Negara (Antara Bali) - Kapolres Jembrana Ajun Komisaris Besar Djoni Widodo bersama jajarannya, mengecek pengurugan di muara Sungai Yehbuah, Desa Penyaringan, Kamis.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jembrana Ajun Komisaris Gusti Made Sudarma Putra, yang ikut bersama Djoni mengatakan, di lokasi, mereka bertemu dengan pihak desa adat serta desa dinas, dan pemborong yang menangani pengurugan tersebut.
"Seperti informasi sebelumnya, pengurugan dilakukan pihak desa atas permintaan masyarakat agar ada akses jalan. Namun karena belum ada izin, mereka bersedia untuk menghentikan bahkan membongkar bagian sungai yang sudah terlanjur diurug," katanya.
Menurutnya, selain menunggu izin, pembongkaran dilakukan agar tanah yang sudah terlanjur untuk mengurug tidak terbawa arus sungai karena belum kuat.
"Kami akan pantau kelanjutannya, karena mengurug sungai membawa dampak yang cukup luas. Soal pengurusan izin, terserah kepada mereka," ujarnya.
Sebelumnya, Kapolsek Mendoyo Komisaris Anak Agung Sukasana menghentikan pengurugan atau reklamasi di muara sungai tersebut, karena dianggap belum memiliki izin.
"Meskipun untuk membuat jalan umum, tapi karena belum ada izin, pengurugan tersebut kami hentikan. Apalagi di muara banyak tanaman bakau yang berguna menahan abrasi," katanya, usai mendatangi lokasi pengurugan dan menghentikannya, Rabu (21/9).
Ia mengatakan, harusnya untuk membuat jalan di sungai yang masuk wilayah Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo tersebut, bisa dibangun jembatan di atasnya, bukan dengan cara mengurugnya.
Menurutnya, pihaknya sudah memanggil Perbekel atau Kepala Desa Penyaringan Mendoyo Made Destra untuk menanyakan pengurugan tersebut, karena informasi yang diterima dilakukan pihak desa.
"Kami menanyakan apakah sudah ada kajian dari ahli untuk pengurugan sungai. Ternyata, pengurugan asal dilakukan tanpa ada kajian yang memiliki kekuatan hukum," ujarnya.
Ia mengatakan, meskipun jalan tersebut bermanfaat karena bisa menghubungkan masyarakat di sisi selatan dan utara, serta atas permintaan mereka, tetap harus dilakukan kajian karena reklamasi rawan memicu abrasi.
Selain itu, ia mengungkapkan, adanya izin penggunaan jalan dari warga pemilik tanah setempat, hanya disampaikan secara lisan, tidak dilengkapi pernyataan tertulis sehingga berpotensi memicu sengketa dari ahli warisnya pada masa mendatang.
"Kami minta pihak desa menghentikan dulu pengurugan itu, yang kalau dilanjutkan harus ada kajian dari ahli serta didampingi petugas instansi terkait dalam pelaksanaannya," katanya.
Ia menegaskan, polisi tidak bermaksud menghalangi pembuatan akses jalan tersebut, namun semua ada prosedur sehingga tidak muncul dampak maupun sengketa di masa mendatang.
Anom Artaya, seorang rekanan yang mengerjakan pengurugan tersebut mengatakan, dirinya hanya membantu desa untuk membuka akses jalan baru.
Menurutnya, pembuatan jalan baru tersebut permintaan dari masyarakat, dengan lahan di areal tambak sudah diserahkan pemiliknya untuk digunakan sebagai jalan.
Sementara Made Destra yang berusaha dikonfirmasi lewat sambungan telepon, tidak mengangkat handphonenya, meskipun ada nada sambung.(GBI)