Jakarta (Antara) - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbankan yang sedang
dibahas di parlemen dinilai jauh dari konsep inklusif (financial
inclusion) yang sedang menjadi isu global akhir-akhir ini.
"Mencermati
isi dari RUU yang ada, bank justru akan menjauhkan diri dari masyarakat
kecil untuk dapat mengakses dana ke dalamnya. Ini tidak sesuai dengan
asas kerja inklusi finansial yang saat ini sedang jadi bahasan serius di
tingkat internasional," kata Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi
Strategis (AKSES) Suroto di Jakarta, Selasa.
Hal ini, kata dia,
dapat dicermati dari fungsi bank yang hanya memberikan titik tekan
sebagai lembaga intermediari dari mereka yang membutuhkan dana dan
kelebihan dana serta menekankan prinsip pruden.
Menurut dia RUU
itu akan cenderung mendisain perbankan Indonesia menjadi lembaga "money
making money" alias ternak uang dari para pemilik modal besar untuk
mengejar keuntungan semata sehingga makin menjauh dari visi agen
pembangunan.
"Ini jelas jauh dari visi demokrasi ekonomi,
prinsip pembangunan berkelanjutan dan prinsip keadilan-kolektif
sebagaimana harusnya dirujuk dari UUD 1945 sebagai norma hukum di
atasnya," katanya.
Lebih jauh ia mencermati adanya ketidaksinkronan antara asas dan fungsi perbankan dalam RUU tersebut.
"Ini jelas secara akademik dilakukan dengan kajian yang dangkal," katanya.
Ia
menilai konsep RUU ini juga tidak akan membuat perbankan Indonesia
semakin kompetitif di pasar global yang mengandalkan layanan berbasis
"fee base income".
RUU ini, kata Suroto, juga terlihat belum melalui uji interdept yang serius dan memadai dari aspek hukum.
"Ini
terlihat dari adanya pengharusan badan hukum yang berbentuk persero di
satu pasal. Padahal di pasal lain bank dapat dimiliki oleh satu badan
hukum perorangan maupun badan hukum indonesia atau luar negeri. Ini
jelas diskriminatif terhadap badan hukum lain dan melanggar konstitusi.
Padahal ada badan hukum lain seperti koperasi misalnya," katanya.
Indonesia
dinilainya bisa belajar dari negara lain yang menggunakan badan hukum
koperasi untuk perbankan dan bahkan banyak yang telah menuai sukses.
Misalnya
Desjardin di Canada atau Credit Mutual di Prancis yang merupakan bank
koperasi yang pernah meraih predikat "bank of the year" di negara
masing-masing.
"Menurut kami, mengenai kepemilikan badan hukum
asing dalam UU juga perlu diatur langsung prosentasenya di UU itu. Kalau
diatur di aturan turunannya jelas akan jadi bahan kolusi dan tidak
imperatif," katanya. (WDY)
RUU Perbankan Dinilai Tidak Inklusif
Selasa, 23 September 2014 10:06 WIB