Jakarta (Antara Bali) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
sudah menyelesaikan desain standar kapal dengan kapasitas muatan 100
TEUs dan menyerahkannya ke Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Kementerian Perhubungan guna mendukung produksi kapal dalam program Tol
Laut.
Direktur Pengkajian Rekayasa Teknologi Maritim BPPT Wahyu Widodo di Jakarta, Kamis, mengatakan kapal 100 TEUs ini pas digunakan untuk pelayaran antarpulau dan bisa berlayar melalui sungai-sungai besar di Indonesia seperti Sungai Musi di Palembang, Sumatera Selatan.
Standar desain kapal, ia menjelaskan, diperlukan untuk mendukung pengembangan industri perkapalan dalam negeri.
"Tahun 1995 posisi produksi perkapalan China masih sama dengan Indonesia, di bawah angka satu persen produksi dunia. Tapi sekarang posisi China ada di nomor satu," ujar dia.
Produksi kapal di China dan Taiwan, menurut dia, meningkat pesat karena pemerintahnya menerapkan desain dasar kapal yang sama di dalam negeri mereka.
Cara itu ingin coba diterapkan di Indonesia. Pemanfaatan desain standar khusus untuk kapal 100 TEUs diharapkan mampu menaikkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam produksi perkapalan. Sekarang 60 hingga 70 persen keperluan produksi kapal masih diimpor.
"Karenanya untuk bisa menaikkan TKDN sebelum satu produk diproduksi massal, harus ada standardisasi," ujar dia.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian kapasitas produksi industri perkapalan nasional saat ini baru mencapai satu juta dead weight ton (DWT) per tahun untuk bangunan baru dan 12 juta DWT per tahun untuk reparasi kapal. Sementara produksi Vietnam sudah mencapai dua juta DWT dan Filipina mencapai tujuh DWT per tahun menurut Wahyu.
Ia berharap keberadaan desain standar kapal 100 TEUs bisa mendorong peningkatan produksi galangan kapal dalam negeri. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Direktur Pengkajian Rekayasa Teknologi Maritim BPPT Wahyu Widodo di Jakarta, Kamis, mengatakan kapal 100 TEUs ini pas digunakan untuk pelayaran antarpulau dan bisa berlayar melalui sungai-sungai besar di Indonesia seperti Sungai Musi di Palembang, Sumatera Selatan.
Standar desain kapal, ia menjelaskan, diperlukan untuk mendukung pengembangan industri perkapalan dalam negeri.
"Tahun 1995 posisi produksi perkapalan China masih sama dengan Indonesia, di bawah angka satu persen produksi dunia. Tapi sekarang posisi China ada di nomor satu," ujar dia.
Produksi kapal di China dan Taiwan, menurut dia, meningkat pesat karena pemerintahnya menerapkan desain dasar kapal yang sama di dalam negeri mereka.
Cara itu ingin coba diterapkan di Indonesia. Pemanfaatan desain standar khusus untuk kapal 100 TEUs diharapkan mampu menaikkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam produksi perkapalan. Sekarang 60 hingga 70 persen keperluan produksi kapal masih diimpor.
"Karenanya untuk bisa menaikkan TKDN sebelum satu produk diproduksi massal, harus ada standardisasi," ujar dia.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian kapasitas produksi industri perkapalan nasional saat ini baru mencapai satu juta dead weight ton (DWT) per tahun untuk bangunan baru dan 12 juta DWT per tahun untuk reparasi kapal. Sementara produksi Vietnam sudah mencapai dua juta DWT dan Filipina mencapai tujuh DWT per tahun menurut Wahyu.
Ia berharap keberadaan desain standar kapal 100 TEUs bisa mendorong peningkatan produksi galangan kapal dalam negeri. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017