Nusa Dua (Antara Bali) - Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Mohammad Rohanudin mendukung usulan penyatuan RRI, TVRI dan LKBN Antara karena akan semakin memperkuat misi untuk kepentingan negara.
"Saya sangat mendukung itu. Hal terpenting adalah efisiensi, modernisasi dan akan sangat 'powerful' dan mereka membawa nama negara," katanya di sela-sela forum Asia Pasific Broadcasting Union (ABU) ke-53 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Selasa.
Menurut dia, ketiga media itu dinilai sangat penting sebagai penyeimbang isu atau berita-berita negatif di tengah berkembangnya media sosial yang sebagian menghembuskan informasi yang tidak jelas kebenarannya.
Ketiga media tersebut, lanjut dia, juga sangat dibutuhkan di daerah-daerah perbatasan atau daerah yang tidak terjangkau, untuk memberikan informasi berimbang sehingga dapat meminimalisir isu yang mengancam stabilitas negara.
"Media apalagi seperti RRI, TVRI dan Antara ini harus bisa masuk ke wilayah itu semuanya untuk menyeimbangkan informasi di wilayah yang sangat rawan," ucap Rohanudin.
Anggota Komisi I DPR RI, Arief Suditomo dalam diskusi panel dengan tema "Bagaimana Antara ke depan" di Jakarta, Rabu (5/10) menyambut baik dan mendukung usulan mengenai perlunya undang-undang khusus tentang Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara.
"Saya mendukung usulan mengenai perlunya undang-undang tentang Antara mengingat perannya yang strategis dalam pemberitaan untuk kepentingan negara, terlebih kantor berita ini memiliki perwakilan di semua provinsi," kata Arief yang juga pernah menjadi pemimpin redaksi di beberapa stasiun televisi itu.
Arief Suditomo lebih lanjut mengemukakan, undang-undang khusus tentang Antara nantinya akan menjadikan Antara sebagai lembaga kantor berita nasional tersendiri atau bergabung dengan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI dan TVRI.
"Jangan apriori terhadap perubahan, sepanjang perubahan itu bertujuan untuk kebaikan Antara dan bangsa ke depan. Komisi I DPR siap mengkaji undang-undang tentang Antara," kata anggota DPR dari Komisi I yang membidangi pertahanan, luar negeri, telekomunikasi dan informatika itu.
Diskusi panel yang diselenggarakan dalam rangkaian rapat kerja nasional (Rakernas) LKBN Antara itu juga menghadirkan wartawan senior yang juga Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi LKBN Antara periode 1998-2000 dan Dirut RRI periode 2005-2010 Parni Hadi.
Dalam diskusi itu Parni mengusulkan perlunya undang-undang tentang Antara mengingat perjuangan dan sejarahnya yang lebih tua dibanding Republik. Kantor berita itu didirikan oleh para pemuda pejuang pada 13 Desember 1937, yaitu Adam Malik, AM Sipahoetar, Soemanang, dan Pandoe Kartawigoena.
Pada 17 Agustus 1945 Antara menyiarkan berita Proklamasi Kemerdekaan RI ke mancanegara dari kantornya di Pasar Baru Jakarta Pusat, sehingga setelah itu pengakuan kemerdekaan RI datang dari berbagai negara.
Menurut Parni, mengacu kepada status kelembagaan RRI dan TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik, Perusahaan Umum (Perum) LKBN Antara sangat layak berubah status menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional yang berada di bawah Presiden sebagai Kepala Negara dan dikontrol oleh DPR RI.
Dengan status itu Antara dapat berperan sebagai "Clearing House" atau Rumah Klarifikasi Informasi yang mengabdi kepada kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau kelompok tertentu. (DWA/ADT)