Jakarta (Antara Bali) - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Imaduddin Abdullah menilai pemerintah perlu membatasi alokasi belanja pegawai dalam formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan bagian dari dana transfer daerah.

"Sebanyak 39 persen belanja pemerintah daerah digunakan untuk belanja pegawai dan hanya 24 persen dari total belanja pemerintah daerah digunakan untuk belanja modal," ujar Imaduddin di Jakarta, Kamis.

Walaupun kondisi tersebut menunjukkan kondisi agregat dari seluruh pemerintah daerah di Indonesia, lanjut Imaduddin, namun pada beberapa daerah ditemukan kondisi di mana belanja pegawai dari APBD mencapai 95 persen.

Dalam hal ini, DAU sebagian besar dialokasikan untuk belanja pegawai. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata komposisinya mencapai 69,1 persen, sedangkan tingkat pertumbuhannya 12,89 persen per tahun.

"Transfer daerah harusnya difokuskan untuk mengembangkan ekonomi daerah pada jangka panjang dan mitigasi guncangan ekonomi jangka pendek," katanya.

Menurut Imaduddin, DAU seharusnya dimanfaatkan untuk menutupi gap fiskal (fiscal gap) bukan sebagai sumber pembiayaan untuk membiayai pengeluaran rutin.

Alokasi transfer daerah sendiri terus mengalami peningkatan dari Rp480 triliun pada 2012 menjadi Rp764 triliun pada 2016. Namun ekonomi nasional justru semakin terpusat di Jawa. Agenda Nawa Cita untuk membangun dari pinggiran belum dirasakan.

Hal tersebut, tutur Imaduddin, menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dari alokasi transfer daerah serta kapasitas fiskal daerah.

Dari sisi kapasitas fiskal, rendahnya kapasitas fiskal daerah juga merupakan sumber dari permasalahan fiskal daerah.

"Semangat otonomi daerah tidak diimbangi oleh kapasitas fiskal daerah sehingga daerah mengandalkan uluran tangan dari pemerintah pusat," ujar Imaduddin. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Citro Atmoko

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016