Denpasar (Antara Bali) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap penipuan yang dilakukan warung makan dengan menawarkan sate penyu, namun ternyata menggunakan daging dari satwa lain.
"Dari hasil penyelidikan kami, dengan terlebih dahulu membeli sate tersebut, tidak ditemukan ciri-ciri bahwa daging itu adalah daging penyu," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali Sumarsono di Denpasar, Rabu.
Saat anjang sana ke Kantor Berita ANTARA Biro Bali, Sumarsono menuturkan bahwa warung yang sempat dikabarkan menjual sate penyu, seperti di Jalan Baypass Ida Bagus Mantra, daerah Kethewel, kemungkinan besar hanya bohong belaka.
"Di kawasan itu kami sempat melakukan penyelidikan 'sate penyu' dari dua warung. Setelah kami beli satenya dan diteliti, lebih mirip sebagai daging babi," ucap pejabat asal Jawa Tengah tersebut.
Namun sarjana ekonomi yang awalnya menangani bidang keuangan, kemudian ditugaskan membidangi penyelamatan dan pelestarian flora serta fauna itu mengakui, BKSDA Bali sebelumnya sempat menemukan warung makan yang diduga kuat menjual sate penyu.
"Dari penelitian terhadap sate di salah satu warung itu, menunjukkan kemiripan dengan daging penyu. Namun kami saat itu belum sanggup melanjutkan ke proses hukum, karena diperlukan pemeriksaan laboratorium yang tidak dapat dilakukan dengan mudah dan memerlukan biaya," kata Sumarsono.
Dia yang sudah lebih setahun bertugas di Bali berharap, dukungan masyarakat luas dalam turut serta melestarikan penyu, seperti penyu hijau maupun satwa lainnya yang dilindungi undang-undang.
"Tanpa kepedulian kita semua, maka akan semakin banyak satwa dilindungi undang-undang yang terancam kepunahan. Upaya penetasan telur dan pembesaran penyu di Pulau Serangan merupakan salah satu cara agar satwa tersebut tidak semakin terancam punah," ujarnya.
Mengenai kebutuhan penyu untuk keperluan ritual bagi umat Hindu di Bali, tambahnya, pihaknya telah menyediakannya dari hasil pembesaran di Pulau Serangan, yang pemanfaatannya melalui izin dari Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.(*)