Urielle Membayangkan Masa Depan yang Cerah

Urielle Membayangkan Masa Depan yang Cerah

Urielle stands in front of the Education Cannot Wait-supported Training Centre for Children with Vision Impairments. © UNICEF CAR/Jose Carlos Rodriguez

Training Centre for Children with Vision Impairments UNICEF yang didanai Education Cannot Wait (Pendidikan Tidak Bisa Menunggu) mendukung anak-anak untuk mencapai seluruh potensi mereka di Republik Afrika Tengah.

Bangui, Republik Afrika Tengah, (ANTARA/PRNewswire)- Urielle duduk di dalam kelas dan asyik membaca. Ujung jarinya menelusuri pola rumit berupa titik-titik timbul pada kertas di depannya.

"Kehilangan penglihatan saat berusia tiga tahun tidak menghentikan saya. Sejak kecil, orang tua saya mengajarkan saya untuk mandiri dan tidak bergantung pada orang lain - bekerja keras dan meraih impian saya," kata Urielle.

Meskipun menghadapi tantangan hidup, gadis 20 tahun ini selalu mendapat dukungan tak tergoyahkan dari orang tua dan gurunya. Dengan semangat belajar dan mendongeng serta tekad yang kuat, Urielle menentukan masa depannya.

Sejak bergabung di Training Centre for Children with Vision Impairments yang didukung UNICEF di kampung halamannya di Bangui, Urielle dan anak-anak maupun remaja tunanetra lainnya belajar membaca huruf braille dan bersekolah.Bagi banyak di antara mereka, ini adalah kesempatan pertama. 

Training Centre ini adalah salah satu dari tiga yang didanai oleh Pendidikan Tidak Bisa Menunggu (Education Cannot Wait/ECW) di ibu kota Bangui dan didirikan untuk memberikan kesempatan belajar yang disesuaikan bagi anak perempuan maupun anak laki-laki penyandang tuna netra di Republik Afrika Tengah. Semua Training Centre ini membantu siswa untuk memiliki keahlian menggunakan huruf braille dan keahlian literasi, tingkat kompetensi yang baik sesuai kurikulum pendidikan nasional, dan mendukung mereka untuk menempuh pendidikan di sekolah biasa pada akhirnya.

Setiap pagi, tuk-tuk sekolah berhenti di depan rumah Urielle dan mengantarnya ke Training Centre. Mata pelajaran diajarkan oleh guru penyandang tuna netra dengan didampingi guru yang penglihatannya normal dan alat bantu braille untuk mengajar.

Training Centre ini mengikuti kurikulum standar Kementerian Pendidikan Nasional. Di sini Urielle belajar membaca dan menulis dalam huruf braille. Keahlian penting ini telah melahirkan semangat baru. "Saya senang berbagi cerita dengan orang lain, terutama tentang masalah sosial. Mata pelajaran favorit saya adalah ilmu pengetahuan sosial karena saya suka mendengar bagaimana orang-orang di seluruh dunia hidup, berinteraksi, dan menghadapi tantangan," kata remaja ini.

Meskipun Urielle berkembang pesat di sekolah, proses pendidikannya tidak mudah karena masyarakat masih memiliki stigma terhadap penyandang disabilitas. Urielle mengenang, "Beberapa tetangga dan bahkan kerabat sering berkata bahwa saya tidak ada gunanya, saya lebih cocok melakukan pekerjaan rumah tangga daripada bersekolah. Namun berkat dukungan orang tua saya yang tak tergoyahkan, saya belajar mengabaikan semua perkataan itu."

Urielle tidak mempedulikan penentangnya. Dia memahami kekuatan pendidikan dalam memperluas wawasannya dan membangun masa depan impiannya. "Semakin banyak saya belajar, semakin banyak gagasan di benak saya. Karena itulah saya bertekad menjadi jurnalis," katanya.

Training Centre ini juga mengadakan kursus pelatihan kejuruan untuk membangun keahlian. Para alumni Training Centre tersebut telah menggunakan berbagai keahlian baru ini untuk mendapatkan pekerjaan, dan sebagian menjadi pegawai negeri.

Republik Afrika Tengah adalah salah satu tempat tersulit di dunia bagi anak kecil. Konflik, kekerasan, pengungsian, dan bencana alam terus melanda negara ini. Ketidakstabilan selama bertahun-tahun telah mengakibatkan kerusakan layanan yang sudah terbatas, sehingga pendidikan menjadi sangat terbatas atau bahkan tidak tersedia di banyak daerah. Sekolah-sekolah yang ada sering kekurangan guru berkualitas dan terlatih, materi pembelajaran, dan struktur bangunan yang baik.

Bagi penyandang disabilitas seperti Urielle, situasinya jauh lebih sulit. Stigma dan prasangka masih sering tertuju pada anak-anak 'berkebutuhan khusus.' Karena itu, banyak keluarga sering menyembunyikan anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus sehingga tidak memiliki teman sebaya dan komunitas lebih luas, termasuk sekolah. Untungnya, orang tua Urielle melihat potensi tak terbatas pada putri mereka.

Sebagai dana global untuk pendidikan dalam keadaan darurat dan krisis berkepanjangan di PBB, ECW telah mendukung mitra-mitra seperti UNICEF di Republik Afrika Tengah sejak tahun 2017 - mendanai berbagai program untuk meningkatkan akses pendidikan bermutu tinggi di lingkungan belajar yang protektif, memperkuat sistem pendidikan nasional maupun lokal, mendukung guru, dan memberikan dukungan tertarget kepada anak perempuan dan anak-anak penyandang disabilitas.

Urielle tidak hanya ingin menjadi siswa berprestasi. "Saya juga ingin menjadi atlet Paralimpiade. Saya latihan lari jarak jauh tiga kali seminggu!" kata Urielle.

Sampai kesempatan itu tiba, Urielle ingin terus belajar dan mendongeng untuk menginspirasi orang-orang di sekitarnya. Dengan senyum lebar, Urielle berkata, "Mendongeng adalah kegemaran saya. Memang jalan saya masih panjang dan setidaknya enam tahun lagi saya baru mulai kuliah. Tapi satu saat nanti, saya akan memiliki acara radio sendiri!"

Cita- cita Urielle tak kenal batas. Prestasinya membuktikan potensi semua anak bila mendapatkan pendidikan, sumber daya, dan dukungan yang dibutuhkan untuk berkembang.

SOURCE Education Cannot Wait

Pewarta : PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2025