadi lebih baik, lebih transparan dan memberikan manfaat kepada masyarakat secara terbuka," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani mengatakan UU Minerba sudah memberikan panduan agar sektor pertambangan bisa memberikan manfaat bagi generasi mendatang dari sisi kepentingan nasional mulai dari penciptaan lapangan kerja, industri hilir, ekspor maupun penerimaan negara.
Untuk itu, proses negosiasi itu dilakukan dengan memberikan penjelasan kepada seluruh investor agar tidak ada persepsi bahwa pemerintah berupaya menghalangi atau memberikan kesulitan terhadap iklim investasi di Indonesia.
"Kami mencoba melakukan amanat UU secara penuh dan bisa dipahami oleh masyarakat Indonesia. Ini menjadi pegangan bagi kami sebagai pemerintah dan menjadi perhitungan bagi para investor yang ingin berinvestasi ke Indonesia," ujarnya.
Meski demikian, Sri Mulyani mengharapkan perubahan bentuk Kontrak Karya pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diinginkan pemerintah tidak mengurangi potensi penerimaan negara.
"Apabila itu diubah dalam bentuk rezim yang sesuai dengan UU Minerba yang baru, tentu kita ingin menjaga agar penerimaan negara tetap bisa dipertahankan atau bahkan lebih baik sesuai dengan amanat UU," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia mengharapkan proses negosiasi bisa berjalan dengan semangat saling menjaga kepentingan bersama dan komitmen untuk mencari kesepakatan yang terbaik bagi Indonesia maupun Freeport.
"Kita bisa saling melihat fakta-fakta yang ada dalam kontrak karya dan apa-apa saja yang ada dalam UU Minerba, bagaimana kita sepakat untuk menuangkannya. Oleh karena itu, yang paling baik sebetulnya adalah menjaga kepentingan bersama," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Saya menganggap ini adalah proses negosiasi transisi, agar semangat untuk mengelola seluruh pertambangan menjadi lebih baik, lebih transparan dan memberikan manfaat kepada masyarakat secara terbuka," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani mengatakan UU Minerba sudah memberikan panduan agar sektor pertambangan bisa memberikan manfaat bagi generasi mendatang dari sisi kepentingan nasional mulai dari penciptaan lapangan kerja, industri hilir, ekspor maupun penerimaan negara.
Untuk itu, proses negosiasi itu dilakukan dengan memberikan penjelasan kepada seluruh investor agar tidak ada persepsi bahwa pemerintah berupaya menghalangi atau memberikan kesulitan terhadap iklim investasi di Indonesia.
"Kami mencoba melakukan amanat UU secara penuh dan bisa dipahami oleh masyarakat Indonesia. Ini menjadi pegangan bagi kami sebagai pemerintah dan menjadi perhitungan bagi para investor yang ingin berinvestasi ke Indonesia," ujarnya.
Meski demikian, Sri Mulyani mengharapkan perubahan bentuk Kontrak Karya pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diinginkan pemerintah tidak mengurangi potensi penerimaan negara.
"Apabila itu diubah dalam bentuk rezim yang sesuai dengan UU Minerba yang baru, tentu kita ingin menjaga agar penerimaan negara tetap bisa dipertahankan atau bahkan lebih baik sesuai dengan amanat UU," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia mengharapkan proses negosiasi bisa berjalan dengan semangat saling menjaga kepentingan bersama dan komitmen untuk mencari kesepakatan yang terbaik bagi Indonesia maupun Freeport.
"Kita bisa saling melihat fakta-fakta yang ada dalam kontrak karya dan apa-apa saja yang ada dalam UU Minerba, bagaimana kita sepakat untuk menuangkannya. Oleh karena itu, yang paling baik sebetulnya adalah menjaga kepentingan bersama," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017