Denpasar (Antara Bali) - Praktisi pariwisata di Bali menilai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) merupakan instrumen untuk mencapai konsep tiga harmonisasi atau Tri Hita Karana (THK), namun masih perlu pengujian khususnya di kawasan Besakih, Kabupaten Karangasem, Bali.
"Saya lihat KSPN hanya sebuah alat untuk mencapai tujuan dan THK adalah tujuan kita," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati ditemui dalam sebuah diskusi terkait Tri Hita Karana dan KSPN di Sanur, Denpasar, Jumat.
Meski menyatakan sebuah instrumen, namun KSPN, lanjut dia, masih memerlukan adanya pengujian untuk menentukan kecocokan dalam mencapai konsep THK itu khususnya di kawasan yang selama ini masih menimbulkan pro dan kontra.
THK merupakan konsep lokal masyarakat Bali yang menekankan harmonisasi hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan sesama manusia.
"Yang perlu sekarang uji kecocokannya untuk mencapai tujuan kita (THK)," ucap pelaku pariwisata dari Ubud, Kabupaten Gianyar itu.
Perlunya pengujian itu, lanjut mantan Bupati Gianyar itu mengingat di masyarakat masih ada pro dan kontra terkait keberadaan KSPN khususnya untuk kawasan Besakih dan kawasan Bali Barat.
Perubahan cara pandangan masyarakat juga perlu menjadi acuan dalam menentukan KSPN dalam suatu kawasan yang kini masih mengundang pro dan kontra itu.
Pada era tahun 1990, kawasan Besakih, ucap dia, pernah diusulkan masuk dalam kawasan "World Heritage" dan menimbulkan penolakan.
Namun saat ini, kawasan subak dan daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh badan PBB atau UNESCO, karena dinilai efektif untuk menjaga keberadaan subak di Bali itu.
"Kalau `World Heritage` yang dulu kita tolak, sekarang dianggap alat efektif untuk menjaga Jatiluwih, Subak, DAS pakerisan. Berarti `kan ada perbedaan pandangan era 90 dan sekarang," ucapnya seraya menambahkan bahwa dirinya berada dalam posisi netral yang tidak pro maupun kontra terhadap KSPN di kawasan Besakih.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Agung Yuniartha yang juga turut hadir dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa pihaknya kini lebih hati-hati dalam KSPN tersebut meskipun Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata masih menginginkan adanya dialog.
"Saat simakrama (tatap muka) gubernur di Karangasem, ada pengajuan anggaran Rp15 miliar terkait penataan (di kawasan Besakih).
Ini kami susah, di satu sisi pihak menolak, tetapi satu pihak mengajukan. Harapannya kita pikirkan lagi, mudah-mudahan mendapatkan solusi terbaik," ucapnya seraya menambahkan bahwa banyak daerah yang malah antre menginginkan masuk dalam kawasan KSPN itu.
Kementerian Pariwisata sebelumnya menetapkan 88 KSPN di seluruh Indonesia, 11 di antaranya berada di Pulau Dewata.
Dari 11 itu, tiga kawasan yakni Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya serta Taman Nasional Bali Barat dan Pulau Menjangan mendapat penolakan dari masyarakat dan meminta agar kawasan itu dikeluarkan dari Lampiran PP Nomor 55 tahun 2011 tentang KSPN.
Penolakan dari sebagian kalangan menilai dengan ditetapkannya tiga kawasan itu dalam KSPN, dikhawatirkan menimbulkan efek negatif dari pengembangan pariwisata di kawasan yang dinilai suci itu.
Pemerintah Provinsi Bali kemudian mengirimkan rekomendasi dari Tim Pengkaji 11 yang dibentuk Bappeda Bali kepada Kementerian Pariwisata untuk mengeluarkan tiga kawasan itu.
Menteri Pariwisata Arief Yahya beberapa waktu lalu di Denpasar menyatakan bahwa pihaknya meminta usulan pencabutan tiga kawasan itu dari KSPN perlu dipikirkan dengan tenang dan tidak emosional.
Pihaknya menyatakan bahwa jumlah KSPN di Bali masih 11 dari total 88 di seluruh Indonesia. (WDY)
Praktisi Nilai KSPN Perlu Pengujian Capai THK
Jumat, 13 November 2015 22:07 WIB