Bandung (Antara Bali) - Lalap Sunda sudah dikenal sejak abad ke-10
Masehi dan disebut dalam Prasasti Taji bertanda tahun 901 Masehi, kata
pengamat sejarah Fadly Rahman dari Fakultas Ilmu Sejarah Universitas
Padjadjaran Bandung, Minggu.
"Dalam Prasasti Taji tahun 901 Masehi, disebut sebuah nama sajian
atau makanan bernama 'Kuluban Sunda' yang artinya lalap," kata Fadly.
Ia menjelaskan pula bahwa lalap Sunda tidak hanya berupa dedaunan
seperti daun singkong dan pepaya serta selada tapi juga umbi-umbian
seperti kunyit dan kencur.
Jenis makanan lalap lain yang
dikonsumsi masyarakat Sunda tahun 1930-an, menurut dia, adalah mentimun,
leunca, kenikir, honje atau combrang serta buah nangka dan petai.
Selain
menyebut soal lalap Sunda, Prasasti Taji juga memuat tulisan tentang
hidangan lain yang disediakan untuk para hadirin, yang antara lain
dimasak dari 57 karung beras, enam kerbau, 100 ayam, dan makanan yang
diasinkan, serta berbagai macam tuak dari jnu, bunga campaga, dan bunga
pandan.
"Berbagai makanan terdapat pada peninggalan sumber-sumber tulisan
seperti prasasti dan naskah di Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak abad
ke-10 menyebut-nyebut berbagai nama makanan yang hingga kini masih
eksis," katanya.
Jenis makanan yang disebut dalam sumber-sumber tertulis pada abad
ke-10, menurut dia, antara lain sambel, pecel, pindang, rarawwan
(rawon), rurujak (rujak), dan kurupuk, minuman dawet, wajik dan dodol.
"Kekhasan
ini berhubungan erat dengan wacana pencitraan makanan melalui pengakuan
budaya etniknya. Bila ditelusuri jejak kultur historisnya, pengakuan
khas hidangan etnik tertentu dalam bisnis restoran akan menjadi basis
citra cita rasa apa yang mesti dipertahankan," katanya. (WDY)
Lalap Sunda Sudah Dikenal Sejak Abad ke-10
Minggu, 1 Februari 2015 13:28 WIB